Minggu, 31 Mei 2009

Surat dari Bekas “Artis Porno”


Surat dari Bekas “Artis Porno”
Wednesday, 24 September 2008
dari: www.hidayatullah.com


Shelley Luben mantan aktris porno mengaku bisa keluar dari dunia gelap bernama 'industri pornografi’ dan memilih menjadi aktivis melawan ekploitasi seksual terhadap gadis-gadis muda Amerika

Hidayatullah.com--Gadis cantik, bertubuh seksi dan mata yang membangkitkan gairah seakan-akan berkata "i want You". Itu kesan yang terlihat di setiap sampul film porno. Tapi, bisa jadi itulah tipuan terbesar sepanjang masa.

Inilah kisah dan pengakuan Shelley Luben tentang masa buruk dan seluk beluk industri maksiat itu. Tulisan ini diturunkan sebagai pelajaran bagi kita semua. Terutama para aktivis yang “menurut mata” terhadap dampak industri pornografi.

Percayalah, Aku tahu

“Aku dulu pernah melakukannya sepanjang waktu dan aku melakukannnya karena.

Nafsuku akan kekuasaan dan kecintaanku kepada uang. Aku tidak pernah menyukai seks. Bahkan Aku tidak menginginkannya dan faktanya aku lebih banyak minum Jack Daniels (jenis minuman alkohol import original. Sejenis Jhonny Walke yang juga masuk Indonesia, red) daripada bersama para pria yang dibayar seperti aku untuk "berpura-pura" di film.

Ya Benar tidak ada diantara kami –gadis-gadis blonde yang menyukai being in porn movie. Kami benci disentuh oleh orang asing yang sama sekali tidak peduli dengan kami. Kami benci dianggap rendah oleh mereka, laki-laki dengan keringat dan bau busuknya. Beberapa diantara kami sering sampai muntah di kamar mandi saat break syuting. Sedangkan yang lainnya berusaha menenangkan diri dengan merokok Marlboro tanpa henti.

Tapi porn industry (industri pornografi) ingin agar kamu selalu berpikir kalau kami artis porno sangat menyukai seks. Mereka ingin kamu percaya bahwa kami senang dilecehkan seperti binatang dalam berbagai jenis adegan di film.

Kenyataannya, artis porno sering tidak tahu apa saja adegan yang akan mereka lakukan saat pertama kali datang ke lokasi syuting dan kami hanya diberi dua pilihan oleh produser: "Lakukan atau Pulang Tanpa Bayaran. Kerja atau tidak akan bisa kerja lagi."

Iya memang benar kami punya pilihan.

Beberapa diantara kami memang sangat memerlukan uang. Tapi kami dimanipulasi, dipaksa bahkan diancam.

Beberapa diantara kami terjangkit AIDS karena profesi ini. Atau tertular herpes dan berbagai macam penyakit kelamin lain yang sukar disembuhkan. Salah seorang artis film porno setelah syuting dengan menahan sakit sepanjang hari setelah sampai dirumah menembak kepalanya dengan pistol.

Kebanyakan dari artis porno mungkin berasal dari keluarga yang berantakan dan pernah mengalami pelecehan seksual dan perkosaan dari keluarga atau tetangganya sendiri. Saat kami kecil kami hanya ingin bermain dengan boneka, bukan mendapatkan trauma saat seorang laki-laki dewasa berada diatas tubuh kami.

Jadi sejak kecil kami belajar bahwa seks bisa membuat kami berharga. Dan dengan semua pengalaman mengerikan itu kami menipu kalian di depan kamera padahal sebenarnya kami membenci di setiap menitnya.

Karena trauma itu kebanyakan artis porno hidupnya tergantung kepada alkohol dan narkotika. Dan hidup kami juga selalu diliputi ketakutan akan terjangkit HIV atau penyakit kelamin lainnya seperti; Herpes, gonorrhea, syphilis, chlamydia, dll. setiap hari menghantui kami.

Menurut catatan Shelley dalam situs web nya. Sebelas bintang pornografi pornografi mati akibat HIV, bunuh diri, pembunuhan dan obat pada tahun 2007. Antara 2003 dan 2005, 976 orang pemain dilaporkan dengan 1.153 hasil positif STD. 66% dari pemain pornografi terkena Herpes, penyakit yang tak dapat disembuhkan.

Memang setiap bulan kami diperiksa tapi kamu tahu, kalau hal tersebut tidak akan bisa mencegah kami tertular penyakit-penyakit mematikan itu. Selain penyakit, adegan syuting tidak kalah mengerikannya, banyak dari kami mengalami luka sobek atau luka pada organ tubuh bagian dalam kami.

Diluar syuting kami sering berharap bisa menjalani hidup yang normal. Tapi sangat sulit menjalin hubungan yang normal dengan laki-laki ‘biasa’, maka dari itu kebanyakan dari kami menikah dengan sutradara film porno atau menjalani hidup sebagai lesbian.

Buat aku, momen yang tidak akan terlupakan adalah ketika tanpa sengaja anak perempuanku melihat ibunya yang telanjang sedang berciuman dengan gadis lain. Anakku pasti akan terus mengingatnya juga.

Pada hari yang lain kami bisa berubah seperti zombie dengan botol bir di tangan kanan dan gelas wisky di tangan kiri. Kami tidak suka bersih-bersih jadi sering kali kami harus menyewa pembantu untuk membersihkan kotoran kami. Selain itu artis porno benci memasak sendiri. Biasanya kami memesan makanan yang kemudian kami muntahkan lagi karena kebanyakan dari kami menderita bulimia, semacam gejala lapar yang tidak pernah terpuaskan.

Bagi artis porno yang memiliki anak, kami adalah ibu yang paling buruk. Kami menjerit dan bahkan memukul anak kami tanpa alasan. Seringkali saat kami begitu mabuknya sampai-sampai anak kami yang berumur 4 tahun yang menyeret kami dari lantai. Dan ketika ada tamu (kebanyakan karena alasan seks) kami harus mengunci anak kami terlebih dulu dikamar dan menyuruh mereka untuk diam.

Kalau aku biasa membekali anak gadisku dengan pager dan kusuruh dia menungguku di taman sampai aku selesai dengan tamuku.”

Semua Tipuan...

“Kalau kamu bisa melihat lebih dalam kehidupan artis film porno mungkin kamu akan kehilangan minat menonton film porno. Kenyataan sebenarnya kami artis film porno ingin mengakhiri semua rasa malu ini dan semua trauma dalam hidup kami. Tapi sayangnya kami tidak bisa melakukannya sendiri.

