Rabu, 06 Agustus 2008

Sikap Munafik - Semoga dijauhkan Kita




--
"DAN SAMPAIKAN KABAR GEMBIRA KEPADA PARA MUNAFIK BAHWA UNTUK MEREKA DISIAPKAN AZAB YANG SANGAT PEDIH' (an-nisaa:138)

Disadur dari : Buku Motivasi Qurani Harian - Tasirun Sulaiman Hal 53-55

Open up Your Mind


Bersikap munafik, seperti apa? sikap ini oleh banyak orang dianggap sikap tercela.

Para munafik selalu menyimpan rahasia dan teka-teki dan sulit dideteksi, Sifat ini diumpamakan sebagai underground, kereta bawah tanah. Sulit dikenali, tahu-tahu muncul di arah sebelah sana. Karenanya orang munafik itu sulit diketahui; apakah itu kawan atau lawan. Tapi yang jelas sikap munafik itu bentuk lain dari sikap tidak gentlement atau lady, laki-laki atau wanita terhormat.

Orang munafik biasanya mengedepankan dan menyembunyikan kepentingan dirinya. Dia suka menjilat dan menelan ludahnya sendiri. Mereka iti bisa dikatakan kelompok wait and see. Selalu menunggu dan membaca keadaan karena alasan untuk mendapatkan keuntungan. Mereka bukan pejuang tapi free-riders atau bahkan kutu loncat.Para oportunitis.

Karena itu mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki integritas moral atau kejujuran moral.Mereka tidak segan-segan berjanji dan mengingkari. Tidak sungkansungkan menyebarkan kebohongan. Dan, tidak peduli kalau harus mengkhianati amanat sekalipun bila dia kebetulan dipercaya.

Para munafik akan mencela bila temannya gagal.Tapi bila temannya berhasil dia mengaku kalau dirinya telah mendukungnya;telah berjuang untuk keberhasilannya. Dia kemudian tidak malu-malu akan meminta jatah roti.

Sikap ini merugikan dan membahayakan, dan diancam dihukum dineraka paling bawah dalam hal siksaannya paling berat.

Sudahkah kita hindari sifat ini... ada ciri 4 S disini yaitu " Senang liat Orang Susah dan Susah liat Orang Senang".

Fragmen Ulama

Kecil-kecil Jadi Mufti
Dari buku “Zero to Hero” karangan Solikhin Abu Izzudin

Suatu hari di Masjidil Haram seorang guru tengah menyampaikan ilmu kepada murid-muridnya. Dengan lugas, jelas dan komunikatif, guru tersebut mengajarkan materi fiqh, muamalah, jinayah dan hukum-hukum kriminal.

Namun ada yang ganjil dalam majelis itu, ternyata Pak Guru jauh tampak lebih muda daripada murid-muridnya. Bahkan ditengah-tengah prosesi belajar mengajar, ia sempat minta ijin untuk minum, padahal siang itu adalah bulan Ramadhan. Kontan saja ‘ulah” Pak Guru menuai protes.”Kenapa Anda minum,padahal inikan bulan Ramadhan?” Tanya murid.Ia menjawab “Aku belum wajib puasa”.

Siapakah Guru yang terlihat nyeleneh tersebut? Ia adalah Muhammad Idris Asy Syafi’I yang lebih kita kenal dengan Imam Syafi’i.

Kita tak usah heran dengan fragmen ini, karena pada usia belum baligh Imam Syafi’I sudah menjadi ulama yang disegani. Usia sembilan tahun sudah hafal Al qur’an. Usia 10 thn isi kitab Al Muwatha’ karya Imam Malik yang berisi 1.720 hadist pilihan juga mampu dihafalnya. Pada 15 tahun sudah menjadi Mufti (semacam hakim agung) Kota Makah, sebuah jabatan prestisius jaman itu.Pada usia itu juga beliau juga dikenal mumpuni dalam bidang bahasa dan sastra Arab hebat dalam membuat syair, qiroat serta diketahui mengetahui pengetahuan yang luas tentang adapt istiadat Arab yang asli. Subhanallah

Selasa, 05 Agustus 2008

Agama Kau Jadikan Untuk Menumpuk Uang!

Agama Kau Jadikan Untuk Menumpuk Uang!
Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany- Hari Jum’at Pagi tanggal 5 Rajab 545 H. di Madrasahnya

DARI :WWW.SUFINEWS.COM
Rasulullah Saw. Bersabda:
“Jenguklah orang yang sakit, dan iringilah jenazah mereka, karena sesungguhnya hal demikian bisa mengingatkanmu akan akhirat.” (Hr. Ahmad)

Rasulullah Saw, bermaksud agar kalian mengingat akhirat, sementara menghindari mengingat akhirat, lebih cinta pada dunia. Padahal dalam waktu dekat segala apa yang anda miliki akan diambil oleh Allah tanpa ada yang bisa menghalangi. Padahal anda sedang bersenang-senang dengan dunia, hingga yang muncul adalah rasa sakit hati sebagai ganti dari riang gembiramu.

