IBNU TAYMIAH PENGIKUT SYEIKH ABDUL QODIR JAILANI
Oleh : Dr. Afif Muhammad
sumber: Manaqib-sitius PP Suryalaya-Tasik Malaya
Biasanya orang yang mengkritik sesuatu, dianggap sebagai orang yang anti terhadap sesuatu yang dikritiknya itu. Misalnya Imam al-Ghazali sewaktu beliau mengkritik filsafat, beliau dianggap sebagai orang yang anti terhadap filsafat. Tidak hanya itu, bahkan beliau dianggap sebagai “Pembantai filsafat” (Pembunuh Ayam Bertelur Emas).
Hal serupa diatas juga dialami oleh Ibnu Taymiyah ketika beliau mengkritik tasawuf. Ketika itu beliau dianggap sebagai ulama yang anti terhadap tasawuf oleh banyak kalangan. Bahkan sampai sekarang pun masih ada kalangan yang beranggapan demikian. Anggapan atau lebih tepatnya tuduhan demikian merupakan sesuatu hal yang tidak berdasar.
Padahal berdasarkan pada penellitian, Ibnu Taimiyah ketika itu hanya mengkritik istilah tasawuf saja, bukan terhadap kehidupan tasawuf. Menurut Ibnu Taimiyah, tasawuf merupakan istilah yang tidak mempunyai akar sama sekali baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits. Kalau tasawuf itu diartikan sebagai kejernihan hati, maka mestinya dipakai istilah sofa-yasfu-sofwan, bukan tashowufan. Dan kalau diartikan sebagai barisan yang rapat, maka istilah yang digunakan adalah sofa-ya suffu-soffan, bukan tashowuufan. Begitu juga bila diartikan bulu domba, maka yang ada adalah istilah suffan, bukannya tashowuffan. Dengan demikian menurut Ibnu Taimiyah, istilah tasawuf hanya mengada-ada saja. Dan menyarankan untuk menggunakan istlah yang laon saja. Adapun terhadap praktek kehidupan bertasawuf itu sendiri beliau tidak melarangnya.
Salah satu bukti Ibnu Taimiyah tidak melarang praktek tasawuf adalah beliau menulis sebuah kitab yang merupakan sarah ,dari kitab “Futuhul Ghaib”, karya Syeikh Abdul Qodir Jaelani Q.S. dalam tradisi ilmiyah (menulis) di jaman klasik dibedakan antara membantah, mengkritik, dan menjelaskan (sarah). Tulisan yang bersifat membantah merupakan penolakan atau penentangan terhadap pandangan-pandangan yang dibantahnya. Artinya penulis yang membuat bantahan mengambil posisi “berlawanan” dengan penulis yang dibantahnya.
Sedangkan tulisan yang mengkritik merupakan tulisan yang hanya meluruskan dan memberikan saran terhadap tulisan-tulisan atau dari seorang “kawan”. Adapun sarah atau penjelasan merupakan tulisan yang bermakna menjelaskan pandangan-pandangan atau karya-karya dari orang yang dihormati dan memiliki pandangan yang sama dengan orang yang membuat sarah tersebut.
Bisa saja sarah itu berupa penjelasan dari murid terhadap pandangan-pandangan gurunya.
Senin, 23 Agustus 2010
IBNU TAYMIAH PENGIKUT SYEIKH ABDUL QODIR JAILANI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar