Rabu, 29 Oktober 2008

ILMU TEBU - http://sufimuda.wordpress.com

Guru saya selalu menyampaikan pesan-pesan moral kepada murid-muridnya lewat cerita pendek yang bersahaja dan mudah untuk dipahami. Disamping cerita pendek, Beliau juga menyampaikan tamsilan-tamsilan tentang hakikat dan makrifat dalam bentuk yang sederhana sehingga bisa diterima oleh semua kalangan baik murid lama maupun yang baru belajar thariqat. Salah satu cerita yang sering Beliau sampaikan setelah zikir bersama (tawajuh) adalah Ilmu Tebu

Siapa diantara kalian yang belum pernah melihat tebu?” begitulah Beliau membuka cerita setelah terlebih dahulu menyampaikan puji-pujian kepada Allah SWT dan shalawat kepada Nabi SAW beserta para sahabat dan pengikut-pengikutnya serta kepada seluruh auliya-auliya akbar Thariqat Nadsyabandi. Beliau selalu mengingatkan kami bahwa para Nabi dan para Wali itu tidak pernah mati, mereka hanya berlindung disisi Allah SWT.

Kemudian Beliau bertanya lagi,”Kalau kalian perhatikan tebu, bagian mana yang paling manis, ujungnya atau pangkalnya?”. Serentak murid-murid Beliau menjawab, “Pangkalnya Guru!”.

“Benar, tebu itu yang manis adalah pangkalnya semakin ke ujung maka akan semakin hambar. Coba kalian perhatian tebu apabila ditiup angina. Bagian yang bergoyang mengikuti arah angin adalah pucuknya. Kalau angin datang dari timur maka dia akan menghadap kebarat begitu juga sebaliknya kalau angina datang dari utara maka ujung tebu akan mengikuti arah angin menuju ke selatan. Bagian ujungnya itu tidak ada pendirian, terombang ambing menurut keadaan.”

Guru diam sejenak kemudian Beliau kembali melanjutkan ceramahnya, “Begitulah gambaran orang yang belum menemukan seorang pembimbing rohani, dia akan terus menerus mencari kebenaran tanpa batas waktu padahal umur yang diberikan Tuhan hanya sebentar. Apabila didengar ada ulama A disana keramat maka dia akan ke ulama A, besoknya didengar lagi ada kiayi Z sangat hebat maka dia mendatangi kiayi Z. Orang seperti ini adalah ibarat sama dengan buih dilautan yang akan mengikuti arus laut dan tidak mempunyai pendirian.”

“Seseorang yang telah menemukan kebenaran tidak akan pernah bisa digoyahkan oleh apapun, dia tetap ditempatnya seperti pangkal tebu dan istiqamah dijalan yang ditempuhnya. Inilah orang-orang yang telah diberikan pencerahan dan dibukakan hijab oleh Tuhan”

Begitulah Guru saya bercerita tentang ilmu tebu. Cerita itu sudah lama sekali saya dengar dan sangat membekas di hati. Saya sangat terkesan dengan apa yang Beliau sampaikan karena sebenarnya saya dulunya adalah ujung tebu yang terombang ambing oleh angin. Saya adalah seorang pencari yang tidak mengerti apa yang saya cari sehingga sekian banyak orang saya jumpai namun tidak membuat saya bisa menemukan ketenangan hati apalagi menemukan Tuhan.

Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk kepada saya sehingga berjumpa dengan seorang ulama pewaris Nabi, memiliki kekeramatan yang luar biasa sehingga sampai saat ini saya benar-benar terbimbing kejalan-Nya.

Lewat tulisan ini saya sampaikan kepada saudara se Guru bahwa kita semua telah dipertemukan dengan seorang Khalifah Rasul, dengan seorang Ulama Akhir Zaman yang sangat keramat maka perpegang teguhlah kepada Beliau.

Semoga Allah SWT akan membukakan hijab kita untuk menyaksikan kebesaran-Nya dan rawatlah biji zikir yang telah ditanam dalam Qalbu sehingga nanti akan berbuah dan bisa dinikmati oleh sekalian manusia dimuka bumi. Mari kita menebarkan salam dan kebajikan kepada seluruh manusia sebagai bagian dari bhakti kasih kita kepada Guru dan sebagai bagian dari amal ibadah kita kepada Allah SWT. Semoga Allah memberikan kesehatan dan umur panjang kepada Ulama Pewaris Nabi sehingga akan terus bisa membimbing dan menuntun kita ke jalan-Nya, Amien Ya Allah, Amien Ya Rahman, Amien Ya Rahim, Amien Ya Rabbal ‘Alamin