Hai orang yang alpa, yang sedang berpuas-puas dengan dunia, anda diciptakan bukan untuk dunia. Anda diciptakan untuk akhirat.
Hai orang alpa, apa yang seharusnya anda lakukan dari Allah itu? Sedangkan hasratmu hanya demi menuruti syahwat dan kenikmatan-kenikmatan. Agama kau jadikan untuk menumpuk dinar. Engkau sibuk dengan permainan-permainan, padahal sudah di ingatkan akan kehidupan akhirat dan kematian. Namun anda mengatakan , “Aku masih susah hidupku dan masih berutang sekian dan sekian.” Padahal peringatan maut telah datang melalui ubanmu, sementara anda mencukur atau menyemir dengan warna hitam, ketika ajalmu tiba, mana amalmu?

Ketika Malaikat maut tiba dengan perangkatnya, dengan cara apa anda menolaknya? Jika rezeki-mu sudah habis dan usiamu sudah selesai, dengan cara bagaimana anda merekayasa?
Tinggalkan dirimu dari kerumitan ini. Dunia dibangun untuk kepentingan amal perbuatan baik, jika anda beramal akan ada pahala. Jika tidak apa yang akan diberikan padamu? Dunia adalah negeri amal dan negeri kesabaran atas bencana. Dunia negeri kepayahan dan akhirat negeri santai. Orang beriman itu menyibukkan dirinya, jelas akan ada istirahatnya. Sedangkan anda tergesa-gesa untuk santai, tetapi menunda-nuda taubat, berlarut-larut hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, hingga selesai ajalmu. Dalam sekejap jadi penyesalan.

Bagaimana anda menerima nasehat, bagaimana anda sadar dan benar, sedang anda tak pernah membenarkan? Hati-hati, atap rumah kehidupanmu telah terbelah. Hai orang yang tertipu, bengkak-bengkak tubuhmu kehidupanmu telah tiba. Negeri ini, dimana anda telah roboh, mestinya anda beralih ke akhirat. Carilah negeri akhirat dan langkahkan kakimu ke sana. Langkah apakah itu? Langkah amal yang saleh. Langkahkah apa yang anda punya menuju akhirat hingga bertemu denganNya.

Hai orang yang terpedaya dunia, hai orang yang terus berburu tanpa mendapatkan sesuatu. Hai orang yang meninggalkan pasukan, malah sibuk dengan pembantu-pembantu dunia. Hati-hati, akhirat itu tidak mau berpadu dengan dunia, karena akhirat tidak ingin menjadi pembantu dunia.

Keluarkanlah dunia dari hatimu, engkau akan melihat akhirat, bagaimana akhirat datang dan menguasai hatimu. Jika sudah sempurna maka dengarkan panggilan taqarrub dari Allah Azza-wa-Jalla, maka pada saat itulah lepaskan akhirat dan carilah Allah Swt. Disanalah kemudian qalbu menjadi benar dan rahasia qalbu menjadi bening.
Jika hatimu benar, maka Allah menyaksikannya, begitu juga para malaikat dan mereka yang diberi ilmu oleh Allah, yang menyaksikan kebenaran hati anda. Jika sudah demikian anda menjadi kokoh seperti bukit tak akan runtuh oleh badai, tidak pernah sirna karena gempuran dan di dalam hatimu tidak lagi terpengaruh oleh pandangan makhluk, tidak terpengaruh oleh pergaulan. Tidak ada haru biru di hatimu juga tidak ada kotoran yang merusak kebeningan rahasia jiwamu.
Hai kaumku, awas! Siapa yang beramal demi dipandang dan diterima makhluk maka dia adalah hamba yang minggat dan sekaligus musuh Allah Azza wa-Jalla. Ia telah mengkafiriNya dan telah terhijab dari nikmat, terkena dendam dan laknatNya.

Makhluk telah merampas hati, kebajikan, agama dan membuat diri kalian jadi musyrik, melupakan Tuhanmu Azza wa-Jalla. Mereka menginginkan kamu bukan membahagiakanmu. Sedangkan Allah menginginkan kamu untuk kebahagiaan dan keselamatanmu, bukan untuk mereka.

Carilah yang menghendakimu dan sibuklah bersamaNya. Karena sibuk bersamaNya itu lebih utama dibanding sibuk dengan yang menghendakimu untuk dirinya. Kalau toh anda harus mencari, maka carilah dari Allah, bukan dari makhlukNya.

Sebab yang paling dibenci Allah manakala hambaNya mencari dunia dari makhlukNya. Minta tolonglah kepada Allah, karena Allah itu Maha Kaya, sedangkan semua makhluk itu miskin dan fakir. Bahkan para makhluk itu tidak memiliki kekuasaan dan kemampuan terhadap dirinya sendiri, apalagi terhadap makhluk lain, baik suka maupun dukanya.

