Kamis, 18 September 2008

MATINYA ILMU EKONOMI


Bismillahirrohmaanirrohiim,
MATINYA ILMU EKONOMI (1)
Assalamualaikum Wr Wb
DARI :http://www.mail-archive.com/

supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya.
QS 59 : 7
"Bukan karena kedermawanan si tukang daging namun karena si tukang daging itu
mementingkan dirinya itulah maka kemakmuran bersama itu akan terjadi".
(salah satu pemikiran Adam Smith).

Tentu saja untuk membuktikan kesalahan teori tersebut amatlah mudah. Ciri
perekonomian yang berkeadilan adalah baik pembeli maupun penjual adalah
sama-sama untung. Bila si penjual daging itu lebih mementingkan dirinya
sendiri, maka akan timbullah ekses negatif sebab ia akan berusaha untuk
"mengalahkan" kepentingan orang lain. Inilah sebenarnya mengapa dalam
perkonomian kapitalisme tidak mencantumkan masalah moralitas sebagai sebuah
aspek penting. Makanya tidaklah mengherankan bila dalam iklan-iklan yang kita
jumpai di media massa, sangat jarang yang mengungkapkan kejujuran. Bahkan
sebab-musabab eksploitasi manusia dan alam juga disebabkan oleh pola pikir
seperti ini.

Surprise juga ketika membuka lemari buku saya menemukan dua buah buku yang
mirip cerita bergambar (cergam) tetapi isinya sangat ilmiah. Buku tersebut
adalah "The Death of Economics" karangan Prof. Paul Ormerod, dari cetakannya
tertulis pertama kali terbit tahun 1994 sedangkan dicetak di Indonesia tahun
1998. Ingatan penulis kembali ke masa silam, yup buku ini menjadi topik hangat
ketika hancurnya perekonomian Asia dalam waktu singkat, termasuk Indonesia.
Buku ini berisi kritikan terhadap berbagai teori ekonomi yang telah gagal
menjadikan umat manusia menjadi sejahtera dan berkeadilan. Allah sendiri
menantang manusia dalam QS Al Maidah tentang manakah yang lebih baik, apakah
hukum Ilahiah ataukah hukum manusia?

Namun yang menggelitik dalam buku tersebut, Ormerod sepertinya lupa bahwa
penyebab gagalnya teori ekonomi moderen (baca : kapitalisme) bukan masalah ilmu
ekonominya tetapi lebih kepada paradigma berpikir para ekonom klasik yang
bukunya menjadi rujukan utama mahasiswa ilmu ekonomi. Memang agak mengherankan,
jurusan ekonomi tetap menjadi jurusan favorit, tetapi ilmu ekonomi malah
dibilang mati. Paradigma itu adalah kapitalime yang mengutamakan kepentingan
pribadi ketimbang mengejar kemakmuran bersama.

Ormerod menyinggung landasan kapitalisme itu sebenarnya tidak bisa dilepaskan
dari persoalan moral. Katanya Adam Smith, selain menerbitkan buku The Wealth of
Nation juga menerbitkan buku The Theory of Moral Sentiments yang berisikan
ajakan untuk berperilaku sosial disamping mengutamakan ego pribadi (baca :
persaingan bebas). Setelah itu ada Invisible Hands (tangan tak terlihat) yang
akan mengatur perekonomian itu dengan sendirinya meskipun hal tersebut tidak
diatur negara. Sedangkan kata Ormerod, para ekonom klasik lebih berkutat pada
rumitnya matematika ekonomi yang tidak teruji secara empiris dan sederet teori
ekonomi yang tidak pernah terbukti secara empiris. Kepercayaan "invisible
hands" ini seolah sudah menjadi religi bagi penganut ekonomi orthodoks.