Jumat, 24 Oktober 2008

KISAH HAMBA YANG TAUBAT

Awan yang Mengikuti Orang Bertaubat

Diriwayatkan bahwa seorang tukang jagal (penyembelih binatang) terpesona kepada budak tetangganya. Suatu saat gadis itu mendapat tugas menyelesaikan urusan keluarganya di desa lain. Si tukang jagal lalu mengikutinya dari belakang sampai akhirnya berhasil mendapatkannya. Si tukang jagal lalu memanggil gadis itu dan mengajaknya menikmati kesempatan langka dan indah itu. Tetapi gadis itu menjawab, "Jangan lakukan. Meskipun aku sangat mencintaimu, tetapi aku sangat takut kepada Allah".

Mendengar jawaban itu, si tukang jagal merasa dunia berputar. Karena menyesal dan sadar, hatinya gemetar, tenggorokannya kering dan hatinya semakin berdebar, dia lalu berkata, "Kau takut kepada Allah sedangkan aku tidak".

Dia pulang sambil bertaubat. Ketika berada di jalan ia diserang rasa haus dan nyaris mati. Ia kemudian bertemu dengan seorang yang sholeh dan mereka berjalan bersama. Mereka melihat gumpalan awan berjalan menaungi mereka berdua, sampai mereka masuk ke sebuah desa. Mereka berdua yakin bahwa awan itu untuk orang yang sholeh. Kemudian mereka berpisah di desa tersebut. Awan itu ternyata condong dan terus menaungi si tukang jagal sampai dia tiba di rumahnya. Orang sholeh tadi heran melihat kenyataan ini. Dia lalu mengikuti tukang jagal tadi lantas bertanya kepadanya dan dijawabnya pula di tempat itu. Maka laki-laki sholeh itu berkata, "Janganlah heran terhadap apa yang kau lihat, karena orang yang bertaubat kepada Allah itu berada di suatu tempat yang tak seorang pun berada di situ".
Pendeta yang Insaf

Ibrahim Al Khawas ialah seorang wali Allah yang terkenal keramat dan dimakbulkan segala doanya oleh Allah. Beliau pernah menceritakan suatu peristiwa yang pernah dialaminya. Katanya, "Menurut kebiasaanku, aku keluar menziarahi Makkah tanpa kendaraan dan kafilah. Pada suatu waktu, tiba-tiba aku tersesat dan kemudian aku bertemu dengan seorang rahib Nasrani (Pendeta Kristian) ". Ketika dia melihatku dia pun berkata, "Wahai rahib Muslim, bolehkah aku bersahabat denganmu?".

Ibrahim segera menjawab, "Ya, tidaklah aku akan menghalangi kehendakmu itu". Maka berjalanlah Ibrahim bersama dengannya selama tiga hari tanpa meminta makanan sehingga rahib itu menyatakan rasa laparnya kepadaku, katanya, "Tidaklah aku ingin memberitahukan padamu bahwa aku telah menderita kelaparan. Karena itu berilah aku sesuatu makanan yang ada padamu".

Mendengar permintaan rahib itu, lantas Ibrahim pun memohon kepada Allah dengan berkata, "Wahai Tuhanku, Pemimpinku, Pemerintahku, janganlah engkau mempermalukan aku di hadapan seteru engkau ini".

Belum selesai Ibrahim berdoa, tiba-tiba turunlah hidangan dari langit berisi dua keping roti, air minum, daging masak dan tamar. Maka mereka pun makan dan minum bersama-sama. Sesudah itu aku pun meneruskan perjalananku. Setelah tiga hari tanpa makanan dan minuman, dikala pagi, aku pun berkata kepada rahib itu, "Hai rahib Nasrani, berikanlah kepadaku sesuatu makanan yang ada padamu". Rahib itu menghadap kepada Allah, tiba-tiba turun hidangan dari langit seperti yang diturunkan kepadaku dulu".

Sambung Ibrahim lagi, tatkala aku melihat yang demikian itu, maka aku pun berkata kepada rahib itu "Demi kemuliaan dan ketinggian Allah, tiadalah aku makan sehingga engkau memberitahukan (hal ini) kepadaku". Jawab rahib itu, "Hai Ibrahim, tatkala aku bersahabat denganmu, maka aku mengenal kemuliaanmu, lalu akupun memeluk agama engkau. Sesungguhnya aku telah membuang-buang masa di dalam kesesatan dan sekarang aku telah mendekati Allah dan berpegang kepadaNya. Dengan kemuliaan engkau, tiadalah Allah mempermalukan aku. Maka terjadilah kejadian yang engkau lihat sekarang ini. Aku telah mengucapkan seperti ucapanmu (kalimah Syahadah)".