HARTA DARI KEKAYAAN DI SURGA

Oleh Ihsan Tandjung

Dalam suatu kesempatan Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menawarkan kepada seorang sahabat suatu kalimat yang beliau katakan sebagai harta dari harta kekayaan surga.

فَقَالَ لِي يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ
قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ


Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam kepadaku: ”Hai Abdullah ibn Qayis.” Aku menjawab: “Aku penuhi panggilanmu.” Beliau bersabda: ”Maukah kamu aku tunjukkan suatu kalimat yang termasuk harta dari harta kekayaan surga?” Aku menjawab: ”Tentu.” Beliau bersabda: ”Katakanlah Laa haula wa laa quwwata illa billah (Tiada daya dan tiada kekuatan selain bersama Allah ta’aala).” (HR Al-Bukhari 13/105)

Mangapa Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengatakan bahwa kalimat Laa haula wa laa quwwata illa billah merupakan harta dari harta kekayaan surga? Sebab kalimat ini mencerminkan prinsip mendasar aqidah seorang mu’min. Seorang muslim diperintahkan Allah ta’aala untuk ber-tawakkal hanya kepada-Nya. Ia dilarang ber-tawakkal kepada selain Allah ta’aala. Bahkan ia tidak diperkenankan ber-tawakkal kepada dirinya sendiri. Seorang mu’min faham dan sadar bahwa hanya Allah ta’aala tempat bergantung.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ

”Katakanlah, "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah ta’aala adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (QS Al-Ikhlash ayat 1-2)

Bahkan seorang mu’min yakin hanya dengan bertawakkal kepada Allah ta’aala sajalah segala keperluannya akan terpenuhi. Padahal manusia hidup di dunia sudah pasti punya aneka ragam keperluan.

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

”Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah ta’aala niscaya Allah ta’aala akan mencukupkan (keperluan) nya.” (QS Ath-Thalaq ayat 3)

Seorang mu’min faham bahwa segala yang terjadi di dunia hanya dapat terjadi atas izin Allah ta’aala. Oleh karenanya ia tak akan pernah menyerahkan urusannya kepada selain Allah ta’aala, termasuk kepada dirinya sendiri. Ia sadar kalau dirinya sendiri merupakan makhluk Allah ta’aala yang lemah dan tidak berdaya. Ia baru akan menjadi kuat bilamana ia beserta Allah ta’aala. Itulah di antara makna kalimat yang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam juluki sebagai termasuk harta dari harta kekayaan surga.

Bila seorang mu’min telah mempersiapkan dan merencanakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, maka selanjutnya ia diharuskan menyerahkan (tawakkal) urusan berhasil tidaknya kepada Allah ta’aala. Jika berhasil, berarti Allah ta’aala memang mengizinkan urusan tersebut menjadi kenyataan. Ia wajib bersyukur kepada Allah ta'aala. Bila gagal berarti Allah ta’aala tidak menghendaki urusan tersebut menjadi kenyataan. Ia diwajibkan bersabar menghadapi taqdir itu. Sambil si mu’min tetap bakal memperoleh ganjaran atas niat dan usahanya mempersiapkan dan merencanakan urusan tadi. Di akhirat kelak insyaAllah ganjaran Allah ta’aala menantinya. Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam:

وَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَإِنَّ اللَّهَ يَدَّخِرُ لَهُ حَسَنَاتِهِ فِي الْآخِرَةِ وَيُعْقِبُهُ رِزْقًا فِي الدُّنْيَا عَلَى طَاعَتِهِ

Adapun orang mu'min jika ber¬buat kebajikan, maka tersimpan pahalanya di akherat di samping rizqi yang diterimanya di dunia atas keta'atannya. (Muslim 5023)

Sebaliknya, seorang kafir bila telah merencanakan dan mempersiapkan suatu urusan, maka ia sepenuhnya merasa yakin urusannya bakal sukses. Bila sukses, maka ia akan menjadi manusia yang semakin sombong dan merasa berkuasa di muka bumi. Ia akan semakin lupa dan menjauhi Allah ta’aala karena keberhasilannya. Bila ia gagal, ia akan mengevaluasi secara material apa yang menyebabkan kegagalannya, tanpa mengkaitkan samasekali bahwa Allah ta’aala tidak mengizinkan urusannya berhasil. Ia akan terus-menerus menguraikan alasan-alasan yang sepertinya logis dan ilmiah mengenai kegagalannya. Sehingga sering kita dengar mereka mengatakan there is no room whatsoever for mistakes (tidak boleh ada celah sedikitpun untuk kesalahan). Sebab mereka hanya mengetahui sisi material dan duniawi saja dari urusan kehidupan mereka. Mereka samasekali tidak mengenal sisi ghaib dan ukhrowi dari setiap kejadian yang berlangsung dalam kehidupan fana ini.

يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS Ruum ayat 7)

Saudaraku, marilah kita menjadi muslim-mu’min yang benar-benar yakin bahwa segala apa yang kita usahakan, rencanakan, persiapkan pada akhirnya hanya akan menjadi kenyataan atau tidak sepenuhnya tergantung pada kehendak Allah ta’aala Yang Maha Berkehendak dan Maha Berkuasa. Maka biasakanlah mengucapkan:

لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

”Tiada daya dan tiada kekuatan selain bersama Allah ta’aala.”

Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengatakan bahwa kalimat ini termasuk harta dari harta kekayaan surga. Sebelum kelak di akhirat kita masuk surga -insyaAllah- mari kita biasakan menikmati sebagian dari harta kekayaan surga di dunia. Siapa tahu ia menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kita berhak dimasukkan Allah ta’aala ke dalam surga-Nya. Amin.

Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com

Senin, 04 Agustus 2008

KEUTAMAAN MUNAJAT DIWAKTU MALAM




Oleh: Drs. H. Dhabas Rakhmat, M.Pd
dikutip dari PP. Buntet Cirebon

1. Menurut Al-Quran

Di antaranya ayat-ayat Al-Qur`an yang menganjurkan bangun di waktu malam dan beribadah yaitu:

* Pahala mereka tidak terhalang.

Firman Allah s.w.t. ertinya:

“Ahli-ahli Kitab itu tidaklah sama. Di antaranya ada golongan yang (telah memeluk Islam dan) tetap (berpegang kepada agama Allah yang benar) mereka membaca ayat-ayat Allah (Al-Quran) pada waktu malam, mereka bersujud (mengerjakan sembahyang).

Mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan menyuruh berbuat segala perkara yang baik, dan melarang daripada segala perkara yang salah (buruk dan keji), dan mereka pula segera pada mengerjakan berbagai-bagai kebajikan. Mereka (yang demikian sifatnya), adalah dari orang-orang yang salih.Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahalanya) dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertaqwa (Ali Imran: 113 - 115)

* Memperoleh kenikmatan di dalam syurga.

Firman Allah s.w.t. artinya:

“Katakanlah (wahai Muhammad): “Mahukah supaya aku khabarkan kepada kamu akan yang lebih baik daripada semuanya itu? Yaitu bagi orang-orang yang bertaqwa disediakan di sisi Tuhan mereka beberapa Syurga, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Disediakan juga pasangan-pasangan isteri-isteri yang suci bersih, serta (beroleh pula) keridhaan dari Allah”. Dan (ingatlah), Allah sentiasa Melihat akan hamba-hambaNya.(Iaitu) orang-orang yang berdoa dengan berkata: “Wahai Tuhan kami! Sesungguhnya kami telah beriman, oleh itu, ampunkanlah dosa-dosa kami dan peliharalah kami dari azab neraka”(Dan juga) orang-orang yang sabar (dalam menjunjung perintah Allah), dan orang-orang yang benar (perkataan dan hatinya), dan orang-orang yang sentiasa taat (akan perintah Allah), dan orang-orang yang membelanjakan hartanya (pada jalan Allah), dan orang-orang yang beristighfar (memohon ampun) pada waktu sahur.” (Ali Imran: 15 - 17)

* Allah mengangkat orang beribadah di waktu malam di tempat yang terpuji.

Firman Allah s.w.t. artinya:

“Dirikanlah olehmu sembahyang ketika gelincir matahari hingga waktu gelap malam, dan (dirikanlah) sembahyang subuh sesungguhnya sembahyang subuh itu adalah disaksikan (keistimewaannya).Dan bangunlah pada sebagian dari waktu malam serta kerjakanlah “sembahyang tahajjud” padanya, sebagai sembahyang tambahan bagimu semoga Tuhanmu membangkit dan menempatkanmu - pada hari akhirat - ditempat yang terpuji.” (Al Isra: 78-79)

* Mempunyai sifat kemuliaan hati dan menghormati orang lain.

Allah s.w.t. berfirman ertinya:

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayangitu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mereka mengucapkan kata-kata yang baikDan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (al-Furqan: 63-64)

* Orang yang bangun dan beribadah di malam hari tidak menyombongkan diri.