Kalau menurut saya, ajakan untuk mengutamakan kepentingan pribadi sekaligus
melakukan perbuatan sosial merupakan paradoks dan membingungkan dan memang
tidak akan bertemu. Rumus matematika ekonomi syariah memang sederhana:
Anggap A = Barang / Perbuatan Halal
B = Barang / Perbuatan Haram
Maka akan ada tiga opsi, A (Halal) + A (Halal) = A (Halal)
A (Halal) + B (Haram) = B (Haram)
B (Haram) + B (Haram) = B (Haram)

Kita bisa melihat bila sebuah kebaikan dicampur dengan nafsu kebatilan, maka
akan jatuh ke perbuatan syubhat alias meragukan. Dan sebaik-baiknya perkara
syubhat adalah ditinggalkan karena syubhat akan jatuh (condong) ke perbuatan
haram. Bahkan bila kita lebih condong mementingkan ego pribadi, akan
menghilangkan semangat persaudaraan dan kasih sayang. Berganti dengan semangat
permusuhan dan kezhaliman. Bahkan bisa jadi kesombongan rasisme tumbuh subur di
tengah-tengah situasi individualistis. Dalam ilmu ekonomi kapitalisme, peranan
psikologi dan sosiologi tidaklah mendapat porsi yang cukup. Bagaimana perasaan
orang yang tertindas, bagaimana menyelami orang-orang yang semakin
ter-marginalkan. Akibatnya bila semua itu membuncah, tidak mustahil akan
terjadi tragedi kemanusiaan yang memilukan. Akarnya berawal dari ketiadaan
keadilan yang sama dalam kehidupan ekonomi.

Dan dalam kehidupan nyata hal tersebut bisa dibuktikan, bahwa orang yang
mencintai kehidupan dunia pada umumnya akan sulit untuk diajak beramal sosial.
Kalaupun mereka melakukan kegiatan amal biasanya akan di-ekspos besar-besaran.
Meskipun yang dikeluarkan itu sangat tidak ada artinya ketimbang hartanya yang
berlimpah ruah. Katanya sih "No Free Lunch", jadi setiap uang yang dikeluarkan
tidaklah gratis, atau dengan kata lain harus memiliki timbal balik dalam bentuk
materi juga. Dengan begitu, hilanglah keikhlasan beramal dan berganti dengan
kekikiran dan ketamakan.

Mengutamakan kepentingan pribadi bukanlah perilaku yang baik, dan dalam Islam
bahkan perilaku tersebut dekat kepada kekufuran dan keserakahan.
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum
mereka , mereka 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka . Dan mereka
tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan
kepada mereka ; dan mereka mengutamakan (orang muhajirin), atas diri mereka
sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung
QS 59 : 9
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (muhajirin dan anshor), mereka
berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam
hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
QS 59 : 10

Ayat diatas bercerita tentang persaudaraan golongan Muhajirin dan Anshor,
dimana mereka diikat tali persaudaran yang membuat mereka hidup bahagia
berdampingan karena masing-masing lebih mengutamakan kepentingan saudaranya.
Indah bukan bila kehidupan ini diwarnai dengan persaudaraan dan kasih sayang.
Tiada saling mendengki dan berbuat egoistis. sebaliknya bila masing-masing
sudah mengutamakan manfaat ekonomi atas diri mereka masing-masing, maka bencana
kemanusiaan yang mengerikan menunggu di depan mata. Kita bisa melihat petaka
Perang Dunia I dan Perang Dunia II berawal dari persoalan ekonomi. Amerika
Serikat sendiri pernah mengalami pahitnya ekonomi kapitalisme ketika Great
Depression menghantam di tahun 1930-an yang menjalar kemana-mana yang
menyebabkan jutaan orang menjadi miskin seketika dan menjadi pemicu secara
tidak langsung Perang Dunia II.

Ciri khas kapitalisme yang tidak mungkin dibantah adalah gejala bubble ekonomi
dan terbagi duanya ekonomi menjadi dua sektor yaitu sektor keuangan dan sektor
riil. Ekonomi menggelembung dikuasai oleh sedikit orang / negara kemudian sifat
uang yang bisa diperdagangkan membuat orang lebih senang berspekulasi ketimbang
menaruhnya di sector riil yang menyerap tenaga kerja.
Karena sifatnya bubble akibatnya bila bubble-nya pecah, akibatnya semua orang
akan menanggung akibatnya. Bila pemerataan ekonomi terjadi, maka efek sakitnya
satu orang tidak akan berpengaruh banyak ke semua orang. Bayangkan bila suatu
usaha dikuasai dari hulu sampai ke hilir, kemudian dia mengalami kebangkrutan,
maka semua industri yang bergantung padanya juga akan bangkrut. Ketahanan
terhadap krisis akan mudah dicapai bila pemerataan terjadi. Dan inilah sumber
kelemahan ilmu ekonomi kapitalisme. Bila untung dikuasai sendiri, tetapi bila
rugi maka semua orang akan menanggung kerugiannya.

