Selasa, 18 Januari 2011

KEUTAMAAN AL-MA’TSURAT


Sunday, July 17, 2005
KEUTAMAAN AL-MA’TSURAT

Diunngah dari:http://pedulidpk2.blogspot.com/2005/07/keutamaan-al-matsurat.html

Al-Ma’tsurat adalah kumpulan wirid yang disusun oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna. Di dalamnya terdiri dari ayat-ayat pilihan dan lafal-lafal dari hadits Rasulullah saw. yang biasa beliau amalkan dalam wiridnya. Dinamakan Al-Ma’tsurat, karena memang semua yang ada dalam kumpulan wirid ini dituntunkan (ada riwayatnya) oleh Rasulullah saw. Kata ‘Ma’tsur’ sendiri artinya yang dituntunkan (ada riwayatnya) oleh Rasulullah saw.
Membaca wirid merupakan salah satu sarana dzikir (mengingat Allah) di samping sarana-sarana yang lain. Setiap mukmin harus senantiasa mengingat Allah dalam setiap kesempatan. Yang demikian ini akan menguatkan hatinya dan menjaga kestabilan jiwanya. Dzikir kepada Allah setiap saat juga merupakan karakteristik para ulul albab (orang-orang yang berakal). Allah berfirman,
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring ........ “ (Ali Imran : 191)
Jamaah Ikhwanul Muslimin yang dirintis oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna ingin membina setiap mukmin menjadi sosok manusia seutuhnya. Disamping tarbiyah ruhiyah. Setiap anggota Ikhwanul dituntut untuk senantiasa ber-ittiba’ kepada sunnah Nabi saw. Diantaranya dengan mengamalkan wirid-wirid beliau setiap harinya.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasul Allah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab : 21)
wirid Al-Ma’tsurat bisa kita amalkan setiap hari pada pagi dan petang hari. Allah berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan nama) Allah dengan berdzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Al-Ahzab : 41-42)
Cukuplah kiranya hadits berikut untuk menjelaskan keutamaan dzikir dan para pelakunya.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman, “Aku itu ada pada persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku akan menyebutnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam sebuah jamaah, Aku akan menyebutnya di dalam jamaah yang lebih baik dari mereka.” (Muttafaq ‘alaih)


1.
Allah swt. berfirman :

“Maka jika kamu membaca Al-Qur’an, mintalah perlindungan kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk.”


Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dari Anas ra. dari nabi saw. bahwa beliau bersabda.

“Barangsiapa di waktu pagi mengucapkan a’udzu billahis sami’il alim ....., dia akan dibebaskan dari gangguan syetan hingga sore hari.”

2.
Hadits Ubay bin Ka’ab ra. menceritakan, bahwa Rasulullah saw. bersabda,

“Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman tangan-Nya, tidaklah diturunkan dalam Taurat, Zabur, Injil, atau Furqon yang sebanding dengan Al-Fatihah. Sesungguhnya ia merupakan tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Qur’an yang agung yang dianugerahkan kepada ku.” (HR. Tirmidzi dan ia mengatakan, ‘Hadits ini hasan shahih.’)


Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya dengan sanad dari Ubay bin Ka’ab dari Nabi saw., bahwa beliau saw. bersabda,

“Setiap pekerjaan yang bermanfaat yang tidak dimulai dengan ‘Bismillahirrohmanir-rohim’, maka perkara itu terputus.” Artinya, amal itu sedikit nilai berkahnya.

3.
Diriwayatkan oleh Ad-Darami dan Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab dari ibnu Mas’ud ra. bahwa dia berkata, “Barangsiapa membaca sepuluh ayat dari surat Al-Baqoroh di permulaan siang, maka ia tidak akan didekati oleh syetan hingga sore. Dan jika membacanya sore hari, maka ia tidak akan didekati oleh syetan sampai pagi hari dan ia tidak akan melihat sesuatu yang dibenci pada keluarga dan hartanya.”


Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabrani dalam kitab Al-Kabir dan Al-Hakim dalam Shahih-nya, dari Ibnu Mas’ud ra. Nabi saw. bersabda,

“Barangsiapa membaca sepuluh ayat; empat ayat dari awal surat Al-Baqoroh, ayat kursi dan dua ayat sesudahnya, serta ayat-ayat terakhir dari Al-Baqoroh tersebut, maka rumahnya tidak akan dimasuki oleh syetan sampai pagi.”

4.
Dari Abdullah bin Hubaib ra., ia berkata, “(Suatu ketika) kami keluar pada malam yang gelap gulita dan sedang hujan. Kami meminta kepada Rasululloh saw. agar berkenan mendo’a-kan kami. Maka kami pun menjumpai beliau, lalu beliau bersabda, ‘katakanlah !’ Saya tidak mengatakan apa-apa. Kemudian beliau bersabda, ‘katakanlah !’ Saya tidak mengatakan apa-apa. Kemudian saya bertanya, ‘apa yang harus saya kataka, wahai Rasululloh ?’ Beliau bersabda, ‘Qulhuwallohu ahad dan dua surat perlindungan (Al-Falaq dan An-Naas) tatkala sore dan pagi hari masing-masing tiga kali, niscaya ia sudah mencukupi dari segala sesuatu.” (Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, dan An-Nasa’i. At-Tirmidzi berkata, ini hadits hasan shahih.”)

5.
Dari Abu Hurairah ra. berkata, “Rasululloh saw. tatkala pagi hari selalu membaca : asbahna wa asbahal mulku lillah ......., dan ketika sore hari berkata : amsaina wa amsal mulku lillah .......” (Hadits riwayat Ibnu Sunni dan Al-Bazzar. Al-Baihaqi berkata ‘hadits ini sanadnya baik’)

6.
Dari Ubay bin Ka’ab ra. berkata, “Ketika pagi hari Rasululloh saw. Mengajarkan kepada kami untuk membaca : asbahna ‘ala fitrotil islam ......., dan ketika sore hari juga membaca do’a yang sama.” (Hadits riwayat Abdullah bin imam Ahmad ibnu Hambal dalam zawaid-nya).

7.
Dari ibnu Abbas ra., ia berkata, “Telah bersabda Rasululloh saw., ‘barangsiapa membaca tiga kali : allahuma inni asbahtu mingka ......., maka wajib bagi Allah untuk menyempurnakan nikmat-Nya kepada orang tersebut.” (Hadits riwayat Ibnu Sunni).

8.
Dari Abdullah bin Ghannam Al-Bayadhi bahwa Rasulullah saw. bersabda, “barangsiapa ketika pagi membaca : allahumma ma-asbaha bi ......., maka sesungguhnya ia telah menunaikan syukur pada hari itu. Dan barangsiapa membacanya ketika sore hari, maka ia telah menunaikan syukur pada malam harinya.” (Hadits riwayat Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban dalam shahih-nya)

9.
Dari Abdullah bin Umar ra., bahwasanya Rasulullah saw. bercerita kepada mereka tentang seorang hambadari hamba Allah yang mengatakan : ya rabbi lakal hamdu ......., maka dua malaikat merasa berat dan tidak tahu bagaimana harus mencatat (pahalanya). Kemudian keduanya naik ke langit seraya berkata, ‘Wahai Tuhan kami, sesungguhnya hamba-Mu telah mengatakan satu perkataan yang kami tidak tahu bagaimana mencatat (pahala)-nya.’ Allah swt. – Dia Mahatahu apa yang dikatakan hamba-Nya – berfirman, ‘Apakah yang dikatakan hamba-Ku ?’ kedua malaikat menjawab, ‘sesungguhnya ia mengatakan : ya rabbi lakal hamdu ........’ maka Allah swt berfirman, ‘Catatlah pahalanya sebagaimana yang diucapkan oleh hamba-Ku tadi, sampai ia berjumpa dengan-Ku niscaya Aku akan membalasnya.’” (Hadits riwayat Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan para perawinya tsiqoh).