Allah s.w.t. berfirman maksudnya:

“Sesungguhnya yang sebenar-benar beriman kepada ayat-ayat keterangan Kami hanyalah orang-orang yang apabila diberi peringatan dan pengajaran dengan ayat-ayat itu, mereka segera merebahkan diri sambil sujud (menandakan taat patuh), dan menggerakkan lidah dengan bertasbih serta memuji Tuhan mereka, dan mereka pula tidak bersikap sombong takbur.Mereka merenggangkan diri dari tempat tidur, (sedikit tidur, karena mengerjakan sembahyang tahajjud dan amal-amal salih) mereka sentiasa berdoa kepada Tuhan mereka dengan perasaan takut (akan kemurkaanNya) serta dengan perasaan ingin memperoleh lagi (keridhaan-Nya) dan mereka selalu pula mendermakan sebagian dari apa yang Kami berikan kepada mereka.Maka tidak ada seseorang pun yang mengetahui satu persatu persediaan yang telah dirahasiakan untuk mereka (dari segala jenis nikmat) yang amat indah dipandang dan mengembirakan, sebagai balasan bagi amal-amal salih yang mereka telah kerjakan.” (As-Sajadah: 15-17)

* Memperoleh keberuntungan dan mendapat rahmat dari Allah.

Firman Allah s.w.t. artinya:

“(Engkaukah yang lebih baik) atau orang yang taat mengerjakan ibadat pada waktu malam dengan sujud dan berdiri sambil takutkan (azab) hari akhirat serta mengharapkan rahmat Tuhannya?” Katakanlah lagi (kepadanya): “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang-orang yang dapat mengambil pelajaran dan peringatan hanyalah orang-orang yang berakal sempurna.” (Az-Zumar: 9)

* Suka berkorban dan membantu orang-orang miskin.

Firman Allah s.w.t. artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa adalah ditempatkan di dalam beberapa taman Syurga, dengan mata air-mata air terpancar padanya.(Keadaan mereka di
sana) senantiasa menerima nikmat dan rahmat yang diberikan kepadanya oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka di dunia dahulu adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.Mereka senantiasa mengambil sedikit saja: masa dari waktu malam, untuk mereka tidur.Dan pada waktu akhir malam (sebelum fajar) pula, mereka selalu beristighfar kepada Allah (memohon ampun).Dan pada harta-harta mereka, (ada pula bagian yang mereka tentukan menjadi) hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang menahan diri (daripada meminta).” (As-Dzariyat: 15-19)

* Mempunyai sifat kesabaran.

Firman Allah s.w.t. maksudnya:

“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakana dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam (nya).Dan bertasbihlah kamu kepada_Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang (Qaaf: 39-40)

* Tabah dalam menunggu ketetapan dari Allah.

Firman Allah s.w.t. artinya:

“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesengguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, bertasbihlah dengan memuji Tuhanmuketika kamu bangun berdiri,Dan bertasbihlah kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam bintang-bintang (di waktu fajar) Ath-Thur: 48-49

* Bangun di waktu malam untuk beribadah lebih berkesan dan khusyuk.

Firman Allah s.w.t. maksudnya:

“Wahai orang yang berselimut!Bangunlah untuk sembahyang di malam hari, kecuali sedikit (dari padanya),Yaitu separuh dari waktu malam, atau kurangkan sedikit dari separuh itu,Ataupun lebihkan (sedikit) daripadanya dan bacalah Al-Quran dengan “Tartiil”.Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang beratSesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk Khusyu`) dan bacaan di waktu itu lebih terkesan (Al-Muzammil : 1-6)

* Bersabar dalam menjalan perintah Allah.

Firman Allah s.w.t. artinya:

“Oleh sebab itu bersabarlah menerima hukum Tuhanmu (memberi tempo kepada golongan yang menentangmu), dan janganlah engkau menurut kehendak orang yang berdosa di antara mereka, atau orang yang kufur lagi ingkar.Dan sebutlah dengan lidah atau dengan hati akan nama Tuhanmu (di dalam dan di luar sembahyang), pada waktu pagi dan petang.Dan pada sebahagian malam sujudlah kepada Tuhan (dengan mengerjakan sembahyang), dan bertasbihlah, pada sebahagian yang panjang dari waktu malam.” (Al-Insaan: 26)

2. Menurut hadits Rasulullah s.a.w.

Dalam beberapa hadits Rasulullah banyak menjelaskan betapa besarnya nilai dan pahala bagi orang-orang yang suka bangun di waktu malam kemudian melaksanakan ibadah kepada Allah. Karena malam adalah merupakan masa yang tenang dan damai, jauh dari gangguan pendengaran, penglihatan dan pengaruh-pengaruh yang lain. Sehingga seseorang dapat dengan khusyuk dalam menyampaikan permintaan atau hajatnya kepada Allah s.w.t.

Beberapa kelebihan bangun malam telah diungkapkan dalam hadits-hadits Rasul yaitu:

* Allah akan mengabulkan segala permintaan hamba-Nya.