Disamping itu, Ormerod agaknya lupa bahwa Adam Smith meneliti sebab musabab
kenaikan pertumbuhan (growth) ekonomi eropa abad 15- 16, disamping kemajuan
ilmu pengetahuan juga banyak disebabkan faktor penjajahan dimana negara
penjajah menerapkan system perdagangan monopolistic yang menguntungkan negara
penjajah dan merugikan wilayah jajahan. Dan saat itu, perbudakan dan rasisme
merupakan hal yang legal dan merupakan sesuatu yang nampak nyata saat itu.

Dan karena memiliki paradigma "harus untung", maka perekonomian ribawi
mendapatkan legalitas dalam perekonomian kapitalisme.

Wallahu’alam bish showab,

Wassalamualaikum Wr Wb

Abu Fadhil

supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya.
QS 59 : 7
"Bukan karena kedermawanan si tukang daging namun karena si tukang daging itu
mementingkan dirinya itulah maka kemakmuran bersama itu akan terjadi".
(salah satu pemikiran Adam Smith).

Tentu saja untuk membuktikan kesalahan teori tersebut amatlah mudah. Ciri
perekonomian yang berkeadilan adalah baik pembeli maupun penjual adalah
sama-sama untung. Bila si penjual daging itu lebih mementingkan dirinya
sendiri, maka akan timbullah ekses negatif sebab ia akan berusaha untuk
"mengalahkan" kepentingan orang lain. Inilah sebenarnya mengapa dalam
perkonomian kapitalisme tidak mencantumkan masalah moralitas sebagai sebuah
aspek penting. Makanya tidaklah mengherankan bila dalam iklan-iklan yang kita
jumpai di media massa, sangat jarang yang mengungkapkan kejujuran. Bahkan
sebab-musabab eksploitasi manusia dan alam juga disebabkan oleh pola pikir
seperti ini.

Surprise juga ketika membuka lemari buku saya menemukan dua buah buku yang
mirip cerita bergambar (cergam) tetapi isinya sangat ilmiah. Buku tersebut
adalah "The Death of Economics" karangan Prof. Paul Ormerod, dari cetakannya
tertulis pertama kali terbit tahun 1994 sedangkan dicetak di Indonesia tahun
1998. Ingatan penulis kembali ke masa silam, yup buku ini menjadi topik hangat
ketika hancurnya perekonomian Asia dalam waktu singkat, termasuk Indonesia.
Buku ini berisi kritikan terhadap berbagai teori ekonomi yang telah gagal
menjadikan umat manusia menjadi sejahtera dan berkeadilan. Allah sendiri
menantang manusia dalam QS Al Maidah tentang manakah yang lebih baik, apakah
hukum Ilahiah ataukah hukum manusia?

Namun yang menggelitik dalam buku tersebut, Ormerod sepertinya lupa bahwa
penyebab gagalnya teori ekonomi moderen (baca : kapitalisme) bukan masalah ilmu
ekonominya tetapi lebih kepada paradigma berpikir para ekonom klasik yang
bukunya menjadi rujukan utama mahasiswa ilmu ekonomi. Memang agak mengherankan,
jurusan ekonomi tetap menjadi jurusan favorit, tetapi ilmu ekonomi malah
dibilang mati. Paradigma itu adalah kapitalime yang mengutamakan kepentingan
pribadi ketimbang mengejar kemakmuran bersama.

Ormerod menyinggung landasan kapitalisme itu sebenarnya tidak bisa dilepaskan
dari persoalan moral. Katanya Adam Smith, selain menerbitkan buku The Wealth of
Nation juga menerbitkan buku The Theory of Moral Sentiments yang berisikan
ajakan untuk berperilaku sosial disamping mengutamakan ego pribadi (baca :
persaingan bebas). Setelah itu ada Invisible Hands (tangan tak terlihat) yang
akan mengatur perekonomian itu dengan sendirinya meskipun hal tersebut tidak
diatur negara. Sedangkan kata Ormerod, para ekonom klasik lebih berkutat pada
rumitnya matematika ekonomi yang tidak teruji secara empiris dan sederet teori
ekonomi yang tidak pernah terbukti secara empiris. Kepercayaan "invisible
hands" ini seolah sudah menjadi religi bagi penganut ekonomi orthodoks.