Kami berharap kalian kaum pria membantu kami, memperjuangkan kebebasan dan kehormatan kami. Kami ingin kalian memeluk kami saat kami menghapus air mata dan menyembuhkan luka di hati kami. Kami berharap kalian mau berdoa untuk kami dan semoga Tuhan akan mendengar dan mengampuni semua kesalahan kami di masa lalu.

Industri film porno tidak lebih dari “seks palsu” dan “tipuan kamera”. Percayalah…….!

[Kiriman Abidin MA diambil dari situs http://www.shelleylubben.com. Tulisan ini didedikasikan oleh Shelley untuk semua aktris pornografi yang terjangkit HIV, meninggal akibat overdosis atau bunuh diri/www.hidayatullah.com]

Minggu, 24 Mei 2009

SAKIT YANG MEMBAWA BERKAH


Sakit yang Membawa Berkah
Ditulis oleh Prof.Dr. Komuraddin Hidayat
Jumat, 27 Februari 2009 07:30

Dari : www.uinjkt.ac.id

KITA semua pernah sakit dan tentu saja kalau bisa, sakit itu jangan hadir lagi.Namun secara statistik, sakit selalu datang berulang kali pada kita dengan tingkat kepedihan dan penderitaan berbeda-beda.

Katanya,Raja Firaun termasuk orang yang sedikit sekali dihampiri sakit. Paling banter hanya batuk ringan dan flu. Dia selalu sehat dan gagah perkasa sehingga membuat dirinya sombong dan mabuk kekuasaan sampai-sampai menganggap dirinya Tuhan yang paling pantas ditakuti dan disembah oleh rakyatnya.

Semakin majunya ilmu kedokteran dan semakin banyaknya orang berkunjung ke rumah sakit dan toko obat,atau ada juga yang ke dukun, jelas menunjukkan satu hal: semua orang ingin sehat dengan ongkos apa pun dan berapa pun, bahkan ada yang mesti berutang sana-sini. Ketika kesehatan menjauh dari kita, tiba-tiba pola hidup berubah. Hidup menjadi tidak produktif, pikiran dan emosi terkena imbasnya. Dunia yang semula terasa ramah dan pemurah, lalu berubah menjadi pelit dan masam.

Blessing in Disguise

Orang Barat punya ungkapan bijak, blessing in disguise. Ungkapan ini ekuivalen dengan ungkapan ”hikmah di balik musibah”.Bahwa di balik peristiwa sakit atau bahkan tragedi yang menimpa manusia atau bangsa seringkali muncul anugerah selama kita mampu membaca lalu menggalinya.

Dalam konteks politik, karena musibah tsunami, gerakan separatisme Aceh Merdeka bisa diredam dan jalan ke arah kedamaian di Aceh menjadi jauh lebih mulus.Semua itu sulit dibayangkan kalau saja tidak terjadi musibah tsunami. Gara-gara Nagasaki dan Hiroshima dibom tentara Sekutu, rakyat Indonesia memperoleh momentum emas untuk menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.Tentara Jepang lalu ngacirpulang kampung. Dalam konteks individu, pernah saya bertemu seorang ibu supersibuk dan superwoman.

Dia sangat aktif dan produktif hidupnya dalam bisnis dan sebagai produsen film. Dalam memimpin anak buahnya dia sangat perfeksionis. Semua harus dikerjakan dengan hasil optimal sampai anak buahnya pontang-panting mengikuti cara kerjanya. Begitu pun pembantu rumah tangganya. Mesti apik kerjanya karena kalau tidak, sang majikan yang akan mengerjakannya sendiri. Pendeknya, dunia seakan dalam genggamannya sendiri karena sulit memercayakannya kepada orang lain. Suatu hari musibah datang dan tidak bisa ditolak.

Dia terserang penyakit yang mengharuskannya istirahat total di atas tempat tidur dan untuk memenuhi hajat hidupnya banyak tergantung pada pembantunya di rumah.Mulai dari makan, minum, buka jendela, ganti pakaian, semuanya mesti minta tolong pembantunya yang selama ini kurang dia hargai kinerjanya,kecuali yang terpenting menjaga rumah. Terbayang,betapa laju kehidupan yang semula berjalan kencang dan mulus tiba-tiba berhenti mendadak.

Hidup berubah drastis. Langit seperti runtuh, porak-porandalah ritme hidupnya yang telah dibangun bertahun-tahun. Dia mesti belajar berdamai dengan dirinya dan sakitnya meski perlu waktu dan energi kesabaran amat tinggi. Berbagai upaya pengobatan dia lakukan,tetapi tetap saja kesembuhannya lamban sekali. Sedikit demi sedikit ada kemajuan.

Dengan susah payah dia belajar membuka jendela di pagi hari. Subhanallah, serunya suatu pagi.Dengan perjuangan berat dia membuka jendela lalu tertatap matahari pagi dengan cahayanya kuning keemasan. Mengapa baru sekarang saya bisa mengagumi indahnya sang surya yang begitu indah dan pemurah memancarkan cahayanya untuk menghangatkan semua penghuni bumi ini?

Bibirnya berucap pelan penuh kekhusyukan.Lalu dia beralih memandang dedaunan yang rindang di belakang rumahnya.Dia amati daun yang sudah menguning jatuh diterpa angin.Dia dengarkan suara kokok ayam yang terasa merdu. Nyanyian burung yang terasa ceria di telinga. Semua ini merupakan nyanyian dan tarian alam yang sudah berlangsung ribuan dan bahkan jutaan tahun. Mengapa baru sekarang aku bisa mengamati dan mengagumi?

Mengapa aku mesti sakit dahulu dan tidak mampu berjalan baru bisa membaca ayat-ayat Tuhan ini? Sesalnya dalam hati.Dengan kondisi fisiknya yang hampir tak berdaya itu, dia baru mampu menghargai betapa besar jasanya pembantu di rumah yang setia melayani makan, minum, membersihkan badan, menyediakan obat, dan menemaninya ketika diperlukan. Tanpa mereka saya akan sangat sengsara dalam kesepian.Namun mengapa selama ini aku tak mampu melihat ketulusan para pembantuku ini? Kata hatinya menyadari kesalahannya yang selama ini merasa sebagai superwoman.

Demikianlah. Setelah sakit cukup parah, ibu tadi mengalami perubahan amat drastis dalam memandang kehidupan. Dalam memandang orang-orang di sekitarnya. Dalam memandang matahari, memaknai malam ketika datang menyelimuti bumi, mencermati ketika daun jatuh diterpa angin. Bahkan juga telinganya menjadi peka mendengarkan nyanyian burung.Mata hatinya menjadi peka setelah sakit. Dia merasa, di balik sakit yang menimpanya terdapat bingkisan kasih Ilahi berupa peringatan agar dia menjadi rendah hati, menghargai sesamanya, dan mensyukuri kehidupan untuk memperbanyak amal kebajikan.

Cerita semacam itu mudah ditemukan kalau saja kita mau menggali berbagai peristiwa di sekitar kehidupan kita sendiri.Teman saya sebulan lalu kakinya tersandung batu dan jempol kakinya terluka serius sehingga mesti dioperasi. Sebulan tidak bisa bermain golf, permainan yang amat digemarinya. Dia mesti membatalkan agenda bepergian ke luar negeri.Padahal peristiwanya sederhana. Hanya tersandung batu. Saya tersadar, katanya melalui telepon, betapa sombongnya saya, seakan dunia dalam genggaman saya.Saya punya uang bisa berkeliling dunia.

Namun sekarang saya mesti di rumah, berjalan dengan tongkat. Saya merenung, katanya. Saya mesti bertobat, memperbanyak zikir kepada Allah, membaca buku, dan berkumpul dengan keluarga. Ketika sakit, kita menjadi semakin sadar, betapa istri dan anak-anak sangat mencintai kita. Namun kadang kita tidak merespons mereka karena lebih sibuk di luar bersama orang lain dengan dalih mencari uang untuk keluarga.

Padahal yang keluarga dambakan bukan lagi uang, tetapi kebersamaan yang hangat.Keluarga rindu salat berjamaah di rumah, dilanjutkan bincang-bincang penuh keintiman dalam suasana religius. Tidak mudah menemukan anugerah di balik musibah. Namun jika Anda atau keluarga dekat pernah sakit cukup serius, coba renungkan dan gali hikmah di baliknya. Insya Allah akan ditemukan suatu parsel kasih sayang Ilahi di balik musibah itu. (*)

MENGENAL TUHAN DI HARI TUA


Mengenal Tuhan di Hari Tua
Ditulis oleh Prof.Dr. Komaruddin Hidayat
Jumat, 08 Mei 2009 09:47

SALAH satu kesenangan saya adalah bersilaturahmi, berbincang-bincang dengan orang yang sudah lanjut usia. Banyak pelajaran yang amat sangat berharga untuk diperhatikan, mengingat orang tua pernah melalui masa muda,sementara yang muda belum pernah menjadi tua.

Ketika masih muda, membayangkan perjalanan ke depan itu terasa jauh, jalannya terjal. Tetapi ketika seseorang telah memasuki usia lanjut, kata mereka, masa muda serasa baru kemarin berlalu.Waktu berjalan begitu cepat. Panggung kehidupan berganti aktor dan cerita. Saya memiliki sahabat sekaligus guru, usianya di atas 80 tahun, biasa saya panggil Pak Iwan, tinggal di Jakarta Selatan.

Sebagai alumni ITB dia sangat bangga dengan almamaternya yang senantiasa memelihara semangat Bung Karno untuk berani menatap dunia dengan kepala tegak. Pak Iwan ini pernah belajar manajemen di AS dan pernah bekerja sebagai konsultan Bank Dunia untuk Indonesia.

Dia sangat kecewa mengapa kita lebih kagum dan memberi gaji tinggi kepada konsultan asing, padahal kualitas mereka tidak selalu lebih baik dari orang Indonesia.“Orang kita lebih hebat dari konsultan asing, tapi mental bangsa ini sakit, mudah kagum pada bangsa kulit putih,” keluhnya.

Di luar bidang manajemen, yang paling mengesankan bagi saya adalah kecintaannya pada buku filsafat dan tasawuf. Tiada hari tanpa membaca, lalu membuat beberapa catatan berupa kesimpulan dan kritik terhadap buku yang dibacanya. Ketika ada teman yang berkunjung, dengan antusias Pak Iwan akan berbagi ilmu dan pengalaman hidupnya yang sungguh sangat berharga.

“Sekarang saya lagi jatuh cinta pada Alquran,”katanya. Menurutnya, terjemahan bahasa Inggris rasanya lebih pas ketimbang bahasa Indonesia. Struktur dan karakter bahasa Indonesia terasa miskin, kurang mampu mewadahi gagasan Alquran yang tertuang dalam bahasa Arab.

Saya malu, menyesal namun juga bersyukur, mengapa baru sekarang setelah usia lanjut baru tertarik dan berkesempatan mendalami Al-Qur’an dan buku-buku filsafat agama. Dulu saya merasa bangga dan senang mengoleksi literatur asing yang menyajikan berbagai teori ilmiah kontemporer.

Tetapi setelah membaca terjemahan Al-Qur’an dan buku-buku filasafat serta tasawuf, kebanggaan tadi lenyap. Semua koleksi buku-buku itu tak lebih sebagai penafsiran dan elaborasi lebih lanjut dari kandungan Al-Qur’an. Ada ilmuwan yang sering bersikap sombong menolak agama dengan dalih ilmiah.

Di pihak lain ada orang yang kurang menghargai sains modern karena alasan agama.“ Ilmu agama dan sains menawarkan kebenaran, keduanya datang dari sumber yang sama, dari Tuhan Yang Mahabenar. Jangan keduanya dipertentangkan. Dulu saya memuja sains, tetapi ternyata terbatas hanya untuk menyelesaikan masalah teknis kehidupan.

Untuk memaknai dan memahami tujuan hidup, kita mesti bertanya pada filsafat dan agama, dan semua ini ternyata saya temukan dalam Al-Qur’an,” katanya. Semakin lanjut usia seseorang, tujuan belajar terasa semakin ikhlas dan mendalam, yaitu untuk menemukan wisdom of life.Orang tua yang suka belajar dan akrab dengan Al-Qur’an akan memperoleh kecerdasan spiritual.

Hari tua dijalani dengan damai dan produktif secara moral-spiritual, bukan lagi terobsesi dengan kenikmatan materi. Memahami Al-Qur’an tanpa bantuan ilmu pengetahuan lain, ibarat berburu ikan,hasilnya tidak akan banyak. Seorang ahli ilmu kedokteran pasti akan lebih peka dan lebih dalam memahami ayat-ayat yang berkenaan dengan kesehatan.

Begitu pun sarjana ahli ekonomi, psikologi, dan sains lain, ilmu yang mereka kuasasi akan menjadi penunjuk jalan yang andal dan teman dialog yang cerdas untuk menangkap pesan-pesan Al-Qur’an. Kesaksian dan pengetahuan tentang Tuhan terasa dangkal kalau hanya sekadar ditandai dengan ikrar dua kalimat syahadat, tanpa didasari oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman beragama.

Kesaksian tentang keesaan dan keagungan Tuhan tentu lebih terasa mantap kalau seseorang menguasai ilmu alam yang didukung laboratorium, sehingga lebih menghayati betapa kecilnya manusia di tengah semesta dan di hadapan Tuhan. Saya merasa iri dan terinspirasi menyaksikan orang tua yang sudah lanjut usia begitu antusias membaca buku dan lidahnya semakin sering menyebut asma Allah.

Kalau diisi dengan belajar, berzikir, dan berbagi dengan yang muda, hari tua bukannya hari-hari kekalahan dan pengangguran, melainkan justru produktif untuk menambah kualitas hidup.“ Ketika membaca Al-Qur’an, sering saya dibuat kaget,” kata Pak Iwan.

Banyak formula ayat Al-Qur’an membenarkan teori-teori yang dia pelajari selama ini,namun ada pula yang mengkritiknya. Kadang dirinya merasa diinterogasi dan ditelanjangi oleh Al-Qur’an. Semua ini membuatnya semakin bergairah membaca Al-Qur’an, lalu diperhadapkan dengan teori-teori ilmiah yang pernah dia pelajari.

Sekian banyak teori ilmiah modern, ternyata di abad ketujuh sudah dikatakan oleh Nabi Muhammad. Kalaupun ada orang yang tidak mempercayai kenabian Muhammad, sulit untuk menolak kenyataan bahwa dia seorang superjenius. Sebab pada abad ketujuh di padang pasir ia bisa mewariskan untaian kalimat-kalimat yang begitu indah, memancing analisis dan beberapa pernyataannya sangat visioner.

Rupanya bersyahadat untuk mengenal Tuhan memerlukan proses dan perjuangan panjang. Untuk melaksanakan perintah iqra’, membaca, berefleksi, dan berkontemplasi tentang semesta dalam upaya mengenal Sang Penciptanya, diperlukan kejernihan hati, kecerdasan nalar, dan keluasan ilmu pengetahuan.

Dan usaha ini tak kenal henti sampai tarikan nafas terakhir. Memasuki usia lanjut, kekuatan fisik seseorang pasti menurun. Namun hal itu justru memberikan peluang bagi pengembangan moral-spiritual seseorang. Bahkan anggota keluarga yang muda akan terinspirasi dan senang melihatnya karena terjauhkan dari penyakit pikun.

Saya bersyukur dan sangat terinspirasi oleh beberapa orang tua seperti Pak Iwan itu. Misalnya saja Kyai Ali Yafie yang saya jumpai belum lama ini.Wajah mereka ceria,matanya selalu bersinar, otaknya sangat aktif,hatinya selalu terbuka.Kalau diajak bicara selalu mengumbar senyum kedamaian dan kepasrahan terhadap Tuhan. Beruntung sekali orang seperti itu dan orang-orang yang menyayangi, menyantuni, dan mau belajar dari mereka mengenai keagungan hidup dan kompleksitas kehidupan.

Tulisan ini pernah dimuat di Seputar Indonesia, 8 Mei 2009

HARTA BARAKAH


SUMBER:http://pesantren.or.id
PP>NURUL HUDA - MERGOSONO - Kota Malang
Sering sekali kita mendengar perihal harta barokah. Namun apakah sebenarnya yang dimaksud dengan harta yang barokah itu, dan apakah hubungannya dengan zakat?

Harta yang barokah ialah harta yang menyebabkan seseorang yang mempergunakannya memperoleh ketenangan dan ketenteraman jiwa sehingga mampu mendorongnya untuk berbuat kebaikan kepada sesama. Harta yang demikian inilah pada hakekatnya sangat didambakan dan dicari oleh setiap orang; sebab ketenangan dan ketenteraman jiwa itulah yang menjadi faktor penentu bagi kebahagiaan hidup seseorang.

Dalam kitab Riyadus Shalihin dijelaskan bahwa yang dimaksud barokah adalah sesuatu yang dapat menambah kebaikan kepada sesama, ziyadatul khair 'ala al ghair. Bila dikaitkan dengan harta, maka yang dimaksud dengan harta yang barokah itu sebagaimana dipaparkan di atas.

Harta-harta yang barokah itu, haruslah yang halal dan baik, karena sesuatu yang diambil dari yang tidak halal dan tidak baik tidak mungkin mampu mendorong kita kepada kebaikan diri maupun orang lain, sebagaimana isyarat Allah swt. dalam Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 168 yang artinya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الاَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوْا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ .

"Wahai manusia, makanlah dari apa-apa yang ada di bumi yang halal dan yang baik. Dan janganlah kamu sekalian mengikuti jejak langkah dari Syaithan, karena sesungguhnya Syaithan itu adalah musuhmu yang nyata".

Dalam kesempatan yang lain Nabi Muhammad juga pernah menyatakan kullu lahmin nabata minal harom, fan naaru aula bihi. Setiap daging yang timbul atau dihasilkan dari sesuatu yang haram maka hanyalah neraka yang patut menerimanya.

Secara rinci yang dimaksudkan dengan halal di sini adalah:

1. Halal wujudnya, yaitu apa saja yang tidak dilarang oleh agama Islam, seperti makanan dan minuman yang tidak diharamkan oleh syari'at agama Islam.
2. Halal cara mengambil atau memperolehnya, yaitu cara mengambil atau cara memperoleh yang tidak dilarang oleh syari'at agama Islam, seperti harta yang diperoleh dari ongkos pekerjaan yang halal menurut pandangan syari'at agama Islam, sedang ongkos tersebut juga berasal dari hasil pekerjaan yang halal.
3. Halal karena tidak tercampur dengan hak milik orang lain, karena sudah dikeluarkan zakatnya. Harta yang demikian itu, jika berupa bahan makanan dan dimakan oleh seseorang, maka pengaruhnya sangat positif bagi kesehatan mental atau jiwa seseorang.

Setiap orang yang lahir di dunia ini oleh Allah swt. telah dibekali dengan dua macam dorongan nafsu, yakni: nafsu yang mendorong manusia untuk berbuat durhaka dan nafsu yang mendorong untuk berbuat taqwa (kebajikan). Dalam surat As Syams ayat 7 dan 8 Allah swt. telah berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوَاهَا .

"Demi jiwa dan apa-apa yang menyempurnakannya, maka Allah mengilhamkan pada jiwa tersebut kedurhakaan dan ketaqwaannya".

Kedua macam dorongan tersebut tidak dapat berwujud menjadi perbuatan yang nyata, manakala dalam diri seseorang tidak ada energi. Sedangkan energi itu adalah berasal dari bahan makanan. Sehingga apabila bahan makanan yang dimakan oleh seseorang adalah halal, maka energi yang ditimbulkan oleh bahan makanan tersebut adalah energi yang halal. Energi yang halal inilah yang mudah diserap dan dipergunakan oleh dorongan yang mengajak kepada perbuatan-perbuatan yang baik, benar dan haq. Sedang perbuatan-perbuatan yang baik, benar dan haq yang dilakukan oleh seseorang akan diserap oleh organ jiwa yang oleh Sigmund Freud disebut dengan "Ego Ideal". Ego Ideal inilah yang selalu menghibur dan menenteramkan jiwa seseorang. Sebaliknya, jika bahan makanan yang dimakan oleh seseorang adalah berasal dari harta yang haram, maka energi yang timbul dari bahan makanan tersebut adalah energi yang haram, yang akan diserap oleh nafsu yang mengajak kepada kejelekan, kesalahan dan kebatilan.

