SEMANGAT BERBAGI BUKAN MENGGEROGOTI
Renungan : Eko Bayu Aji
Sudah sekian lama kita dikenal sebagai negara muslim terbesar di dunia, ada teman yang nakal mengartikan besar jumlah orangnya aja bukan besar karya dan perannya. Apa itu benar??
Kita teliti lagi bahwa peran kita di dunia Muslim belum banyak didengar seperti negara kaya di Arabia sana atau di timur tengah sana, kita masih repot berbenah. Jadi contoh model Demokrasi, Ekonomi Kerakyatan, atau Hak Azasi, penegakan Hukum, dan lain - lain. Semua itu ada harganya gak gratis, kita harus juga acungi apresiasi bagi perjuangan ide-ide mereka. Tapi mana ide yang membuat kita tegak, bangga, dan harga diri sejajar dengan teman sepermainan waktu kecil seperti Singapura, Thailand, Vietnam, Australia, serba kita harus berbenah gak ada kata menyerah. Apalagi mau jadi model negara muslim dunia masih perlu waktu,kita terlalu lama dan terlalu banyak santai, malas, menggantungkan orang lain, kesukuan,pilih2 teman, ayo hilangkan perbedaan. Kita Sama makhluk Tuhan yang ada di dunia ini wajib bagi umat muslim khususnya berbuat kebaikan pada siapa saja kita jadikan ini model peradaban manusia Indonesia.
Semangat menggerogoti ada dimana mana, ga usah bilang korupsi uang dulu... liat kita telah membuang banyak waktu untuk saling menyalahkan, santai,malas belajar, dan tidak mau mentransfer teknologi negara lain akhirnya yang kaya yang 'berkuasa' dan yang miskin yang 'tidak berkuasa' setelah yang 'tidak berkuasa' memerintah juga mental belum di up grade berulang terus lupa lupa..apa yang harus diprioritaskan kelupaan. Jadi Sarjana lupa tugasnya,jadi Magister mana karyanya, jadi Profesor mana karya nyatanya buat masyarakat? atau ada yang buntu ini? gimana solusinya? apa dengan debat di TV,koran,radio? Rakyat butuh kerja,anak perlu sekolah, orang sakit butuh obat, negara butuh dana buat rakyat, orang pintar butuh fasilitas untuk penelitian, semua punya kebutuhan..jadi ayo minimal jangan jadi penyebab kebuntuan karena "Visi menjadi manusia Bermanfaat" itu nasehat Nabi SAW yang mudah diucapkan tapi perlu kesabaran dan kekuatan untuk menjalankan.
Semangant berbagi juga diukur dari seberapa derma kita atau sedekah kita pada kaum yang kurang 'beruntung'.. sebenarnya banyak potensi otak manusia Indonesia yang unggul dan cerdas2. Cuman mental atau akses perlu kita buka lebar dan semua secara bersama-sama bekerja sama jangan salahkan negara aja kalo susah tapi kelakuan kitalah yang bikin tumpukan tabungan kesulitan semua orang...
Jangan-jangan penulis juga bagian dari kemalasan???atau agen kemalasan??
Cuma dari diri sendiri saya cuma bisa menghimbau sudah kah saya baik??
Penulis melanjutkan minum seteguk kopi hangat sambil berucap " Segala Puji Bagi MU" Hamba berserah dan berusaha"
Semoga kita terus maju dan jadi pencerah sekitar kita. Amien
Rabu, 28 Januari 2009
Inspirasi
MENCINTAI ORANG LAIN
Mencintai orang lain
By Republika Newsroom
Rabu, 28 Januari 2009 pukul 10:57:00
Jauhilah yang haram, niscaya kamu menjadi ahli ibadah. Relalah dengan rezeki Allah kepadamu, niscaya kamu menjadi yang terkaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu, niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai untuk dirimu, niscaya kamu tergolong muslim. Nabi Muhammad SAW
Kyai Alhamdulillah (begitulah julukan beliau) di dusun sunyi di kota Rembang, Jawa Tengah, di tengah pesantrennya, begitu dahsyat mencintai orang lain. Beliau menurunkan peraturan: siapa pun yang bertamu di rumahnya, dilarang keras untuk pulang sebelum makan terlebih dulu. Maka, tamu-tamu yang datang itu, biar pun berjumlah lima belas orang, semuanya dijamu dengan hidangan yang setaraf dengan suguhan orang kota. Subhanallah. Begitu tekun ia mempraktekkan sunnah Rasul, bahkan dengan daya tafsir yang begitu indah. Tiga hal yang elok telah beliau tunjukkan: mencintai orang lain, kedermawanan, dan kearifan.