10.
Dai Abi Salam ra. – seorang pelayan Rasulullah saw. – dalam hadits marfu’, ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa ketika pagi dan sore hari mengatakan : radiitu billahi rabba .........., maka adalah wajib bagi Allah untuk meridhainya.” (Hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Al-Hakim)

11.
Dari Juwairah (Ummul Mukminin ra.), Nabi saw. keluar dari sisinya pagi-pagi untuk shalat shubuh di masjid. Beliau kembali (ke kamar Juwairah) pada waktu dhuha, sementara ia masih duduk di sana. Lalu Rasulullah saw. Bertanya, ‘engkau masih duduk sebagaimana ketika aku tinggalkan tadi ?’ Juwairah menjawab, ‘ya’ maka Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh, aku telah mengatakan kepadamu empat kata sebanyak tiga kali, yang seandainya empat kata itu ditimbang dengan apa saja yang engkau baca sejak tadi tentu akan menyamainya, (empat kata itu adalah) yakni : subhanallahi wabihamdihi, ‘adadakhalqihi ..........” (Hadits riwayat Muslim)

12.
Dari Utsman bin Affan ra. berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidaklah seorang hamba setiap pagi dan sore membaca : bismillahilladzi la yadhurru ......, kecuali bahwa tidak ada sesuatu yang membahayakannya.” (Hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi. Tirmidzi berkata, Hadits ini hasan Shahih)

13.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra. berkata bahwa suatu hari Rasulullah saw. berkutbah di hadapan kita, seraya bersabda,

“Wahai sekalian manusia, takutlan kalian kepada syirik, karena sesungguhnya syirik itu lebih lembut dari binatang semut.” Kemudian berkatalah seseorang kepada beliau, ‘bagaimana kita berhati-hati kepadanya wahai Rasul, sementara dia lebih lembut daripada binatang semut ?’ Rasulullah saw. Bersabda, ‘Katakanlah allahumma inna na’udzubika ........’ (Hadits riwayat Ahmad dan Thabrani dengan sanad yang baik. Juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la sebagaimana hadits tadi dari Hudzaifah, hanya saja Hudzaifah berkata, ‘Beliau (Rasulullah saw.) membacanya tiga kali’)

14.
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa menjelang sore membaca : a’uudzu bikalimatillahi ........ sebanyak tiga kali, maka tidak akan membahayakan baginya racun yang ada pada malam itu.” (Hadits riwayat Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya)

15.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. berkata, “Suatu hari Rasulullah saw. masuk masjid, tiba-tiba beliau jumpai seorang anshor yang bernama Abu Umamah. Rasulullah saw., bertanya ‘Wahai Abu Umamah, mengapa kamu duduk-duduk di masjid di luar waktu shalat ?’Abu Umamah ra. menjawab, ‘Karena kegalauan yang melanda hatiku dan hutang-hutangku, wahai Rasulullah.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Bukanlah aku telah mengajarimu beberapa bacaan, yang bila kau baca niscaya Allah akan menghilangkan rasa galau dari dirimu dan melunasi hutang-hutangmu ?’ Abu Umamah berkata, ‘Betul, wahai Rasulullah.’ Rasulullah bersabda, ‘Ketika pagi dan sore ucapkanlah : allahumma inni a’udzubika minal hammi wal hazan ......’ Kemudian aku melakukan perintah tadi, maka Allah menghilangkan rasa galau dari diriku dan melunasi hutang-hutangku.” (Hadits riwayat Abu Dawud)

16.
Dari Abdurrahman bin Abu Bakar ra., dia berkata kepada ayahnya, “wahai ayahku, sesunguhnya aku mendengar engkau berdo’a, allahumma ‘afini fi badani ........ engkau lakukan itu tiga kali ketika pagi dan tiga kali ketika sore,” Sang ayah berkata, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. berdo’a seperti itu, maka aku pun ingin mengikuti sunnah beliau.” (Hadits riwayat Abu Dawud dan yang lainnya)

17.
Dari Syaddad bin Aus ra., Nabi saw. Bersabda, “Sayyidul Istighfar (do’a permohonan ampunan yang terbaik) adalah : allahumma anta rabbi la-ilaha illa anta khalaqtani ....... barangsiapa membacanya ketika sore hari dengan yakin akan kandungannya, kemudian meninggal pada malam itu, maka ia pun akan masuk surga. Dan barangsiapa membacanya pada pagi hari dengan yakin akan kandungannya kemudian meninggal pada hari itu, maka ia akan masuk surga.” (Hadits riwayat Bukhari dan yang lainnya)