Sabda Rasulullah s.a.w. maksudnya:

Daripada Abu Hurairah r.a. Rasulullah s.a.w. bersabda: “Pada setiap malam di sepertiga terakhir pada bagian malam, Allah turun ke langit dunia, dan berseru: “Siapa yang memanggil-Ku, maka Aku pun akan menyambutnya. Siapa yang memohon kepada-Ku, Akupun mengabulkannya. Dan siapa yang memohon ampun, maka Aku pun mengampuninya.” (HR Bukhari, Malik, Muslim dan Tarmizi)

* Menambahkan dekatnya diri antara hamba dengan Allah.

Sabda Rasulullah s.a.w. artinya:

“Sesungguhnya sedekat-dekatnya seorang hamba pada Tuhannya adalah di waktu tengah malam. Oleh sebab itu, jika kamu dapat menjadikan dirimu termasuk orang-orang yang berzikir kepada-Nya, maka kerjakanlah.” (HR Abu Daud dan Tarmizi)

Dalam riwayat Muslim disebutkan, bahawa Allah menangguhkan hingga berakhirnya sepertiga pertama dari malam. Dan Allah turun ke langit dunia kemudian berfirman: “Aku adalah Tuhan, siapakah yang memanggil-Ku.”

* Penangkal segala penyakit yang berasal dari tubuh.

Sabda Rasulullah s.a.w. artinya:

“Hendaklah kamu semua rajin bangun malam (bertahajjud). Sebab hal itu telah menjadi kebiasaan para solihin sebelummu. Dan yang menyebabkan kamu dekat dengan Allah. Di samping itu dosa-dosa kamu dihapuskan-Nya, sekaligus penangkal segala penyakit yang berasal dari tubuh.” (HR Tarmizi)

* Mendidik jiwa untuk bersyukur.

Sabda Rasulullah s.a.w. artinya:

“Daripada Mughirah bin Syukbah r.a. ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah beribadah di malam hari hingga kedua kakinya bengkak.” Lalu sahabat bertanya: “Mengapa engkau lakukan ini wahai Rasulullah, bukankah dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Allah s.w.t.?” Baginda menjawab: “Tidak layakkah jika aku menjadi seorang hamba yang mensyukuri nikmat Allah.?” (HR Ima ahli kecuali Abu Daud)

* Orang yang sukar bangun malam untuk tahajjud bersahabat dengan syaitan.

Sabda Rasulullah s.a.w. artinya:

“Dari Ibnu Mas’ud r.a. ia berkata: “Pernah diceritakan seorang sahabat kepada Rasulullah s.a.w., bahawa ada seseorang yang sepanjang malam tertidur nyenyak, tidak pernah bangun sedikitpun untuk salat. Rasulullah menjawab: “Telinga orang itu telah di kencingi oleh syaitan.” (HR Bukhari, Muslim dan Nasa’ie)

* Tahajjud mempunyai kebaikan yang tinggi.

Sabda Rasulullah s.a.w. artinya:

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sebaik-baik salat setelah salat fardhu iaitu salat tahajjud.” (HR Muslim)

* Tidak pelupa dan suka bersedekah.

Salat tahajjud mempunyai kelebihan menjadikan seseorang tidak pelupa, suka beribadah dan suka bersedekah. Sabda Rasulullah s.a.w. ertinya:

“Daripada Abdullah bin Amr bin Ash r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: “Barangsiapa salat malam dengan membaca sepuluh ayat al-Quran, maka tidaklah ia akan dicatat sebagai orang-orang yang lupa. Barangsiapa yang salat malam dengan membaca seratus ayat al-Quran, maka ia dicatat sebagai kaum Qanitin yaitu orang yang gemar beribadah. Barangsiapa yang salat malam dengan membaca seribu ayat al-Quran, maka dicatat sebagai kaum muqantirin yaitu orang kaya yang suka bersedekah.” (HR Abu Daud)

Demikianlah Rasulullah s.a.w. telah menerangkan betapa penting dan tingginya pahala bagi orang-orang yang bangun di waktu malam, kemudian mengerjakan salat tahajjud dan berdoa kepada Allah s.w.t.. Pernah Rasulullah ditanya oleh para sahabat: “Amalan apakah yang paling afdal ya Rasulullah?” Baginda bersabda: “Seafdal-afdal amalan iaitu berdiri lama dalam salat malam.” (HR Abu Daud)

Diriwayatkan oleh Aisyah r.a. : Rasulullah s.a.w. salat malam sebanyak sepuluh rakaat, di tambah satu rakaat solat witir dan dua rakaat salat sunat fajar, semuanya 13 rakaat (HR. Muslim)

Minggu, 03 Agustus 2008

MELURUSKAN AKHIDAH


Fatwa

Pentingnya Meluruskan Akidah

Oleh: KH M Anwar Manshur


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْهَادِيْ لِلْعِبَادِ إِلَى الْمَنْهَجِ الرَّشِيْدِ وَالٍمَسْلَكِ السَّدِيْدِ ، اَلْمُنْعِمِ عَلَيْهِمْ بَعْدَ شَهَادَةِ التَّوْحِيْدِ بِحَراسَةِ عَقَائِدِهِمْ عَنْ ظُلُمَاتِ التَّشْكِيْكِ وَالتَّرْدِيْدِ ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى الْمُصْطَفَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ الْمُرْسَلِ إِلَى أَهْلِ التَّوْحِيْدِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أُوْلِي الْمَـآثِرِ وَالتَّأْيِيْدِ . أما بعد