Kalau menurut saya, ajakan untuk mengutamakan kepentingan pribadi sekaligus
melakukan perbuatan sosial merupakan paradoks dan membingungkan dan memang
tidak akan bertemu. Rumus matematika ekonomi syariah memang sederhana:
Anggap A = Barang / Perbuatan Halal
B = Barang / Perbuatan Haram
Maka akan ada tiga opsi, A (Halal) + A (Halal) = A (Halal)
A (Halal) + B (Haram) = B (Haram)
B (Haram) + B (Haram) = B (Haram)

Kita bisa melihat bila sebuah kebaikan dicampur dengan nafsu kebatilan, maka
akan jatuh ke perbuatan syubhat alias meragukan. Dan sebaik-baiknya perkara
syubhat adalah ditinggalkan karena syubhat akan jatuh (condong) ke perbuatan
haram. Bahkan bila kita lebih condong mementingkan ego pribadi, akan
menghilangkan semangat persaudaraan dan kasih sayang. Berganti dengan semangat
permusuhan dan kezhaliman. Bahkan bisa jadi kesombongan rasisme tumbuh subur di
tengah-tengah situasi individualistis. Dalam ilmu ekonomi kapitalisme, peranan
psikologi dan sosiologi tidaklah mendapat porsi yang cukup. Bagaimana perasaan
orang yang tertindas, bagaimana menyelami orang-orang yang semakin
ter-marginalkan. Akibatnya bila semua itu membuncah, tidak mustahil akan
terjadi tragedi kemanusiaan yang memilukan. Akarnya berawal dari ketiadaan
keadilan yang sama dalam kehidupan ekonomi.

Dan dalam kehidupan nyata hal tersebut bisa dibuktikan, bahwa orang yang
mencintai kehidupan dunia pada umumnya akan sulit untuk diajak beramal sosial.
Kalaupun mereka melakukan kegiatan amal biasanya akan di-ekspos besar-besaran.
Meskipun yang dikeluarkan itu sangat tidak ada artinya ketimbang hartanya yang
berlimpah ruah. Katanya sih "No Free Lunch", jadi setiap uang yang dikeluarkan
tidaklah gratis, atau dengan kata lain harus memiliki timbal balik dalam bentuk
materi juga. Dengan begitu, hilanglah keikhlasan beramal dan berganti dengan
kekikiran dan ketamakan.

Mengutamakan kepentingan pribadi bukanlah perilaku yang baik, dan dalam Islam
bahkan perilaku tersebut dekat kepada kekufuran dan keserakahan.
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum
mereka , mereka 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka . Dan mereka
tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan
kepada mereka ; dan mereka mengutamakan (orang muhajirin), atas diri mereka
sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung
QS 59 : 9
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (muhajirin dan anshor), mereka
berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam
hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
QS 59 : 10

Ayat diatas bercerita tentang persaudaraan golongan Muhajirin dan Anshor,
dimana mereka diikat tali persaudaran yang membuat mereka hidup bahagia
berdampingan karena masing-masing lebih mengutamakan kepentingan saudaranya.
Indah bukan bila kehidupan ini diwarnai dengan persaudaraan dan kasih sayang.
Tiada saling mendengki dan berbuat egoistis. sebaliknya bila masing-masing
sudah mengutamakan manfaat ekonomi atas diri mereka masing-masing, maka bencana
kemanusiaan yang mengerikan menunggu di depan mata. Kita bisa melihat petaka
Perang Dunia I dan Perang Dunia II berawal dari persoalan ekonomi. Amerika
Serikat sendiri pernah mengalami pahitnya ekonomi kapitalisme ketika Great
Depression menghantam di tahun 1930-an yang menjalar kemana-mana yang
menyebabkan jutaan orang menjadi miskin seketika dan menjadi pemicu secara
tidak langsung Perang Dunia II.

Ciri khas kapitalisme yang tidak mungkin dibantah adalah gejala bubble ekonomi
dan terbagi duanya ekonomi menjadi dua sektor yaitu sektor keuangan dan sektor
riil. Ekonomi menggelembung dikuasai oleh sedikit orang / negara kemudian sifat
uang yang bisa diperdagangkan membuat orang lebih senang berspekulasi ketimbang
menaruhnya di sector riil yang menyerap tenaga kerja.
Karena sifatnya bubble akibatnya bila bubble-nya pecah, akibatnya semua orang
akan menanggung akibatnya. Bila pemerataan ekonomi terjadi, maka efek sakitnya
satu orang tidak akan berpengaruh banyak ke semua orang. Bayangkan bila suatu
usaha dikuasai dari hulu sampai ke hilir, kemudian dia mengalami kebangkrutan,
maka semua industri yang bergantung padanya juga akan bangkrut. Ketahanan
terhadap krisis akan mudah dicapai bila pemerataan terjadi. Dan inilah sumber
kelemahan ilmu ekonomi kapitalisme. Bila untung dikuasai sendiri, tetapi bila
rugi maka semua orang akan menanggung kerugiannya.

Disamping itu, Ormerod agaknya lupa bahwa Adam Smith meneliti sebab musabab
kenaikan pertumbuhan (growth) ekonomi eropa abad 15- 16, disamping kemajuan
ilmu pengetahuan juga banyak disebabkan faktor penjajahan dimana negara
penjajah menerapkan system perdagangan monopolistic yang menguntungkan negara
penjajah dan merugikan wilayah jajahan. Dan saat itu, perbudakan dan rasisme
merupakan hal yang legal dan merupakan sesuatu yang nampak nyata saat itu.

Dan karena memiliki paradigma "harus untung", maka perekonomian ribawi
mendapatkan legalitas dalam perekonomian kapitalisme.

Wallahu’alam bish showab,

Wassalamualaikum Wr Wb

Abu Fadhil

Minggu, 14 September 2008

GOOD HEART

Hati Yang Baik Cetak halaman ini Kirim halaman ini ke teman via E-mail
Oleh: Dewan Asatidz

Suatu hari pada musim haji, Abdullah bin Mubarak yang sedang
melaksanakan ibadah haji di tanah suci tertidur di Masjidil Haram. Dalam
tidurnya beliau bermimpi bertemu dengan seorang malaikat yang
memberitahunya bahwa ibadah haji umat Islam tahun itu diterima Allah
hanya karena kebaikan seorang tukang sepatu. Sehabis itu Mubarak
terbangun. Betapa penasarannya beliau dengan mimpi itu dan betapa
penasarannya beliau dengan tukang sepatu yang diceritakan malaikat dalam
mimpinya itu. Apa gerangan yang dilakukan tukang sepatu itu sehingga
menyebabkan ibadah haji seluruh umat Islam tahun itu diterima Allah?
Beliau lalu mencari tahu siapa gerangan tukang sepatu itu dan dimana
tempatnya. Hingga akhirnya beliau berhasil menemui tukang sepatu dan
meminta cerita apa amalan yang dilakukannya sehingga mengantarkan
diterimanya ibadah haji seluurh umat Islam tahun itu? Lalu tukang sepatu
itu pun menceritakan ihwalnya, bahwa dia bersama isterinya selama 30
tahun berencana untuk naik haji. Selama itu tiap hari, minggu dan bulan
dia menabung dan mengumpulkan uang untuk biaya naik haji dari jasa
membuat dan memperbaiki sepatu.

Tahun ini tabungan hajinya bersama isteri sudah cukup dan dia berencana
untuk naik haji. Namun apa yang terjadi?

Suatu hari isterinya mencium bau harum masakan dari tetangganya. Karena
penasaran dengan harum masakan itu isteri tukang sepatu itu memberanikan
diri menghampiri tetangga dengan maksud ingin meminta sedikit masakan
sekedar ignin mencicipinya .

"Wahai tetangga yang baik, hari ini saya mencium harumnya masakanmu,
bolehkah saya mencicipi barang sedikit?" pinta isteri tukang sepatu itu
kepada tetangganya.

"Tuan puteri yang baik, masakan ini tidak halal bagimu", jawab tetangga.

"Mengapa tidak halal?" tanya isteri tukang sepatu itu dengan penasaran.