18.
Dari Zaid (pelayan Rasulullah saw.) berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘barangsiapa yang membaca : astagfirullahalladzi la-illa huwal hayyu ......, Allah akan mengampuninya, meski ia lari dari pertempuran.” (Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, dan Al-Hakim. Al-Hakim berkata, ‘Hadits ini shahih berdasarkan atas syarah Bukhari dan Muslim)

19.
Dari Abu Darda’ ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa membaca shalawat kepadaku sepuluh kali ketika pagi dan sepuluh kali ketika sore, maka ia akan memperoleh syafaatku pada hari kiamat.” (Hadits riwayat Thabrani)

20.
Dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya berkata, “Barangsiapa bertasbih kepada Allah seratus kali ketika pagi hari dan seratus kali ketika sore hari, maka ia seperti orang yang melakukan haji seratus kali. Barangsiapa bertahmid kepada Allah seratus kali ketika pagi hari dan seratus kali ketika sore hari, maka ia seperti orang yang membawa seratus kuda perang untuk berjihad di jalan Allah. Barangsiapa mengucapkan tahlil (Lailaha illallah) seratus kali ketika pagi hari dan seratus kali ketika sore hari, maka ia seperti memerdekakan seratus budak dari anak cucu Ismail. Barangsiapa mengucapkan takbir (Allahu Akbar) seratus kali ketika pagi hari dan seratus kali ketika sore hari, maka Allah tidak akan memberi seorang melebihi apa yang diberikan kepadanya, kecuali orang itu melakukan hal yang sama atau lebih.” (Hadits riwayat Tirmidzi dan ia berkata, ‘Hadits ini hasan.’ An-Nasa’i juga meriwayatkan hadits yang sama)


Dan dari Ummu Hani’ ra., Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Wahai Ummu Hani’, ketika pagi hari bertasbihlah kepada Allah seratus kali, bacalah tahlil seratus kali, bacalah tahmid seratus kali, dan bertakbirlah seratus kali, maka sesungguhnya seratus unta yang kau qurbankan, dan seratus tahlil itu tdak akan menyisakan dosa sebelumnya dan sesudahnya.” (Hadits riwayat Thabrani)

21.
Dari Abu Ayyub ra., Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa ketika pagi hari membaca : la-ilaaha illallahu wahdahu la-syarika lahu ........ sepuluh kali, maka Allah akan mencatat setiap kali itu dengan sepuluh kebaikan dan menghapus sepuluh kejelekan, serta mengangkatnya dengan bacaan tadi sepuluh derajat. Bacaan tadi (pahalanya) bagaikan memerdekakan sepuluh budak, dan ia bagi pembacanya sebagai senjata bagi permulaan siang sampai menjelang sore, serta hari itu ia tidak akan mengerjakan pekerjaan yang akan mengalahkannya. Dan barangsiapa membacanya ketika sore hari, maka ia (pahalanya) seperti itu juga.” (Hadits riwayat Ahmad, Ath-Thabrani, Sa’id bin Mansur, dan yang lainnya)

22.
Dari Jubair bin Muth’im ra. Berkata, Rasulullah saw. Bersabda, “Barangsiapa membaca : subhanakallahumma wabihamdika ....... pada suatu majelis dzikir, maka bacaan itu seperti stempel yang dicapkan kepadanya. Dan barangsiapa mengucapkannya pada forum iseng, maka bacaan itu sebagai kafarat baginya.” (Hadits riwayat An-Nasa’i, Al-Hakim, Ath-Tharani, dan yang lainnya)

13.
Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar berkata, “Kami meriwayatkan dalam kitab Hilyatul Auliya’ dari Ali ra., ‘Barangsiapa suka mendapatkan timbangan kebajikan yang sempurna, maka hendaklah di akhir majelisnya ia membaca subhana rabbika raabil ‘izzati amma yasifuun ............”