Manakala seseorang telah melakukan perbuatan yang jelek atau salah atau batil, maka perbuatan ini akan diserap oleh organ jiwa yang oleh Sigmund Freud disebut conscience. Kemudian conscience ini selalu menuntut jiwa manusia itu sendiri atas kejelekan atau kesalahan atau kebatilan yang telah dilakukan, sehingga ketenteraman jiwa menjadi terganggu. Semakin banyak kejelekan atau kesalahan atau kebatilan yang dilakukan oleh seseorang, maka semakin besar tuntutan dari consciense dan semakin goncang ketenangan dan ketenteraman jiwanya, sehingga pada akhinya orang yang selalu memakan makanan yang berasal dari harta yang haram akan dihadapkan pada dua alternatif, yaitu:

1. Jika kondisi jasmaninya kuat, maka jiwanya akan jebol dan akan terkena penyakit jiwa.
2. Jika kondisi jiwanya kuat, maka dia akan terserang penyakit psychosomatica.

Sedang yang dimaksud dengan makanan yang baik menurut ayat 168 dari surat Al Baqarah di atas, adalah baik menurut syarat-syarat kesehatan. Sebab makanan yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan akan menyebabkan kondisi jasmani menjadi mudah terserang oleh berbagai macam penyakit. Seseorang tidak akan memperoleh ketenangan dan ketenteraman jiwa manakala badan jasmaninya selalu sakit-sakitan.

Disamping itu perlu kita ketahui bahwa harta yang diberikan oleh Allah swt. kepada seseorang itu di dalamnya terdapat hak milik fakir miskin yang dititipkan oleh Allah swt. kepadanya. Hal ini telah diterangkan oleh Allah swt. dalam Al Qur'an surat Adz Dzaariyaat ayat 19:
وَفِى أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوْمِ.

"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian"

Harta orang miskin yang dititipkan oleh Allah swt. pada orang-orang kaya itu harus dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak, baik berupa zakat wajib maupun zakat sunnat, agar harta orang-orang kaya tersebut menjadi halal, karena tidak lagi tercampur dengan hak milik orang-orang miskin. Jadi zakat ini mempunyai peranan yang penting sekali untuk membuat harta yang kita miliki menjadi barokah karena zakat juga merupakan elemen yang menjadikan harta itu bisa memberikan kebahagiaan dan kebaikan kepada orang lain.

Jika kita mau mengadakan penelitian atau research terhadap orang-orang kaya yang hartanya tercampur oleh harta yang tidak halal, baik wujudnya, atau cara mengambilnya, atau belum dizakati, maka kita akan mendapati kehidupan keluarga mereka itu ternyata tidak bahagia sebagaimana yang kita bayangkan. Kebahagiaan yang mereka dambakan ternyata hanya sebagai fatamorgana belaka.

Dalam Al Qur'an surat An Nur ayat 39 Allah swt. telah berfirman:
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيْعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَآءً حَتَّى اِذَا جَــآءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ ؛ وَاللّهُ سَرِيْعُ الحِسَابِ .

" Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungannya".

Jadi harta yang barokah itu sangat besar peranannya dalam mencapai kebahagiaan hidup seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Itulah sebabnya maka Nabi Muhammad saw. pernah bersabda:
طَلَبُ الْحَلاَلِ فَرِيْضَةٌ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِ .

"Mencari yang halal itu adalah kewajiban sesudah shalat fardlu".

Rasisme, Daki Kelam Peradaban

Rasisme, Daki Kelam Peradaban
Prof.Dr.Ahmad Syafii Maarif

Selasa, 10 Juni 2008
Social List Bookmarking Widget
Adalah sahabat saya, pengusaha Maher Algadrie (putra Hamid Algadrie, seorang pejuang nasional dari Partai Sosialis Sutan Sjahrir), yang pernah bertutur kepada saya bahwa dari keturunan Arab Yaman ada yang punya gen radikal dan revolusioner. Saya tidak tahu apakah seorang Habib Rizieq Shihab, Abu Bakar Ba'asyir, Abdullah Sungkar, Habib Alhabsyi, dan sederetan yang lain, punya nasab revolusioner dari Yaman itu. Watak radikal dan revolusioner dengan mudah sekali dapat berubah menjadi beringas jika lepas kendali dari akal sehat dan kejernihan sikap.

Tetapi, kita jujur bahwa ideologi radikal ini tidak hanya dimiliki oleh gen Yaman. Hampir semua suku bangsa di muka bumi punya gen serupa. Untuk Indonesia, sejak 10 tahun terakhir, secara kebetulan dipimpin oleh warga Indonesia keturunan Arab dengan pakaian yang serbakhas Arab. Wawancara saya dengan Sinar Harapan beberapa hari yang lalu, yang menyebut Arab tidak tertuju kepada teman-teman Arab yang berbudaya damai, intelektual, santun, dan menyatu. Dengan pernyataan ini, saya berharap agar riak-riak dan protes-protes kecil yang langsung disampaikan kepada saya oleh teman-teman keturunan Arab, semuanya adalah sahabat saya, posisinya sekarang sudah menjadi terang.

Jika telah terjadi sedikit salah paham, anggaplah Resonansi ini mengakhiri kontroversi itu. Tidak ada niat secuil pun untuk melansir rasisme dalam wawancara itu. Seluruh napas hidup saya mengembuskan formula ini: Lawan segala bentuk rasisme karena ia adalah daki kelam peradaban. Di samping antirasisme, saya juga menentang beringanisme dan budaya kekerasan.

Lebih jauh, saya ingin menjelaskan posisi saya sebagai seorang egalitarian. Berdasarkan pemahaman saya terhadap ayat 13 surat Alhujurat, ''Sesungguhnya kamu yang termulia di sisi Allah adalah yang paling takwa.'' Bagi saya, ayat ini adalah deklarasi yang paling fundamental tentang doktrin persamaan posisi manusia di depan Allah dan sejarah.

Siapa pun, tidak peduli keturunan siapa, nasab apa, raja, dan rakyat jelata, punya posisi yang sama untuk merebut dan meraih martabat takwa itu. Di depan ayat ini; raja, sultan, khalifah, pangeran, amir, para habib (haba'ib), qaba'il, sayyid, darah biru, darah kuning, darah campuran, dan mereka yang merasa lebih dari yang lain; tanpa takwa, seluruhnya rontok berguguran dan tidak punya bobot apa-apa di mata Allah. Pertanyaannya adalah mengapa sebagian umat Islam masih saja berbangga diri dengan serbanasab dan keturunan?

Tidak jarang terjadi; melalui akuan keturunan nabi atau keturunan raja si anu, hulubalang si anu; telah berlaku perbudakan spiritual di kalangan sementara umat yang menjadi pengikutnya, pengikut yang telah kehilangan daya kritikal, kejernihan, dan akal sehat, modal yang teramat dasariah bagi manusia merdeka. Dalam pemahaman saya terhadap Alquran, hanya manusia merdeka sajalah yang layak diberi martabat mulia, baik di sini maupun di sana nanti. Budak, tidak semata-mata mereka yang dirantai kakinya. Budak juga mereka yang tidak punya keberanian untuk menjadi menusia merdeka.

Akhirnya, seperti halnya suku-suku lain di muka bumi yang lebih memilih hidup damai, harmoni, dan rukun, keturunan Arab pun berada dalam kategori ini, kecuali kelompok-kelompok beringas dan menganut ideologi kekerasan dalam mencapai tujuan. Dan, ini adalah sebuah penyakit peradaban (baca: kebiadaban) yang terdapat pada semua suku bangsa yang telah kehilangan keseimbangan dalam hidup bermasyarakat. Mereka adalah musuh peradaban yang sebenarnya. Bola sejarah harus digiring ke kutub peradaban, bukan ke kutub lawannya, jika bumi ini mau dijadikan tempat tinggal yang damai, sejuk, dan penuh persaudaraan lintas suku, bangsa, agama, dan latar belakang.

Republika, SElasa 10 Juni 2008

Bolehkah Mengasuransikan Harta dan Jiwa?


Bolehkah Mengasuransikan Harta dan Jiwa?
30/01/200
7


Asuransi adalah suatu akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan sejumlah harta kepada nasabah atau kliennya (muamman) ketika terjadi musibah seperti kecelakaan, kebakaran atau lainnya sebagaimana disepakati dalam akad (transaksi). Dalam akad asuransi, nasabah membayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan kepada perusahaan asuransi di saat hidupnya. Sementara Perusahaan pada saatnya akan memberikan imbalan berupa uang atau ganti rugi barang.

Singkatnya, asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi.

Forum Bahtsul Masa’il (BM) pada Muktamar Ke-14 Nahdlatul Ulama di Magelang pada 14 Jumadil Ula 1358 H atau 1 Juli 1939 M mengharamkan akad asuransi tersebut, baik dalam bentuk harta maupun jiwa.

Asuransi rumah, misalnya, disepakati merupakan transaksi judi. Para ulama mengambil keterangan dari Kitab al-Nahdlatul Islamiyah, halaman 471-472, bahwa asuransi menyerupai pemberian kupon “Ya Nashib..!” dimana seseorang yang membelinya selama hidupnya menunggu tanpa memperoleh kemenangan.

Nasabah dijanjikan memperolah jaminan rumah jika terbakar. Jaminan ini memang disukai barangkali karena bila pemiliknya meningal atau terjadi kebakaran pada rumahnya maka ia memperoleh uang sebesar jaminan yang telah ditetapkan. Sementara selama menempati rumah tersebut ia harus membayar premi yang ditetapkan pihak perusahaan asuransi. Dikatakan, itu jelas merupakan judi murni karena dua pihak yang telah melakukan transaksi pada dasarnya masing-masing tidak mengetahui siapakah diantara mereka yang memeperoleh keuntungan, sampai uang yang disepakati oleh keduanya diberikan.

Mengingat akad asuransi sudah mulai membudaya, pada Konferensi Besar Pengurus Syuriah NU ke-1 di Jakarta, 21-25 Syawal 1379 H 18-22 April 1960, ditegaskan kembali keharaman akad asuransi tersebut, terutama berkenaan dengan jiwa.

Majelis Musyawarah memutuskan seperti yang sudah diputuskan oleh Muktamar NU ke-14, yakni mengasuransikan jiwa atau lainnya di kantor asuransi itu haram hukumnya, karena termasuk judi. Para ulama mengambil ibarat dari Syeikh Bakhit, seorang Mufti Mesir, dalam Ahkamul Fuqaha II , yang sempat diterbitkan dalam majalah Nurul Islam, Nomor VI, Jilid I halaman 367 berikut ini:

Asuransi jiwa itu jauh dari akal sehat dan menimbulkan kekaguman yang hebat. Tidak ada perusakan yang mampu memperpanjang umur dan menjauhkan takdir. Ia hanya memberikan iming-iming dengan keamanan serupa dengan yang dilakukan oleh para Dajjal. Para petugas mereka akan berkata kepada Anda sama seperti penyataan yang telah disebutkan dalam pembahasan tentang asuransi harta benda atau pernyataan yang sejenisnya. Ia akan berkata:

“Sesungguhnya ketika aku membayar satu premi, jika aku mendadak meninggal, maka aku berhak atas warisanku yang telah aku jaminkan ketika aku masih hidup. Dan itu berarti membantu meringankan kepada ahli waris setelah kepergianku. Dan jika aku tetap hidup dalam tempo yang telah ditetapkan maka aku berhak memperoleh kembali semua yang telah dibayarkan beserta keuntungannya. Dengan demikian, maka aku beruntung dalam dua hal tersebut (mati dan hidup).”

“Demikian halnya perusahaan asuransi berhak mengelola keuangan yang dihimpun dariku dan dari orang lain sehingga menjadi modal yang besar sebagaimana yang Anda lihat berbentuk proyek-proyek niaga. Risiko kerugian sangat sedikit; karena masing-masing orang sangat menjaga hidup dan hartanya, dan akan berusaha semampunya. Masing-masing akan berkarya bagi kepentingan dirinya, sehingga masing-masing pihak beruntung.”


Para ulama menyatakan bahwa setiap yang diucapkan dalam akad asuransi mengandung klaim denda terhadap satu pihak secara wajib tanpa suatu kepastian mengenai pengganti yang sepadan. Padahal dalam Islam hendaknya ada kesesuaian pengganti dari masing-masing pihak yang bertransaksi agar dapat mewujudkan keadilan, walaupun itu relatif. Jika salah satu pihak saja yang me!akukan klaim denda wajib tanpa memberikan keuntungan kepada yang lain maka tidak ada keadilan di sini, dan itu merupakan judi.

Sesungguhnya salah satu diantara mereka, entah pihak perusahaan asuransi atau nasabah, mempunyai keinginan untuk menundukkan orang lain. Para ulama menilai akad asuransi lebih besar bahayanya dari pada manfaatnya.

Mengutip Syeikh Bakhit, dikatakan, perundang-undangan Allah SWT yang benar itu mesti berpedoman pada adanya keseimbangan antara manfaat dan mudharat. Jika manfaamya lebih besar, maka Allah akan menghalalkannya. Sedangkan jika maharatnya lebih besar, maka Allah akan mengharamkannya.

Baru pada Munas Alim Ulama Lampung, 1992, asuransi harta (kerugian) dan jiwa diperbolehkan, itu pun dengan syarat yang sangat ketat. Asuransi kerugian hanya diperbolehkan bagi obyek-obyek yang menjadi agunan bank; dan atau ketika asuransi kerugian tersebut tidak dapat dihindari karena terkait oleh ketentuan-ketentuan pemerintah, seperti asuransi untuk barang-barang yang diimpor dan diekspor.

Asuransi jiwa hukumnya haram kecuali apabila memenuhi ketentuan bahwa asuransi jiwa tersebut mengandung unsur saving (tabungan). Pada waktu menyerahkan uang premi, pihak tertanggung beniat untuk menabung untungnya pada pihak penanggung (perusahaan asuransi). Sementara pihak penanggung bemiat menyimpan uang tabungan milik pihak tertanggung dengan cara-cara yang dibenarkan/dihalalkan oleh syariat agama Islam.

Pada Munas yang sama para ulama secara mutlak membolehkan praktik ”asuransi sosial” dalam pengertian asuransi yang memberikan jaminan kepada masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah, seperti asuransi kecelakaan lalu lintas (jasa raharja), asuransi TASPEN, ASTEK. ASKES, ASABRI. Asuransi sosial dapat bersifat asuransi kerugian (harta) dan asuransi jiwa. (A Khoirul Anam)

Pendapatan Pejabat di Luar Gaji Pokok<


Pendapatan Pejabat di Luar Gaji Pokok
16/02/2009
Telah diketahui bahwa gaji pokok para bupati, gubernur, anggota dewan perwakilan rakyat dan para pejabat lainnya jelas-jelas tidak dapat menutup biaya yang dikeluarkan selama masa kampanye. Namun nyatanya masih saja banyak yang berminat. Hal ini lantaran para calon pejabat yakin penghasilan di luar gaji pokok atau biasa disebut dengan ceperan itu jumlahnya lebih banyak, seperti dari persenan (fee) para kontraktor yang menang tender, serta uang lembur, tunjangan-tunjangan dan lain-lain yang yang melebihi dari gaji pokok dan jumlahnya berlipat-lipat.

Bagaimanakah konsep fiqh tentang pendapatan di luar gaji pokok di atas. Halalkah pendapatan di luar gaji pokok itu?

Dalam beberapa kitab mu’tabarah yang menjadi rujukan pesantren seperti Bughyatul Mustarsyidin, Roudlotut Tholibin, I’anatut Tholibin, Ahkamus Shulthoniyah, Ihya` Ulumiddin, Ta’liqatut Tanbih fi Fiqhis Syafi’i dan Al-Bajuri tidak ada penjelasan secara khusus mengenai gaji pokok dan gaji ceperan untuk para pejabat.

Dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin secara sederhana dijelaskan bahwa gaji para hakim, juga para wakil rakyat yang bekerja untuk kemaslahatan umat diambilkan dari kas negara (baitul maal), dengan kadar yang pantas dan tidak berlebihan. Selanjutnya, setelah mendapatkan gaji itu, para pejabat tidak diperkenankan mengambil imbalan dari dua orang yang sedang bertransaksi, para hakim tidak boleh memungut sesuatu pun dari pihak-pihak yang bermasalah, dan para petugas nikah atau Kantor Urusan Agama (KUA) tidak boleh menerima pemberian dari orang yang melangsungkan akad akad nikah.

Para hakim diharamkan menerima suap (riswah). Dalam Roudlotut Thalibin, mengutip Syeikh Abu Hamid, dijelaskan, jika pun kas negara tidak cukup dana (rizki) untuk menggaji para hakim, maka diperkenankan meminta rizki kepada pihak-pihak bermasalah dan disepakati sebelum permasalahan disidangkan. Penjelasan serupa juga ditemukan dalam kitab I’anatut Tholibin.

Persoalan penghasilan di luar gaji pokok dikaitkan dengan pembahasan tentang riswah atau suap. Namun dalam banyak pembahasan, riswah dibedakan dengan pengertian hadiah. Dalam kitab Ihya` Ulumiddin disebutkan, Imam Ghazali ditanya, apa mungkin riswah dan hadiah dibedakan, toh keduanya tidak mungkin diberikan tanpa ada maksud, kenapa riswah dilarang sementara hadiah tidak, apa yang membedakan keduanya?

Imam Ghazali menjawab, memberikan sesuatu kepada orang lain memang tidak mungkin tanpa maksud. Dalam penjelasan yang panjang lebar Imam Ghazali menjelaskan bahwa pemberian itu sejatinya dimaksud untuk mendekatkan diri dengan pihak yang diberi, atau si pemberi berharap akan memperoleh dampak dari pemberian itu. Jika si pemberi sekedar berharap mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dengan pemberian itu maka hukumnya maksuh saja, dan ini adalah hadiah. Sementara jika pemberian itu dimaksud untuk mempengaruhi keputusan hakim atau kebijakan pemerintah, atau si pemberi memberikan hadiah kepada para hakim dan pejabat atas kebijakan yang menguntungkan dirinya, maka itu adalah riswah.

فَإنْ كَانَ جَاهُهُ بِوِلَايَةٍ تَوَلَّاهُ مِنْ قَضَاءٍ أوْ عَمَلٍ أوْ وِلَايَةِ صَدَقَةٍ أوْ جَبَايَةِ مَالٍ أوْ غَيْرِهِ مِنَ اْلأَعْمَالِ السُّلْطَانِيَةِ حَتَّى وِلَايَةِ الْأَوْقَافِ مَثَلاً وَكَانَ لَوْلَا تِلْكَ اْلوِلَايَةِ لَكَانَ لَايَهْدَى إلَيْهِ فَهَذِهِ رِشْوَةٌ عَرَضَتْ فِيْ مَعْرِضِ الْهَدِيَّةِ-- إحياء علوم الدين؛ ج 2/ ص 152-153

Apabila hadiah itu diberikan berkaitan dengan jatuhnya keputusan pengadilan, atau pencairan dana sosial dan berbagai kebijakan pemerintah yang lain seperti terkait wakaf, dan jika tanpa maksud itu seseorang tidak akan memberikan hadiah maka yang semacam ini disebut riswah (suap), meskipun kelihatannya seperti hadiah. (Ihya’ Ulumiddin 2: 152-153)

Maka kembali kepada pertanyaan di atas, berdasarkan beberapa uraian dalam kitab-kitab mu’tabarah tersebut, bisa disimpulkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari hasil ‘main mata’ dengan para kontraktor berupa uang persenan hukumnya adalah haram, sekalipun ada Undang-Undang yang membenarkan ini.