Bertolak belakang dengan gejolak masyarakat yang berangkat ke arah sebaliknya, sang Kyai telah menjungkirbalikkan sisi gelap norma-norma yang telah menghantui kehidupan. Inilah zaman di mana di negeri kita pemujaan kepada materi sudah mencapai taraf yang tak dapat dibayangkan oleh akal sehat. Sudah tidak penting lagi apakah kekayaan yang didapat itu penuh bergelimang dengan keringat, airmata, dan darah orang lain. Sudah tak peduli kerakusan itu dapat menggoyahkan keutuhan berbangsa dan bernegara. Lalu muncul sang Kyai, dan banyak lagi kyai yang lain yang berteberan di dusun-dusun, yang diam, tekun, dan menjalankan syariah agama dengan kesungguhan seorang cendekiawan.
Mencintai orang lain, mendahulukan kepentingan orang lain, tanpa pamrih, tanpa sogokan, merupakan ''binatang langka'' untuk kurun waktu yang sedang kita hidupi sekarang ini. Di pusat-pusat pemerintahan, orang seperti Pak Kyai ini seharusnya memegang tampuk pimpinan, pengambil kebijakan dan keputusan bagi kepentingan orang banyak, tanpa pandang bulu. Memang, hal itu butuh keyakinan, keberanian, dan belas kasih, tanpa mengharap imbalan jasa. - ah
Jumat, 02 Januari 2009
TENANG ..Pasti..Ada solusinya
Tenang....., Pasti ada solusinya..."
oleh: Nurcahyo
Tenang dan Iman adalah rahmat
Setiap manusia yang hidup didunia, tidak pernah bisa menghindar dari sesuatu yang kita sebut sebagai masalah/problema/persoalan. Karena setiap mahluk yang berpikir, akan selalu merasa ada yang harus diprioritaskan untuk disikapi. Karenanya itu, keimanan sangat diperlukan dalam diri individu. Jika saja umat manusia tidak diberi iman (keyakinan) oleh Allah Swt, akan banyak sekali orang yang bunuh diri sebelum menghadapi persoalannya, akan banyak sekali orang orang yang berbenturan, akan kacau dunia ini tanpanya.. Iman.. yang secara fitrah dimiliki oleh setiap insan.
Individu yang memelihara imannya dengan baik, insyaAllah akan memiliki sikap tenang yang baik, akan terlihat secara lahir (perilaku) dan terasa didalam batin. Seperti halnya Rasululloh Saw, seorang manusia yang diberi rahmat ketenangan batin yang kuat oleh Allah Swt, karenanya itu jika kita ingat kembali kisah kisah Rasulullah Saw dan para sahabatnya, jelas sekali diterangkan bahwa para sahabat Rasul merasa tenang jika berada didekat beliau. Ternyata sikap tenang itu dapat memvibrasikan ketenangan pula kepada lingkungan sekitar. Karena orang yang tenang, yakin bahwa setiap persoalan yang menghadangnya, Allah Swt senantiasa menuntunnya.
Akan tetapi, ketika manusia sudah buntu dengan jalan pikirannya, sudah kusut dengan perasaannya, bagaimana mencari solusi untuk menghadapi permasalahannya, hanya ada 2 pilihan yang dapat dilakukan, yaitu ingat kepada Allah swt dan berusaha mendekatkan diri padaNya atau memilih jalan yang tidak diridhoi oleh Allah Swt dan terjebak dalam lingkaran setan... (Na’udzubillah..).