"Daging yang kami masak adalah bangkai yang kami temukan di jalan. Kami
tidak tega melihat anak-anak kami kelaparan. Kami sudah banting tulang
mencari makanan yang lebih baik, tapi kami tidak menemukannya. Akhirnya
hanya bangkai ini yang kami temukan, lalu kami masak biar anak-anak dan
keluarga kami tidak semakin menderita"

Mendengar cerita itu, isteri tukang sepatu itu sepontan pulang dan
menceritakannya kepada suaminya. Si tukang sepatu tanpa banyak bicara
segera membuka tabungan haji yang dikumpulkannya selama 30 tahun dan
dibawanya ke rumah tetangga. "Wahai tetangga yang baik, ambillah semua
uang ini untuk keperluan makan kamu dan keluargamu, ini lah haji kami",
kata tukang sepatu itu.

Perbuatan mulia tukang sepatu itulah yang dijadikan Allah sebagai
penyebab diterimanya amalan ibadah haji seluruh jamaah haji tahun itu.

****

Kisah di atas, menceritakan betapa hati yang mulia dan baik selalu
mendapatkan tempat yang mulia di mata Allah. Hati yang baik mengantarkan
kepada pemiliknya kepada perbuatan yang baik dan terpuji. Hati yang baik
mendatangkan pahala dan karunia Allah tidak hanya untuk si pemiliknya,
namun juga untuk seluruh umat manusia. Benarlah kata Rasulullah
"Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal darah, kalau itu baik, maka
baiklah seluruh anggota tubuh".

Hati yang baik bukanlah sekedar karunia dari Allah yang diberikan kepada
orang-orang tertentu saja, namun hati yang baik juga bisa didapatkan
dengan latihan dan pendidikan. Salah satu cara untuk mendapatkan hati
yang baik adalah dengan senantiasa membuka komunikasi hati dan Allah.
Allah adalah Dzat Yang Maha Baik, maka siapapun yang selalu
berkomunikasi kepdaNya akan mendapatkan pancaran kebaikan. Semoga kita
diberi karunia hati yang baik.

Minggu, 07 September 2008

BAHAGIA


Konsep Kebahagiaan Dalam Islam Cetak halaman ini Kirim halaman ini ke teman via E-mail
Oleh: Ustadz Abdul Latief
Kondisi senantiasa bahagia dalam situasi apa pun, inilah. yang senantiasa dikejar oleh manusia. Manusia ingin hidup bahagia. Hidup tenang, tenteram, damai, dan sejahtera. Sebagian orang mengejar kebahagiaan dengan bekerja keras untuk menghimpun harta. Dia menyangka bahwa pada harta yang berlimpah itu terdapat kebahagaiaan. Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta, pada kekuasaan. Beragam cara dia lakukan untuk merebut kekuasaan. Sehab menurtnya kekuasaan identik dengan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan sesrorang dapat berbuat banyak. Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan. Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan. Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan. Dan sangkaan-sangkaan lain.

Lantas apakah yang disebut"bahagia' (sa'adah/happiness)?

Selama ribuan tahun, para pemikir telah sibuk membincangkan tentang kebahagiaan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersitat kondisional. Kebahagiaan bersifat sangat temporal. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Maka. menurut pandangan ini tidak ada kebahagiaan yang abadi dalam jiwa manusia. Kebahagiaan itu sifatnya sesaat, tergantung kondisi eksternal manusia. Inilah gambaran kondisi kejiwaan masyarakat Barat sebagai: "Mereka senantiasa dalam keadaan mencari dan mengejar kebahagiaan, tanpa merasa puas dan menetap dalam suatu keadaan.

Islam menyatakan bahwa "Kesejahteraan' dan "kebahagiaan" itu bukan merujuk kepada sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani sifat basyari; dan bukan pula dia suatu keadaan hayali insan yang hanva dapat dinikmati dalam alam fikiran belaka.

Keselahteraan dan kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri akan hakikat terakhir yang mutlak yang dicari-cari itu — yakni: keyakinan akan Hak Ta'ala — dan penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah batinnya.'

Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan.



Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannva. Sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Apakah kamu tidak memahaminya?

Menurut al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai ma'rifatullah", telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali menyatakan:

"Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan nikmat, kesenangan dan kelezatannya mara rasa itu ialah menurut perasaan masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dan tubuh manusia.