"Maka gembiralah aku setelah mendengar jawaban rahib itu. Kemudian aku pun meneruskan perjalanan sehingga sampai di Makkah Al Mukarramah. Setelah kami mengerjakan haji, maka kami tinggal dua tiga hari lagi di tanah suci itu. Suatu ketika, rahib itu tidak kelihatan olehku, lalu aku mencarinya di Masjidil Haram, tiba-tiba aku mendapatinya sedang bersembahyang di sisi Ka’bah". Setelah rahib itu selesai bersembahyang maka dia pun berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya sudah dekat perjumpaanku dengan Allah, maka jagalah olehmu persahabatan dan persaudaraanku denganmu".

Setelah dia berkata begitu, tiba-tiba dia menghembuskan nafas terakhirnya. Seterusnya Ibrahim menceritakan, "Maka aku merasa amat berduka atas kepergiannya. Aku segera mengurus jenazahnya dan pemakamannya. Ketika tidur aku bermimpi melihat rahib itu dalam keadaan yang begitu elok sekali tubuhnya, dihiasi dengan pakaian sutera yang indah". Melihat hal itu, Ibrahim pun terus bertanya, "Bukankah engkau sahabatku, apakah yang telah dilakukan oleh Allah terhadap engkau?".

Dia menjawab, "Aku berjumpa dengan Allah dengan dosa yang banyak, tetapi dimaafkan dan diampuniNya semua itu karena aku berprasangka baik kepadaNya dan Dia menjadikan aku seolah-olah bersahabat dengan engkau di dunia dan bertetangga dengan engkau di akhirat".

Begitulah persahabatan diantara dua orang yang berpengetahuan dan beragama sehingga memperoleh hasil yang baik. Walaupun orang tersebut dulunya beragama lain, tetapi berkat keikhlasan dan pengabdiannya kepada Allah, dia ditunjukkan pada agama Islam dan bisa mendalami ajaran-ajarannya".
Taubat Nabi Adam a.s.

Tahukah saudara semenjak Nabi Adam dikeluarkan dari syurga akibat tipu daya iblis, beliau menangis selama 300 tahun. Nabi Adam tidak mengangkat kepalanya ke langit karena terlanjur malu kepada Allah SWT. Beliau sujud di atas gunung selama seratus tahun. Kemudian menangis lagi sehingga air matanya mengalir di jurang Serantip.

Dari air mata Nabi Adam itulah Allah menumbuhkan pohon kayu manis dan pohon cengkeh. Beberapa ekor burung telah meminum air mata beliau. Burung itu berkata, "Sedap sekali air ini". Terdengar Nabi Adam oleh kata-kata burung tersebut. Beliau menyangka burung itu sengaja mengejeknya karena perbuatan durhakanya kepada Allah. Hal ini membuat Nabi Adam semakin hebat menangis.

Akhirnya Allah menyampaikan wahyu kepada Nabi Adam "Hai Adam, sesungguhnya Aku belum pernah menciptakan air minum yang lebih lezat dan lebih hebat dari air mata taubatmu itu".
Allah Maha Pengampun

Di zaman Nabi Musa ada seorang fasik yang suka melakukan kejahatan. Penduduk negeri tersebut tidak mampu lagi mencegah perbuatannya, lalu mereka berdoa kepada Allah. Maka Allah mewahyukan kepada Nabi Musa supaya mengusir pemuda itu dari negerinya agar penduduknya tidak ditimpa bencana. Lalu keluarlah pemuda tersebut dari kampunganya dan sampai di suatu kawasan yang luas, dimana tidak seekor burung atau manusiapun hidup.

Selang beberapa hari pemuda itu jatuh sakit. Merintihlah ia seorang diri, lalu berkata: "Wahai Tuhanku, kalaulah ibuku, ayahku dan isteriku berada di sisiku sudah tentu mereka akan menangis melihat waktu akan memisahkan aku dengan mereka (mati). Andaikata anak-anakku ada di sisiku pasti mereka berkata: "Ya Allah, ampunilah ayah kami yang telah banyak melakukan kejahatan sehingga ia diusir dari kampungnya ke tanah lapang yang tidak berpenghuni dan keluar dari dunia menuju akhirat dalam keadaan putus asa dari segala sesuatu kecuali rahmatMu ya Allah".