Pustaka
_______, 1984. Al-Qur’an dan terjemahnya. Departemen Agama Republik Indonesia. jakarta
Sabiq, S. 1988. Fikih Sunah. jil 5. Al-Ma’arif. Bandung. 254-313.
An-Nawawi, S. 1996. Riyadhus Shalihin. Jil 2. Pustaka Amani. Jakarta. 363-368.
Shaleh, Q., A. A. Dahlan, dan M. D. Dahlan,. 1993. Asbabun Nuzul : latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Cet 15. CV. Diponegoro. Jakarta.

posted by peduli | 12:14 AM

Kamis, 13 Januari 2011

SUKSES BISNIS KARENA HOKI



SUKSES BISNIS KARENA HOKI
Posted on Januari 12, 2011 by Perdana Akhmad S.Psi

Oleh : ustadz Zainal Abidin, L.c

sumber:http://metafisis.wordpress.com/2011/01/12/sukses-bisnis-karena-hoki/

Langkah yang ditempuh para pembisnis dalam melancarkan usahanya beraneka ragam ada yang realistis dan ada pula yang tidak realistis. Yang realistis mereka menempuh cara dengan perbaikan manajemen, mengikuti training leadership, memperketat peraturan perusahaan, memperluas jaringan marketing, dan meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan. Sedangkan mereka yang menempuh cara yang tidak realistis dengan menggunakan jasa dukun, meyakini hoki, neptu lahir atau pergi ke kuburan keramat.

Banyak kita saksikan para usahawan kita bila menghadapi kepanikan bisnis mereka berlomba-lomba mendatangi paranormal karena mereka beranggapan bahwa para normal mengetahui hal-hal ghaib yang bisa membantu membangkitkan kembali bisnisnya, atau bisa mencarikan bentuk usaha yang membawa hoki. Dan yang lebih aneh lagi mereka mendatangi kuburan para wali dan tempat keramat untuk melancarkan rizkinya, memudahkan lobi bisnisnya, membantu kenaikan pangkatnya, mengairi ladang yang kering dan sebagainya, karena mereka meyakini bahwa para wali di alam barzah dan tempat keramat memiliki kekuatan ghaib yang berkaitan masalah rizki atau lainnya, mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah suatu bentuk kesyirikan dan menghilangkan ketawakalan kepada Allah serta ketergantungannya kepada ar-Razaq (dzat pemberi rizki), sementara kunci rizki dan perbendaraan bumi ditangan Allah:

“Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami”.( al-Munafiqun: 7).

Pengusaha Muslim harus meninggalkan cara-cara yang tidak realistis untuk mengembangkan usahanya apalagi mendatangi dukun ataupun tempat-tempat keramat karena hal itu akan mendatangkan murka Allah dan menumbuhkan rasa ketergantungan kepada makhluk dan paranoid dalam usaha, sementara rizki bila telah menjadi bagian kita tidak akan lari sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam:

”Seandainya anak Adam lari dari rezekinya sebagaimana ia lari dari kematian, maka rezekinya akan menemuinya sebagaimana kematian menemuinya.” (1)

Begitu pula membenarkan apa yang mereka kabarkan merupakan pelanggaran besar dan mendatangkan murka Allah berdasarkan hadits dari Imram bin Hushain berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

“Bukan dari golongan kami orang yang menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda, burung dan lain-lain, yang bertanya dan yang menyampaikan, atau bertanya kpada dukun dan yang mendukuninya atau yang menyihir dan yang meminta sihir untuknya, dan siapa saja yang membuat buhulan dan barangsiapa yang mendatangi kahin dan membenarkan apa yang di katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.”(2)

Tentang hukum mendatangi dukun, Imam Al Qurtubi rahimahulloh berkata:

“Wajib bagi setiap orang yang mampu, baik da’i atau yang lainnya, untuk mengingkari orang yang melakukan perbuatan perdukunan di pasar dan mengingkari dengan keras terhadap siapa saja yang mendatangi para dukun. Tidak boleh kita tertipu, karena apa yang diberitakan itu benar atau banyaknya orang yang datang kepada mereka atau menggunakan julukan ahli ilmu. Sebenarnya mereka bukanlah ahli ilmu, tetapi yang lebih tepat adalah orang bodoh, karena mereka masih melakukan perbuatan yang terlarang.”(3)