Pembaca yang arif…

Di tengah-tengah musibah yang melanda di berbagai daerah negara kita, hendaknya itu semua menjadi cambuk atas kelalaian kita. Mungkin selama ini kita terlalu sibuk mengurusi hal-hal yang bersifat duniawi, sehingga lalai dengan perintah Allah. Allah memperingatkan kita agar segera bertaubat. Ketahuilah! Berapa banyak nikmat yang telah kita rasakan, betapa besar anugerah yang telah diberikan-Nya kepada kita. Sudahkah kita bersyukur? Atau sebaliknya, kita justru kufur atas nikmat tersebut dengan berbuat dosa? Kita teliti diri kita masing-masing! Sesungguhnya Allah tidak akan menghilangkan nikmat yang diberikan pada suatu kaum kecuali kaum itu sendiri mengkufuri nikmat tersebut, sebagaiman firman Allah:



ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: “(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al Amfal: 53)

Dari ayat di atas, kita bisa mengetahui bahwa Allah tidak mencabut nikmat yang telah dilimpahkanNya kepada suatu kaum, selama kaum itu tetap taat dan bersyukur kepada Allah. Sebagaimana umat-umat terdahulu, karena mereka tidak mau beriman kepada Nabi-Nabi yang diutus Allah, mereka akhirnya dibinasakan. Telah jelas, bahwa kerusakan di darat dan lautan disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia, seperti firman Allah dalam ayat lain.



Pembaca setia…

Kita sebagai penganut Ahlussunnah wal Jamaah, meyakini segala sesuatu yang terjadi – baik dan buruknya – semata-mata adalah kehendak Allah dan ciptaanNya. Termasuk juga perbuatan kita, jelek dan buruknya adalah ciptaan Allah. Segala sesuatu di dunia ini tidak mungkin lepas dari apa yang telah digariskan Alah pada zaman azali, qadla’ dan qadar-Nya-lah yang mendahului. Allah berfirman:

اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّار

Artinya: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (QS. Ar Ra’du: 16)

وَاللهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: “Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” (QS. As Shaffat: 96)



Meskipun segalanya adalah kehendak Allah, dan Allah-lah yang menjadikannya. Tetapi tidaklah patut menyandarakan kejelekan kepadaNya. Musibah, bencana, dan mala-petaka yang selama ini menimpa kita, itu akibat dari dosa-dosa kita serta kelalaian kita atas perintahNya. Yang demikian itu adalah sikap yang benar bagi seorang hamba. Seorang hamba harus mempunyai akhlak (tata krama) terhadap Tuhannya. Maka, hendaknya segala kebaikan disandarkan kepada Allah, dan segala kejelekan disandarkan pada diri kita sendiri, yakni disebabkan oleh perbuatan kita sendiri. Walaupun pada hakikatnya, semua itu dari Allah SWT semata, sebagaimana firman Allah:

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ

Artinya: “Apa saja (nikmat) yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja (bencana) yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri” (QS. An Nisa’: 79)



Pembaca yang budiman…

Kalau ada yang bertanya: “Jika semua yang terjadi; yang dialami manusia; bahkan perbuatannya sendiri, yang menjadikan adalah Allah. Lalu untuk apa Allah memerintahkan beribadah serta menjahui laranganNya; menurunkan syariat untuk umat manusia; mengutus Rasul; menciptakan surga dan neraka sebagai balasan amal-amal manusia, dan lain sebagainya? Sedangkan manusia tidak mampu apa-apa, neskipun untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain manusia adalah majbur (terpaksa), tak ubahnya seperi debu yang berterbangan ke sana kemari tertiup oleh angin.” Maka, pertanayaan seperti itu tidak bisa dibenarkan seperti apa yang diyakini oleh kaum Jabariyah. Jabariyah adalah golongan yang mempunyai keyakinan bahwa manusia tidak memiliki kehendak dan kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Mereka meniadakan perbuatan manusia, dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah (segalanya atas kodrat Tuhan, manusia tidak mempunyai ikhtiar/ pilihan). Keyakinan ini bertolak belakang dangan keyakinan kaum Qodariyah yang meyakini bahwa, manusia mempunyai kekuasan mutlak dan kebebasan untuk menentukan segala perbuatan sesuai dengan keinginannya, tanpa ada campur tangan dari Allah. Allah hanyalah menciptakan saja, selanjutnya Dia tidak ikit campur. Seperti pembuat jam dinding, setelah jadi, jam itu berputar sendiri tanpa campur tangan si pembuatnya.