‘Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya..’ (QS_2 : 286), Bahwa Allah Swt melimpahkan rahmat kepada seluruh mahluk diseluruh alam raya ini, termasuk perasaan tenang dan solusi (petunjuk). Subhanallah.. Begitu luasnya rahmat Allah Swt pada kita. Jika saja setiap individu meyakini ayat ini, insyaAllah.. kita tidak akan mendapati banyak orang yang membunuh dirinya sendiri atau bahkan orang lain, tidak akan banyak orang yang terkena stress karena keadaan ekonomi. Ketika penulis mendengar ada seorang ibu yang membunuh kedua anaknya yang masih balita karena kondisi ekonomi keluarganya yang terpuruk, Astaghfirullah.. Tambah lagi pembelajaran kehidupan bagi penulis, agar kita senantiasa mendoakan ibu itu dan juga Negara Indonesia agar perekonomian bangsa kita kembali stabil. Dan kita sebagai ummat muslim, disarankan untuk saling membantu, padahal jika merujuk kembali kepada konsep sedekah dalam islam seperti halnya infak dan zakat mal, tentunya kecemburuan sosial ekonomi, kemiskinan, kebodohan tidak akan se-merajalela sekarang ini.
Saling mengingatkan untuk kebenaran dan kesabaran
Bumi kita saat ini sudah semakin tidak stabil, tidak seimbang disebabkan oleh keberadaan insan yang cenderung menyikapi permasalahannya dengan menyakiti mahluk/individu lain. Bahkan alam pun terkena dampak perilaku ke-tidakseimbang-an ini, mulai dari penebangan hutan yang berlebihan, eksplorasi sumber daya alam yang tidak sesuai aturan. Mungkin, tanpa disadari, kitapun sering melakukan hal ini, walaupun baru kecil kecilan, tidak terkecuali penulis. Memang bukan suatu kesalahan jika kita memanfaatkan mahluk ataupun alam sebagai salah satu alternative solusi hidup yang positif, asal tidak dengan kadar yang berlebihan. Karena sesuatu yang berlebihan akan merusak keseimbangan. Indikasi perilaku tidak seimbang adalah ketika keinginan keinginan pribadi individu ataupun organisasi cenderung menghalalkan segala cara, cenderung tidak memikirkan kepentingan orang lain, cenderung menyakiti lingkungan sekitar, oleh karena itu, jika kita kaitkan dengan salah satu ayat Al-Qur’an dalam QS. Al-Ashr bahwa setiap muslim seharusnya bisa saling mengingatkan tentang berbuat kebenaran dan berbuat sabar. Sangat damai jika kemasan ‘mengingatkan’ yang disampaikan-pun sesuai tuntunan islam, yaitu dengan bahasa santun dan perilaku yang menenangkan.
Kisah Nabi Musa dan doanya
Sebuah kisah yang diambil dari QS_20 ayat 25-28, ketika Nabi Musa AS menghadapi Fir’aun dan para pengikutnya untuk menyerukan Tauhid dan berbuat Keadilan, Nabi Musa AS yakin dan bertawakal pada Allah Swt agar beliau dijauhkan dari rasa takut dan gugup.. beliau berdo’a. ‘Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah segala urusanku, lepaskanlah halangan dari lidahku, agar mereka dapat memahami ucapanku’. Tenang.. doa ini membuat dia tenang.. kedekatannya kepada Allah SWT membuat hati, pikiran dan perilakunya sangat tenang, karena dia sangat yakin bahwa Allah dengan ke-Maha Besarannya akan membimbing dan mempermudah jalannya menuju situasi yang lebih baik dari kemungkinan kemungkinan buruk yang diduga.