Ada pun kelezatan hati ialah ma'rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia dapat herkenalan dengan seorang pajabat tinggi atau menteri; kegembiraan itu naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan yang lebih tinggi lagi misalnya raja atau presiden.

Maka tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia, sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab itu tidak ada ma'rifat yang lebih lezat daripada ma'rifatullah.

Ma'rifalullah adalah buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan. bahwa tiada Tuhan selain Allah" (Laa ilaaha illallah). Untuk itulah, untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya, dengan mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah.

Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomana alam semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri.

Disamping ayat-ayat kauniyah. Allah SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah, berupa wahyu verbal kepada utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Karena itu, dalam QS Ali Imran 18-19, disebutkan, bahwa orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang bersaksi bahwa "Tiada tuhan selain Allah", dan bersakssi bahwa "Sesungguhnya ad-Din dalam pandangan Allah SWT adalah Islam."

Inilah yang disebut ilmu yang mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan. Setiap lembaga pendidikan. khususnya lembaga pendidikan Islam. harus mampu mengantarkan sivitas akademika-nya menuju kepada tangga kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Kebahagiaan yang sejati adalah yang terkait antara dunia dan akhirat.

Kriteria inilah yang harusnya dijadikan indikator utama, apakah suatu program pendidikan (ta'dib) berhasil atau tidak. Keberhasilan pendidikan dalam Islam bukan diukur dari berapa mahalnya uang hayaran sekolah; berapa banyak yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri dan sebagainya. Tetapi apakah pendidikan itu mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab yang mengenal Tuhannya dan beribadah kepada Penciptanya.

Manusia-manusia yang berilmu seperti inilah yang hidupnya hahagia dalam keimanan dan keyakinan: yang hidupnya tidak terombang-ambing oleh keadaan. Dalam kondisi apa pun hidupnya bahagia, karena dia mengenal Allah, ridha dengan keputusanNya dan berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang diturunkan melalui utusan-Nya.

Karena itu kita paham, betapa berbahayanya paham relativisme kebenaran yang ditaburkan oleh kaum liberal. Sebab, paham ini menggerus keyakinan seseorang akan kebenaran. Keyakinan dan iman adalah harta yang sangat mahal dalam hidup. Dengan keyakinan itulah, kata Igbal, seorang Ibrahim a.s. rela menceburkan dirinya ke dalam api. Penyair besar Pakistan ini lalu bertutur hilangnya keyakinan dalam diri seseorang. lebih buruk dari suatu perbudakan.

Sebagai orang Muslim, kita tentu mendambakan hidup bahagia semacarn itu; hidup dalam keyakinan: mulai dengan mengenal Allah dan ridha, menerima keputusan-keputusan-Nva, serta ikhlas menjalankan aturan-aturan-Nya. Kita mendambakan diri kita merasa bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain, dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar ma'ruf nahi munkar.

Dalam kondisi apa pun. maka "senangkanlah hatimu!" Jangan pernah bersedih.

"Kalau engkau kaya. senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan yang sulit-sulit melalui hartamu.

"Dan jika engkau fakir miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang sering menimpa orang-orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepadamu lagi, lantaran kemiskinanmu..."

"Kalau engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacimu..."

Mudah-mudahan. Allah mengaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Amin.

Ramadhan bulan Taubat


Oleh Ihsan Tandjung

Ramadhan merupakan bulan yang mengandung peluang emas untuk bertaubat kepada Allah ta’aala. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam berpuasa di bulan ini, maka Allah ta’aala akan mengampuni segenap dosanya sehingga ia diumpamakan bagai berada di saat hari ia dilahirkan ibunya. Setiap bayi yang baru lahir dalam ajaran Islam dipandang sebagai suci, murni tanpa dosa.