Terakhir kali pemuda itu berkata, "Ya Allah, janganlah Engkau putuskan aku dari rahmatMu, sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa terhadap sesuatu",. Setelah berkata demikian, matilah pemuda itu.

Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa, firmannya, "Pergilah kamu ke tanah lapang di sana ada seorang waliKu yang telah meninggal. Mandikan, kafankan dan sembahyangkanlah dia". Setiba di sana Nabi Musa mendapati yang mati itu adalah pemuda yang diusirnya dahulu. Lalu Nabi Musa berkata, "Ya Allah, bukankah dia ini pemuda fasik yang Engkau suruh aku usir dahulu". Allah berfirman, "Benar, Aku kasihan kepadanya karena rintihan sakitnya dan berjauhan dari keluarganya. Apabila seseorang yang tidak mempunyai saudara mati, maka semua penghuni langit dan bumi akan sama menangis karena kasihan kepadanya. Oleh karena itu bagaimana Aku tidak mengasihaninya sedangkan Aku adalah Dzat Yang Maha Penyayang di antara penyayang".

K.H. Masduqi Machfudh: Mengapa Kita Harus Melanggengkan Berjamaah

Rasulullah bersabda:
مَنْ حَافَظَ عَلَى الصَّلاَةِ مَعَ اْلجَمَاعَةِ أَعْطَاهُ اللّهُ خَمْسَ خِصَالٍ : لَمْ يُصِبْهُ فَقْرًا أَبَدًا, يُرْفَعُ عَنْهُ عَذَابُ الْقَبْرِِ, أَمِنَ مِنْ أَهْوَالِ يَومِ الْقِيَامَةِ, يُعْطَى كِتَابُهُ بِيَمِيْنِهِ, يَمُرُّ عَلَى الصِّرَاطِ كَالْبَرْقِ اْلخَاطِفِ

Barangsiapa yang selalu menjaga sشlatnya dengan berjamaah, maka Allah akan memberinya lima hal: tidak pernah terkena kefakiran selamanya, dihapuskan siksa kubur darinya, selamat dari kesusahan pada hari kiamat, diberikan buku catatan amalnya dengan tangan kanan, dan berjalan di atas titian 'shirat' secepat kilat yang menyambar.

Hadits ini cukuplah bagi alasan kita untuk selalu berjamaah, ke mana atau di manapun kita berada, diusahakan dengan berjamaah. Dengan berjamaah, di samping kita mendapat pahala jamaah, kita juga mendapatkan pahala silaturahim dengan tetangga juga credit point untuk diterimanya salat kita. Imam al-Ghazali dalam kitab Fath al-Mu'in berpendapat bahwa salat sah bila dilakukan dengan khusyuk. Karena itu khusyu’ menjadi syarat keabsahan salat bagi imam. Andai yang dibenarkan Allah terkait dengan hadits yang menyatakan, “Sesungguhnya Allah tidak melihat wajahmu atau jasadmu, tetapi Allah melihat hatimu” adalah pendapat Imam al-Ghazali ini, adakah salat kita yang sah? Berapa banyak salat kita yang sah?

Dalam sebuah komunitas berjamaah, kebutuhan harus khusyu’ bagi masing-masing musholli dapat ditutupi oleh salah satu makmum yang bisa khusyu’. Bila semua makmum tidak ada yang khusyu’, maka kebutuhan khusyu’ semua jamaah dicukupi oleh imamnya. Karena tanggung jawab imam yang berat inilah dalam kitab Kifayah al-Atqiya’ dinyatakan bahwa bila seseorang mengimami orang yang lebih alim maka dia terlaknati. Seandainya imamnya ternyata juga tidak mampu menghadirkan kekhusyu’an, maka kebutuhan khusyu’ bagi seluruh jamaah itu dapat ditutupi oleh fadilah jamaah. Bertolak dari kenyataan ini, dapat kita nyatakan bahwa orang yang selalu salat berjamaah kemungkinan salatnya diterima lebih besar dibanding orang yang salat sendiri.

Berita media massa yang lalu tentang 19 TKI yang dihukum pancung mengejutkan kita. Bayangkan betapa berat usaha para TKI tersebut untuk mengais rezeki hingga harus pergi ke negeri orang. Semasa kita tidak mampu menahan emosi atas kekejaman budaya orang lain, kita melakukan sesuatu yang akhirnya berakibat pada ancaman nyawa kita sendiri.