Tenang memunculkan potensi
Sikap tenang dapat memunculkan potensi yang dimiliki oleh setiap individu, petunjuk dari Allah Swt pun akan lebih mudah hadir. Ada cerita menarik, ketika seseorang diuji dengan proses ketenangan yang berkaitan dengan potensi intuisi yang dimilikinya. Adalah seorang mahasiswa salah satu universitas terkemuka di yogyakarta yang baru saja selesai mengenyam pendidikan Sarjana Hukumnya di daerah itu. Orang tua kandungnya bertempat tinggal di Jakarta. Mahasiswa itupun harus memilih tempat apakah di Yogya ataukah di Jakarta untuk meneruskan studi masternya. Singkat cerita, akhirnya dia berencana untuk meneruskannya di yogya saja, karena sudah kadung cinta dengan daerah istimewa ini. Dalam perjalanannya di yogyakarta, tiba tiba hati kecilnya menggerakkannya harus kembali ke Jakarta, dan dia tidak mengerti mengapa demikian (tidak sesuai rencana). Dalam setiap langkah hidupnya dia selalu merasa ada yang membimbingnya. Intuisi / instingnya mengarahkan dia harus ke Jakarta. Dengan sikap tenang dan perasaan yakin, dia tidak memikirkan apa yang harus dilakukannya setelah sampai di Jakarta. Beberapa minggu kemudian setelah sampai Jakarta, dia bertemu dan diajak oleh temannya untuk menemaninya mendaftar ujian PNS, diapun disarankan oleh temannya untuk mendaftarkan diri juga. Lucunya, sebenarnya dia tidak ingin menjadi PNS, karena menghargai temannya akhirnya dia ikutan. Tetapi tidak pernah diduga sebelumnya, akhirnya dia lolos seleksi.. Alhamdulillah.. dan master hukumnya-pun diteruskan dengan biaya dari kantornya. Subhanallah.. Padahal dia tidak pernah mengetahui apa yang akan didapatkannya dengan mengambil sikap demikian.. Wallahu ‘alam.. Ternyata Allah Swt lebih mengetahui yang terbaik buat dia. Sikap tenang merupakan tahapan awal dalam mencapai solusi permasalahan.
Tips menyikapi permasalahan dengan 5T :
I. Tenang
* Allah sangat dekat dengan hambanya yang tenang
* Dengan tenang, pikiran akan lebih jernih dan akan lebih mudah untuk memanajemen emosi
* Menarik nafas dalam dalam ketika marah dapat membantu mencairkan ego
Tips menenangkan diri dengan relaksasi spontan :
a. Posisi duduk dikursi
b. Punggung tidak bersandar kekursi, sikap duduk tidak perlu di tegak tegakkan atau dibungkuk bungkukkan, rileks saja
c. Telapak kaki menyentuh lantai (alas kaki lebih baik dibuka)
d. Kedua tangan diletakkan diatas paha
e. Cari posisi yang menurut anda paling nyaman dengan cara menggerakan sedikit dari bagian bagian tubuh anda
f. Pejamkan mata, fokuskan pikiran anda pada dada anda
g. Sambil menarik nafas melalui hidung, kerutkan telapak kaki, pantat, telapak tangan, dan wajah anda sampai optimal (note : ketika menarik nafas, bayangkan kecemasan anda)
h. Tanpa menahan nafas, langsung keluarkan nafas melalui mulut dengan spontan dan cepat.. kaki, tangan, pantat, wajah kembali keposisi semula
i. Kendurkan seluruh otot bagian tubuh anda
j. Ulangi tahapan ini dari ‘e’ sampai dengan ‘i’
k. Lakukan sampai 3x
Islam menganjurkan kepada kita, disaat memiliki problema, dekatilah Dzat yang Maha Pemberi Petunjuk dengan membaca dan mengamalkan Asmaul Husna atau mengkaji AlQur’an.. InsyaAllah jalan menuju kebahagiaan akan terbuka lapang.
II. Tekun
Menekuni niat awal (istiqamah).
Mencapai konsisten memang tidak mudah, selama manusia hidup didunia, kita diberikan kesempatan seluas luasnya oleh Allah Swt untuk menabung pahala didunia bakal bekal di akhirat.
Bioritme setiap orang mengalami fluktuatif setiap waktunya, karenanya itu kita sering merasakan mood nyaman dan tidak nyaman, adalah manusiawi jika diliputi hal demikian. Konsisten adalah bentuk dari sikap disiplin dan kedisiplinan merupakan salah satu bentuk dari sikap tanggung jawab. Sebagai khalifah yang mengemban amanah Allah Swt, ada baiknya kita melakukan sikap ini. Ketika mood sedang turun, sangat dianjurkan bagi setiap muslim untuk recharge jiwa dengan mengikuti pengajian, silaturahmi untuk saling mengingatkan hal hal positif, membaca buku tentang ajaran islam, mengkaji Al-Qur’an, terus meng-update wawasan dan pengetahuan tentang pedoman pedoman hidup cara islam.
III. Teliti
Teliti terhadap perbaikan diri sendiri. Berikan kesempatan pada diri kita untuk mengevaluasi diri, kelemahan apa yang harus diperbaiki, apa yang membuat orang lain kecewa pada kita sebagai insan yang tidak sempurna. Kita sadar bahwa tidak ada manusia yang sempurna, tetapi bukan berarti tidak memperbaiki diri, sebagai hamba Allah yang ingin menempati tempat yang mulia, proses perbaikan diri ini mutlak diperlukan, tetapi bukan berarti pula kita harus selalu mengikuti isi kepala orang lain (keinginan). Teliti adalah sikap memeriksa untuk mendapatkan hasil terbaik. Setiap individu berhak memberikan pandangan kepada kita, tetapi sebagai mahluk yang dikaruniai kemampuan untuk berpikir, kita juga diberikan kesempatan untuk memilih pandangan mana yang sesuai dengan kemampuan kita, yang sekiranya tidak akan banyak orang yang akan kecewa dengan hasil dari keputusan kita yang pada akhirnya menjadikan ‘itu’ sebagai solusi untuk mensejahterakan orang banyak.
IV. Tanggulangi
* Hadapi permasalahan anda dengan berpikir positif dan yakin bahwa anda diberi kemampuan oleh Allah Swt untuk dapat menyelesaikannya
* Hadapi persoalan anda dengan orang dan waktu yang tepat. Orang yang tepat adalah pihak yang terkait dengan persoalan yang anda hadapi. Waktu yang tepat adalah suatu masa dimana anda sudah sampai pada tahapan tenang, tekun dan teliti.
* Jangan menunda dan menghindari persoalan, karena persoalan tidak akan pernah selesai sampai anda menyelesaikannya.
V. Tawakal
* Yakin bahwa Allah Swt menuntun jalan hidup kita
* Menyerahkan hasilnya kepada Allah Swt
* Merupakan tahapan inti dari seluruh tahapan, manusia menjalankan proses dan berusaha dengan totalitas, Allah Swt-lah yang menentukan yang terbaik untuk hambanya.
UMUR KITA BUAT APA?
Umur Kita Buat Apa?
kh.wafiudin
Di sebuah siang, selesai shalat dzuhur penulis buka-buka Al-Qur’an. Tiba-tiba mata penulis tertuju pada sebuah ayat dalam surat Al-Anbiya (21). Ayat pertama dalam surat itu sangat menarik perhatian penulis. Berulang-ulang ayat itu penulis baca.
"Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya)." (QS Al Anbiya’: 1)
Bahwa semakin dekat kepada manusia, saat-saat perhitungan untuk mereka, tapikarena bodohnya, karena lalainya, mereka lalu mengabaikan semua itu. Hal ini mengandung makna perjalanan waktu terus berputar. Waktu makin dekat dan akan datang saatnya kita menghadapi perhitungan-perhitungan atas segala perbuatan di dunia, namun kita sering lalai. Karena bodohnya kita atau karena sibuknya kita.
Manusia adalah mahluk serba bisa, bisa bertindak apa saja. Manusia bisa menggali gunung yang di dalamnya banyak tanah, pasir dan bebatuan, tidak hanya yang kecil bahkan yang besar-besar. Manusia mampu menyelam ke dalam lautan yang sangat dalam sekalipun. Manusia mampu menjelajah ruang angkasa. Manusia mampu menciptakan kabel yang sangat tipis namun bisa dilalui oleh informasi yang sangat banyak, dengan fiber optik manusia bisa membuat jaringan komunikasi, mendekatkan jarak yang saling berjauhan di dunia, dengan teknologi internet.
Nah, segala macam kehebatan sainsdan teknologi itu memperkokoh keyakinan pada diri kita bahwa manusiadapat melakukan segala-galanya. Kemudian muncul sebuah pertanyaan dalam benak penulis,kalau memang manusia bisa mengatasi semua masalahnya, suatu saat nanti,maka keyakinan akan keberadaan Tuhan bisa saja semakin hari semakin tipis.Kemudian manusia semakin punya harapan bahwa kehidupan itu bisa lebih dinikmati dengan semakin panjang karena segala-galanya bisa diciptakan. Kesan-kesan seperti itu muncul manakala kita menyadari keberadaan yang kolektif bersama manusia lain. Ketika kita sadar, kita hidup bersama manusia lain. Saling memberi, saling memberikan manfaat, saling memberikan sumbangan-sumbangan, maka seakan-akan muncul kekuatan itu, kepercayaan diri.
Tetapi seringkali kita lupa bahwa kita juga makhluk individual yang Allah mematikan manusia dengan konsep-konsep yang tidak kolektif. Setiap manusia menghadap Allah secara individu. Hubungan manusia dengan Allah bersifat individual yang tercermin pada Surat Al Baqarah ayat 286:
"…Lahaa Maa Kasabat Wa ‘alayhaa mak tasabat…" artinya: …seseorang mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…
Termasuk di dalamnya peristiwa kematian. Ia bersifat individual dan tidak bisa dicegah secara kolektif. Biasanya apabila manusia menghadapi kematiannya, ia akan sangat egois. Perhatikan kisah-kisah kapal laut yang karam, pada beberapa peristiwa kecelakaan kapal laut, para penumpangnya lebih menyelamatkan dirinya sendiri, meski di sampingnya ada anggota keluarga terdekat. Seorang ayah, secara sadar atau tidak, melepas anaknya. Suami istri saling melepas pasangannya ketika diamuk gelombang dan disaat mulai tenggelam.
Perhatikan juga Al Qur’an Surat ‘Abasa (80) ayat 33-37:
“Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua) (33) pada hari ketika manusia lari dari saudara-saudaranya (34) dari ibu dan bapaknya (35) dari istri dan anak-anaknya (36) Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya (37)”
Dengan kemajuan teknologi, manusia akhirnya berasumsi kiamat rasanya masih panjang, karena segala macam problem-problem alam, bencana-bencana alam, masih bisa diatasi oleh manusia secara kolektif. Tetapi lain halnya dengan kematian. Ia tidak bisa dihindari secara kolektif maupun individual. Ia kapan saja bisa datang, sehingga wajar orang bilang kematian adalah kiamat kecil.
Jika kita renungkan, semakin hari kiamat kecil semakin dekat dengan kita. Usia kita, meski secara urut baris selalu bertambah, tetapi ternyata semakin mendekati azal, sementara kita tidak sadar apa yang sudah kita perbuat dalam hidup ini.
Allah Swt berfirman dalam surat Al Hasyr (59): 18
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…"
Lagi-lagi itu tadi; “Iqtaraba linnas” artinya telah semakin dekat bagi manusia saat-saat evaluasi untuk dirinya, saat-saat perhitungan untuk dirinya. Namun kebanyakan manusia terlena dalam kelalaiannya sehingga mengingkari keberadaan mati dan kiamat itu. Secara kolektif mungkin masih berpikiran kiamat ‘masih panjang’ tetapi secara individual tidak lama lagi kita akan mati. Apabila pada setiap pertambahan tahun terjadi pengurangan jatah kehidupan. Sedangkan Allah membatasi usia hingga umur 40 tahun, sekarang 39 tahun, maka sisa satu tahun lagi. Betapa singkat waktu tersisa bagi kita. Rugilah kita apabila hidup tidak diisi dengan iman dan amal shaleh.
Berbicara masalah waktu ada beberapa hal yang berhubungan dengan waktu, antara lain:
* Waktu adalah sesuatu yang unrenewable, sesuatu yang tidak bisa diperbaharui,
* Waktu adalah sesuatu yang unsubstituted, sesuatu yang tidak bisa diganti,
* Waktu adalah sesuatu yang unrecycled, sesuatu yang tidak bisa diulang.
Untuk memahaminya kita ambil permisalan salah satu sumber daya alam kita, minyak bumi. Minyak merupakan sumber daya alam yang terpendam didalam bumi. Fosil-fosil yang ratusan ribu mungkin jutaan tahun terpendam di dalam bumi mendapat tekanan dan temperatur tinggi berubah menjadi minyak. Tetapi ketika minyak sudah disedot keluar dan dibakar, orang tidak bisa memperbaharui, tidak bisa menanam bibit minyak lagi, dia sumber daya alam yang unrenewable, yang tidak bisa diperbaharui. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan, contoh pohon padi, setelah selesai dipanen, kita bisa cari bibitnya, benihnya. Lalu kita tanami kembali. Pohon padi adalah sesuatu yang newable, bisa diperbaharui. Sedangkan waktu tidak bisa diperbaharui kembali.
Tetapi walaupun minyak habis dan tidak bisa diperbaharui, dia masih bisa tersubstitusi artinya ada alternatif pengganti. Jika minyak habis masih ada energi batu bara, energi panas bumi, energi nuklir. Sedangkan yang namanya waktu bukan saja tidak ada alternatifnya, tetapi juga tidak ada pengganti (unsubstitusi). Jadi jika waktu telah habis/berlalu maka tidak ada apa-apa lagi.
Jika waktu bisa diulang (recycled) mungkin kita ingin jadi kanak-kanak lagi. Karena masa kanak-kanak itu masa-masa indah, masa-masa tanpa problema.
Terkadang waktu membuat manusia lupa diri bahwa dia sesungguhnya memiliki kelemahan. Kira-kira melalui cara apa kita bisa introspeksi terhadap diri kita, karena selama ini kadang kita tidak merasa kalau kita telah berbuat suatu kedzaliman atau kesalahan kepada pihak lain, mungkin ada langkah-langkah tertentu agar kita juga mengingat kembali kalau kita salah?
Masalahnya adalah apakah kita bisa melihat diri kita jika kita masih ada di dalam diri sendiri? Mari kita ambil sebuah ilustrasi. Mengapa dalam sebuah pertandingan sepakbola, di dalam stadion, penonton yang berada di tribun atas lebih pintar dari pemain yang ada di lapangan? Karena penonton yang ada di tribun atas berjarak dengan permainan, maka penonton bisa melihat seluruh permainan. Jarak pandang pemain hanyalah apa yang ada di depannya, sedangkan pendangan penonton di tribun atas lebih luas. Mereka bisa melihat kekosongan, kekurangan, kelebihan atau kesalahan pemain. Begitu juga dalam hidup, apakah kita bisa melakukan evaluasi jika kita masih terlibat dalam aktifitas kehidupan?
Kita cenderung baru bisa menghargai isteri kalau sedang jauh darinya. Jika isteri tak ada terpaksa harus masak sendiri, mencuci sendiri dan lain-lain. Para istri juga baru bisa menghargai suami jika sedang jauh dari suami. Jika suami pergi keluar kota, turun hujan lalu atap rumah bocor, banyak air tergenang di dalam rumah, lalu mulai berangan-angan, ”jika saja suamiku ada…, ah kan, lumayan bisa memperbaiki atap yang bocor.”
Jadi agar kita bisa mengevaluasi diri, lepaskan ego. Keluar dari kehidupan diri, keluar dari rutinitas. Untuk bisa melakukan observasi kita harus membuat jarak.