Sedangkan pendapatan lain yang didapat dari gaji lembur atau berbagai fasilitas tambahan yang diberikan dari negara dibolehkan sepanjang itu setimpal dengan jerih payah yang dilakukan dalam mengurus rakyat atau mewujudkan kemaslahatan umat. Definisi setimpal ditentukan oleh adat atau berdasarkan rata-rata penghasilan masyarakat setempat (qadra kifayatil laiqah min ghairi tabdzir), atau mungkin tepatnya tidak terlalu jauh melebihi upah minimum regional (UMR).--

Disarikan dari hasil bahtsul masail Diniyah Waqiiyah Syuriyah PWNU Jawa Timur di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum, Dukun, Gresik. Pertanyaan tentang gaji lebihan pejabat ini diajukan oleh PCNU Blitar. (A. Khoirul Anam)

Kamis, 21 Mei 2009

Makna Persahabatan



Makna Persahabatan
By A Ilyas Ismail MA
Selasa, 12 Mei 2009 pukul 18:30:00

Bookmark and Share
Makna Persahabatan CORBIS/ILUSTRASI


Pertumbuhan jiwa manusia, selain karena bakat-bakat alam yang dibawa sejak lahir, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, termasuk lingkungan pergaulan dan persahabatan. Demikian pendapat penganut madzhab konvergensi atau interaksionisme yang merupakan sintesis dari madzhab nativistik dan environmentalistik.

Di kalangan umat Islam, terutama kaum sufi dan orang-orang yang menaruh perhatian dan concern terhadap pendidikan moral umat, pengaruh positif-negatif dari pergaulan dan persahabatan itu sudah cukup lama menjadi perbincangan. Tak heran bila diskursus atau wacana tentang persahabatan itu (shuhbah) selalu mewarnai karya-karya mereka. Suhrawardi, lewat bukunya 'Awarif al-Ma'arif, menyebut persahabatan itu sebagai kecenderungan fitri manusia dan merupakan salah satu dari sekian banyak nikmat dan anugerah Allah SWT (Q.S. 3:103).

Persahabatan, kata Suhrawardi, dapat diibaratkan seperti pintu yang akan mengantar manusia menuju sorga atau neraka. Mengapa? Jawabannya, seperti diutarakan Ibn Abbas, karena persahabatan dapat menimbulkan kebaikan dan keburukan sekaligus. ''Tak ada yang dapat merusak manusia selain manusia itu sendiri,'' demikian Ibn Abbas. Agar persaudaraan dan persahabatan itu melahirkan kebaikan-kebaikan, duniawi maupun ukhrawi, maka dalam persaudaraan itu harus ditegakkan nilai-nilai atau sifat-sifat yang terpuji. Di antaranya adalah sifat saling tolong menolong dalam kebaikan (Q.S. Al-Maidah, 2), saling berpesan dalam kebenaran (Q.S. Al-Balad, 17), dan saling kasih mengasihi di antara mereka (Q.S. Al-Fath, 29).

Persaudaraan dan persahabatan harus pula didasarkan pada kesamaan idealisme dan cita-cita. Dalam kaitan ini, Ibnu 'Athailah, lewat kitab Hikam-nya mengingatkan. Katanya: ''Jangan kamu bergaul dan berteman dengan orang yang idealisme, cita-cita, sikap, dan prilakunya tidak mendorongmu ke jalan yang benar, yaitu jalan Allah SWT.'' Ini mengandung makna bahwa tidak setiap orang layak dijadikan sebagai teman atau sahabat.

Persaudaraan yang sejati, menurut satu Hadits, adalah persaudaraan antara dua anak manusia yang diikat oleh tali dan rasa cinta kepada Allah SWT. Lalu, mereka hidup bersama karena Allah, berjuang bersama karena Allah, dan mati bersama juga karena Allah. Inilah realitas persaudaraan yang sungguh sangat sejati dan abadi.

Dalam kehidupan di mana sekat-sekat antara kebenaran dan kebatilan semakin kabur (tasyabuh), maka identifikasi tentang siapa kawan dan siapa lawan menjadi kabur pula. Dalam keadaan demikian, petuah kaum sufi dalam wacana persaudaraan menjadi relevan untuk direnungkan kembali. Semoga persaudaraan dan persahabatan kita kekal dan abadi!! - ah

Sabtu, 09 Mei 2009

Teman dalam kesenangan

Assalammu'alaikum wr.wb

"Berpegang teguhlah kamu pada tali Alloh.Dia adalah satu satunya PenolongMu. Dia adalah Penolong dan pelindung yang paling baik (Al Hajj (22):78)

Dewasa ini dalam bergaul hanya status pangkat,jabatan dan harta saja yang menjadi tolak ukur sebagian manusia jaman sekarang. nilai -nilai kejujuran,prestasi, maupun reputasi baik adalah nomor sekian. Orang cenderung mimelih teman yang kaya,mengenakkan, membuat jabatan terjamin..sebenarnya dia lupa bahwa hanya pada tali Alloh lah segalanya bergantung, hanya padanya kita bergantung..bergantung pada manusia ujung2nya akan membikin kecewa ,coba aja terapkan..

Syaikh Abdul Qadir Al Jailani berpesan 'Takutlah pada Alloh dan percayakan seluruh kebutuhanmu pada Alloh' jangan mengharap dan menginginkan sesuatu kecuali diri Nya. Bersandarlah pada Alloh,bukan kepada yang lain."

Perlu diingat bahwa jika kita terus bergantung kepada seseorang maka semakin lelahlah orang tersebut menghadapi kita ini suatu kenyataan psikologis yang tak terbantahkan. Hanya sedikit orang yang bisa memikul beban orang lain.

Jadi teman yang baik adalah yang shaleh dan selalu mengingatkan pada kebaikan..tidak hanya teman dimeja makan,teman bercanda,teman dikala kita menjabat,teman mencari uang, teman teman waktu seegalanya satu kepentingan...kepentingan hilang pertemanan hilang itu suatu ketidak jujuran sebenarnya..

Iri hati dan dengki akan menjadi suatu hal yang dapat merusak hubungan dan hindari berpersepsi,semua kita pikir yang baik untuk semua.

Mulailah kita hindari teman yang tidak baik yang dapat menjerumuskan diri, orang pelit, orang menang sendiri..kita tanamkan kebaikan tetapi kita juga harus waspada akal bulus mereka yang dapat merugikan kita, daripada nanti kecewa dan kecewa