Ada seorang jamaah bercerita bahwa dirinya pernah mempergunakan jasa dukun untuk melariskan dagangannya. Singkat cerita, benar apa yang dikatakan sang dukun dan tidak berapa lama usahanya maju dengan pesat, sehingga dia bergelimang dengan harta, keluarganya dimanjakan dengan kemewahan bahkan dia bingung bagaimana harus mempergunakan uangnya. Akan tetapi suatu saat, karena ia tidak bisa memenuhi apa yang diwajibkan jin atas dirinya, dalam sekejap usahanya hancur, hutang-hutangnya pun menumpuk dan para suplier tak henti-henti menagihnya. Karena merasa tidak sanggup menghadapai beban berat hidupnya ia meninggalkan tempat usahanya dan pergi ke Jakarta. Akan tetapi Jin-jin yang selama ini membantunya senantiasa meneror diri dan keluarganya dengan gangguan-gangguan yang berupa ular-ular kecil yang selalu muncul di tiap sudut lantai keramik rumahnya.

Setelah hubungan dirinya dengan dunia klenik tidak lancar, kepercayaan dirinyapun hilang, ia menjadi lemah dan mudah berputus asa, ia tidak tahu lagi harus berbuat apa dan memulai usaha dari mana. Selama ini, dalam menjalankan usahanya ia selalu bergantung dengan arahan dan ramalan paranormal.

Dari kasus tersebut saya berkesimpulan bahwa mereka adalah orang-orang yang takut dengan masa depan, mereka akan optimis jika digambarkan masa depannya cemerlang, sebaliknya mereka berubah menjadi pesimis jika dikatan bahwa masa depannya suram dan tidak menguntungkan. Bila hal ini diteruskan dan dia tidak bertaubat memohon ampunan kepada Allah subhanahu wata’ala dan mengembalikan keyakinannya kepada Allah ia akan menjadi manusi yang kehilangan kepercayaan, hidup diliputi dengan kecemasan dan takut menatap masa depan.

Lihatlah bagaimana mereka dipermainkan oleh sang dukun yang telah bekerja sama dengan koleganya dari bangsa jin untuk menyengsarakan para pengusaha yang bingung untuk mencari solusi ternyata malah makin terpuruk ibarat sudah jatuh sambil duduk, tertimpa tangga dan terbentur tembok. Maka hendaknya seorang pengusaha muslim harus tetap istiqamah dalam menghadapi rintangan bisnis, tetap optimis dalam keterpurukan, sambil terus bangkit mencari solusi dan jalan keluar yang disertai tawakkal dan yang tidak kalah pentingnya adalah berdoa kepada Allah memohon kemudahan dan jalan keluar serta mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai amal shalih. Kejarlah yang punya rizki yaitu Allah ta’ala jangan hanya pandai mengejar peluang rizki.

Wahai saudaraku, sederhanalah dalam mencari harta. Jangan rakus dan membabi buta tanpa memerhatikan aturan agama, dan jangan menodai hak orang lain, karena rezekimu tidak akan berpindah ke tangan orang lain, seorang hamba dalam mengarungi kehidupan hanya butuh terhadap tiga pilar karena tidak akan sukses kecuali dengannya: bersyukur, mencari kesehatan, dan bertobat dengan tobat nasuha.(4)

Footnote:
1. Lihat Shahihul Jami’ no: 5240.
2. Dikeluarkan Al-Bazzar sebagaimana dalam Kasyful Astaar 3/399 No.3044. At-Thabrani dalam al-Mu’jam Al-kabir 18/162 No.355 dan disebutkan oleh Al-Albani dalam Shahihil Jaami’ 2/956.
3. Lihat Ahkamul Qur’an, al-Qurthubi, 2/ 44.
4. Lihat al-Fawaid, Ibnu Qayyim, hal. 288.