Maka, yang tepat untuk jawaban pertanyaan di atas ialah, bahwa Allah Maha Perkasa untuk membuat segala sesuatu sesuai kehendak-Nya. Allah yang memiliki semuanya, dan Dia berhak untuk berbuat apa saja terhadap apa yang dimilikiNya. Dan itu, bukan suatu kelaliman. Allah tidak ditanya tentang apa yang diperbuatNya. Tapi manusialah yang akan ditanya oleh Allah sebagaimana firmanNya:

لاَ يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُوْنَ

Artinya: “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatNya dan merekalah yang akan ditanyai.”(QS. Al Anbiya’: 23)

يَمْحُوا اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ

Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitab (Lauh mahfuzh).”. (QS. Ar Ra’du: 39)



Pembaca yang kami hormati…

Oleh karena itu, kita harus benar-benar memahami bahwa, semua perbuatan hamba -jelek dan baiknya- yang menjadikan adalah Allah. Namun Allah memberi ikhtiar kepada hamba-Nya, diberi pilihan untuk memilih jalannya menuju kebaikan atau kejelekan. Dan “pilihan” itulah yang menjadi manathuttaklif (ikatan pembebanan syariat Allah atas seorang hamba). Kemudian ikhtiar tersebut diwujudkan dengan kasb/ iktisab (perbuatan manusia), yang karenanya pahala dan siksa akan ada dan tetap. Ini adalah hikmah agung dan sirri yang sangat dalam, jarang diketahui oleh kebanyakan orang. Jadi, menisbatkan perbuatan hamba kepada Allah merupakan penisbatan (penyandaran) secara hakiki, karena Allah yang menghendaki dan menciptakannya. Sedangkan penisbatan perbuatan terhadap hamba adalah penisbatan majazi, karena hamba di sini berposisi sebagai pelaku bukan pencipta. Maka dari itu, bila kita melihat seseorang sedang makan, minum, salat, dan lainnya, tidak boleh dikatakan: “Allah sedang makan, minum, atau salat.” Karena pelaku (fa’il)-nya adalah manusia, bukan Allah, walaupun Allah yang menciptakan (khaliq) perbuatan itu. Pemahaman di atas sebagaimana yang telah dipaparkan dalam Ihya’ ‘Ulum al Din oleh Al Ghazali, salah satu pengikut Al Asy’ari pemuka Ahlussunnah wal Jamaah. Oleh sebsb itu, luruskan keyakinan kita, kokohkan akidah kita, agar jangan sampai berburuk sangka kepada Allah. Kita hanyalah seorang hamba yang tak memilki apa-apa termasuk diri kita sendiri.



Pembaca yang bijak…

Jika kita mendengar satu hadis Nabi SAW:

كُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ {رواه البخاري}

ِArinya: “Setiap hamba diberi kemudahan menuju apa yang telah dijadikan (takdirkan) untuknya” ( HR. Bukhari)

Maka, bisa dipahami, ada suatu pertanda, yakni: apabila seorang hamba selama hidupnya berbuat kebaikan, taat terhadap Allah, maka dia dikehendaki Allah menjadi orang yang baik diridlaiNya. Sebaliknya, jika selama hidupnya dia selalu berbuat kemaksiatan atau dosa, berarti dia dijadikan orang yang jelek dan celaka. Akan tetapi itu hanyalah sebuah “alamat” (tanda), bukan suatu kepastian. Maka, kita tidak boleh mencela, apalagi melaknat pelaku-pelaku dosa, karena belum tentu orang tersebut ditakdirkan sebagai orang yang jelek atau su-ul khatimah. Ketahuilah, bahwa setiap hamba diberi kemudahan menuju takdirnya.

Sebagaimana telah dipaparkan Ibn Hajar dalam Fath Al Bari, bahwa tidak ada yang mengetahui, apakah di akhir hayatnya, seseorang akan su-ul khatimah atau husnul khatimah? Oleh karena itu, kita harus bersungguh-sungguh dalam usaha menjalani perintah, menjadi orang yang diridlai Allah. Kita tidak boleh bermalas-malasan dengan alasan pasrah pada takdir Allah, akibatnya kita akan menjadi orang-orang yang tercela dan kelak mendapat siksa di akhirat akibat meninggalkan perintah. Karena amal perbuatan merupakan pertanda bagi seorang hamba, maka kita harus lebih tekun lagi dalam menjalaini perintah-Nya. Semoga Allah memberi kemudahan dalam meniti takdir kita, semoga kita ditakdirkan menjadi orang baik. Dan jangan lupa untuk berdoa, meminta petunjuk dan pertolongan kepada-Nya. Nas-alullaha husnal khatimah, amin…

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ




Tinggalkan Komentar

Anda harus masuk log untuk mengirim