Orang bepergian ke luar negeri untuk bekerja pasti atas promosi atau cerita orang lain tentang rezeki yang berlimpah. Kita percaya dan kita berangkat ke sana mengais rezeki. Seorang pegawai pemerintah pasti percaya akan jaminan pemerintah bahwa setiap awal bulan akan mendapat rezeki berupa gaji bulanan. Orang yang berpromosi kerja di luar negeri, aparat pemerintah yang menciptakan ketentuan gaji bulanan, mereka semua adalah manusia, makhluk ciptaan Allah. Kepada sesama ciptaan saja kita percaya, tetapi mengapa tidak percaya kepada yang mencipta?

Allah melalui lisan Rasulullah, junjungan kita, sudah menjamin orang-orang yang selalu menjaga jamaah tidak akan terkena kefakiran selamanya, baik faqir hati maupun faqir harta. Mereka yang selalu salat berjamaah diberi kemampuan oleh Allah untuk bersyukur atas nikmat yang diterima. Mereka yang tidak mampu bersyukur adalah orang yang faqir hatinya. Sudah memiliki harta cukup, ingin lebih dengan korupsi. Sudah memiliki isteri yang cantik, masih ingin mencari selingkuhan. Inilah cermin mereka yang faqir hati. Mereka yang selalu menjalani salat lima waktu secara berjamaah dengan kekuasaan Allah tidak akan kekurangan meski tidak kaya. Kalaupun tidak ada harta sedikit pun, maka sewaktu-waktu ada kebutuhan mendesak pasti Allah memberi solusinya.

Sebuah koran memberitakan bahwa para pengusaha atau penjaja seks mengaku menjadi pelopor pertama pemanfaatan teknologi informasi. Begitu ada internet, mereka mampu mencipta situs yang mudah dibeli dan diakses oleh orang di seluruh pelosok dunia. Begitu pula ketika dunia ponsel semakin canggih dengan kemampuan mengirim gambar, mereka menjual gambar atau video porno melalui, dapat dilihat, dan dinikmati dari ponsel. Sementara dakwah Islam tetap kembang kempis. Beberapa pesantren ada yang mulai merambah website, tetapi berapa yang mampu eksis? Kalau dunia kemaksiatan lebih canggih dari amar makruf, mampukah perilaku kita menjamin diri kita bebas dari siksa kubur? Kalaupun mampu terbebas dari siksa kubur, mampukah kita terbebas dari kesusahan dan teror hari kiamat? Mampu pulakah kita menjamin bahwa catatan amal akan kita terima dengan tangan kanan sebagai bukti amal kita diterima? Mampukah kita melampaui jembatan shirat sebagai jalan menuju surga?

Kalau kita selama ini tidak pernah mampu melalui itu semua, mengapa kita meninggalkan jamaah salat? Mengapa masa depan kita tidak kita usahakan dan pastikan dengan selalu berjamaah? Melihat jaminan Allah yang begitu hebat bagi kehidupan dunia dan akhirat, para kyai sepuh bahkan dalam menganjurkan berjamaah sampai berkata, “Kalau perlu membayar orang untuk membantu salat kita agar terhitung jamaah!” Berapapun harta yang kita keluarkan tidak akan sebanding dengan jaminan Allah yang begitu besar dan bernilai.

Ibn Majah meriwayatkan sebuah hadits:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ إِلاَّ مِنْ عُذْرٍ

Barangsiapa yang mendengar adzan tetapi ia tidak mendatangi salat (untuk berjamaah) maka ia tidak akan mendapat( kesempurnaan) salat kecuali jika ia udzur.
سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ رَجُلٍ يَصُومُ فِى النَّهَارِ وَ يَقُومُ اللَّيْلَ لاَيَشْهَدُ جُمْعَةً وَلاَ جَمَاعَةً, قَالَ فِى النَّار

Ibn Abbas ditanya tentang seseorang yang selalu berpuasa pada siang hari dan salat malam tetapi tidak menjalani salat Jumat dan tidak (pernah) berjamaah. Ibn Abbas berkata, "(Dia akan masuk) ke neraka."

Semestinya cukuplah hadits Rasulullah dan atsar sahabat di atas untuk memotivasi agar kita berjamaah bila kita mengaku muslim dan mukmin. Bila tidak, sepantasnyalah kita bertanya kepada diri kita sendiri adakah keislaman dan keimanan di dalam hati kita? Pantaskah kita disebut orang yang mendekat kepada Allah? Sudahkah kita benar-benar berpasrah kepada Allah? Masing-msing dari kita sendiri yang mampu menjawabnya!