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَمَضَانَ
شَهْرٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صِيَامَهُ وَإِنِّي سَنَنْتُ لِلْمُسْلِمِينَ قِيَامَهُ
فَمَنْ صَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ الذُّنُوبِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Bersabda Rasululah shollallahu ’alaih wa sallam, "Sesungguhnya Ramadhan adalah bulan di mana Allah ta’aala wajibkan berpuasa dan aku sunnahkan kaum muslimin menegakkan (sholat malam). Barangsiapa berpuasa dengan iman dan dan mengharap ke-Ridhaan Allah ta’aala, maka dosanya keluar seperti hari ibunya melahirkannya." (HR Ahmad 1596)

Subhanallah…! Wahai para pemburu ampunan Allah ta’aala. Marilah kita manfaatkan kesempatan emas ini untuk bertaubat. Sebab tidak ada seorangpun di antara manusia yang bebas dari dosa dan kesalahan. Setiap hari ada saja dosa dan kesalahan yang dikerjakan, baik sadar maupun tidak. Alangkah baiknya di bulan pengampunan ini, kita semua berburu ampunan Allah ta’aala.

يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ

“Wahai hamba-hambaKu! Setiap siang dan malam kalian senantiasa berbuat salah, namun Aku mengampuni semua dosa. Karena itu, mohonlah ampunanKu agar Aku mengampuni kalian.” (Hadits Qudsi Riwayat Muslim 4674)

Marilah kita ikuti contoh teladan kita, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Beliau dikabarkan tidak kurang dalam sehari semalam mengucapkan kalimat istighfar seratus kali. Padahal beliau telah dijanjikan oleh Allah akan dihapuskan segenap dosanya yang lalu maupun yang akan datang. Bahkan dalam satu riwayat beliau dikabarkan dalam sekali duduk bersama majelis para sahabat beristighfar seratus kali. Masya Allah...!

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ مَرَّةٍ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Sesungguhnya kami benar-benar menghitung dzikir Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam dalam satu kali majelis (pertemuan), beliau mengucapkan 100 kali (istighfar dalam majelis): “Ya rabbku, ampunilah aku, terimalah taubatku, sesungguhnya Engkaulah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (HR Abu Dawud 1295)

Ibadah puasa Ramadhan ditujukan untuk membentuk muttaqin (orang bertaqwa). Sedangkan di antara karakter orang bertaqwa ialah sibuk bersegera memburu ampunan Allah ta'aala dan surga seluas langit dan bumi.

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali Imran ayat 133)

Dalam kitabnya “Yakinlah, Dosa Pasti Diampuni”, ‘Aidh Al-Qarni menulis mengenai pentingnya bertaubat sebagai berikut:

”Saya serukan kepada setiap insan untuk bergegas menuju pelataran Tuhan pemilik langit dan bumi. Dialah Allah ta’aala yang rahmat-Nya lebih luas dari segala sesuatu, dan pintu ampunan-Nya senantiasa terbuka dari segala penjuru. Anda semua harus tahu bahwa suara yang paling merdu adalah suara orang yang kembali kepada Allah ta’aala, orang yang membebaskan diri dari penghambaan terhadap setan serta mengarahkan semua anggota tubuhnya menuju kepada Allah ta’aala semata. Melalui risalah ini, mari kita kenali cara kembali dan bertobat kepada Allah ta’aala dari segala dosa dan maksiat.”

”Manusia hanya memiliki satu umur. Jika disia-siakan, maka dia akan rugi besar, baik di dunia maupun di akhirat. Pintu taubat selalu terbuka, anugerah Allah ta’aala selalu dicurahkan, dan kebaikan-Nya senantiasa mengalir, pagi dan siang.”

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ قَالَ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِيَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَمَنْ قَالَهَا مِنْ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ

Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda bahwa penghulu istighfar ialah ucapan seorang hamba: “Ya Allah, Engkaulah rabbku. Tidak ada ilah selain Engkau. Engkau telah menciptkanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku senantiasa berada dalam perjanjian dengan-Mu (bersaksi dengan tauhid) dan janji terhadap-Mu selama aku mampu. Aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan yang telah aku perbuat. Aku mengakui nikmat-Mu terhadapku. Aku mengakui dosaku. Maka ampunilah aku karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa melainkan Engkau.” Siapa yang mengucapkannya dengan yakin di siang hari, lalu ia meninggal hari itu sebelum sore hari, maka dia termasuk penduduk surga. Dan siapa saja yang mengucapkannya dengan yakin di malam hari, lalu dia meninggal sebelum subuh, maka dia termasuk penghuni surga.” (HR Bukhary 5831)

Apabila anda mempunyai saran atau kritik untuk rubrik atau artikel ini, silahkan kirimkan melalui email kepada penulis di ican_ipin@eramuslim.com