Filed under: ARTIKEL CAMPURAN, MACAM PRILAKU SYIRIK Ditandai: | hoki, bisnis
« PENGERTIAN WAHABI DAN SIAPA MUHAMMAD BIN ADBUL WAHHAB

Jumat, 07 Januari 2011

Keutamaan Mendoakan Orang Lain Tanpa Sepengetahuannya

Adab-Adab Berdoa
Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi -shallallahu alaihi wasallam- »
Keutamaan Mendoakan Orang Lain Tanpa Sepengetahuannya

January 20th 2010 by Abu Muawiah | Kirim via Email

05 Shafar



Keutamaan Mendoakan Orang Lain Tanpa Sepengetahuannya

Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِينَ آمَنُو

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hasyr: 10)

Allah Ta’ala berfirman tentang doa Ibrahim -alaihishshalatu wassalam-:
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ
“Wahai Rabb kami, beri ampunilah aku dan kedua ibu bapaku dan semua orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (QS. Ibrahim: 41)

Allah Ta’ala juga berfirman tentang Nuh -alaihishshalatu wassalam- bahwa beliau berdoa:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Wahai Rabbku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke dalam rumahku dalam keadaan beriman, dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.” (QS. Nuh: 28)

Dan juga tentang Nabi Muhammad -alaihishshalatu wassalam- dimana beliau diperintahkan dengan ayat:
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)
Dari Abu Ad-Darda’  dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga kebaikan yang sama.” (HR. Muslim no. 4912)
Dalam riwayat lain dengan lafazh:
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu.”

Penjelasan ringkas:
Mendoakan sesama muslim tanpa sepengatahuan orangnya termasuk dari sunnah hasanah yang telah diamalkan turun-temurun oleh para Nabi -alaihimushshalatu wassalam- dan juga orang-orang saleh yang mengikuti mereka. Mereka senang kalau kaum muslimin mendapatkan kebaikan, sehingga merekapun mendoakan saudaranya di dalam doa mereka tatkala mereka mendoakan diri mereka sendiri. Dan ini di antara sebab terbesar tersebarnya kasih sayang dan kecintaan di antara kaum muslimin, serta menunjukkan kesempuraan iman mereka. Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik)

Karenanya Allah dan Rasul-Nya memotifasi kaum muslimin untuk senantiasa mendoakan saudaranya, sampai-sampai Allah Ta’ala mengutus malaikat yang khusus bertugas untuk meng’amin’kan setiap doa seorang muslim untuk saudaranya dan sebagai balasannya malaikat itupun diperintahkan oleh Allah untuk mendoakan orang yang berdoa tersebut. Berhubung doa malaikat adalah mustajabah, maka kita bisa menyatakan bahwa mendoakan sesama muslim tanpa sepengetahuannya termasuk dari doa-doa mustajabah. Karenanya jika dia mendoakan untuk saudaranya -dan tentu saja doa yang sama akan kembali kepadanya- maka potensi dikabulkannya akan lebih besar dibandingkan dia mendoakan untuk dirinya sendiri.

Hanya saja satu batasan yang disebutkan dalam hadits -agar malaikat meng’amin’kan- adalah saudara kita itu tidak mengetahui kalau kita sedang mendoakan kebaikan untuknya. Jika dia mengetahui bahwa dirinya didoakan maka lahiriah hadits menunjukkan malaikat tidak meng’amin’kan, walaupun tetap saja orang yang berdoa mendapatkan keutamaan karena telah mendoakan saudaranya. Hanya saja kita mendoakannya tanpa sepengetahuannya lebih menjaga keikhlasan dan lebih berpengaruh dalam kasih sayang dan kecintaan.

Sebagai tambahan adab-adab berdoa dari dalil-dalil di atas:
1. Jika dia mendoakan orang lain maka hendaknya dia mulai dengan mendoakan dirinya sendiri.
Dari Ubay bin Ka’ab -radhiallahu anhu- dia berkata, “Jika Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- menyebut seseorang lalu mendoakannya, maka beliau mulai dengan mendoakan diri beliau sendiri.” (HR. At-Tirmizi: 5/463) Hanya saja juga telah shahih riwayat bahwa beliau -shallallahu alaihi wasallam- tidak memulai dengan diri beliau sendiri, seperti pada doa beliau untuk Anas, Ibnu Abbas, dan ibunya Abu Hurairah -radhiallahu anhum-. (Lihat Syarh An-Nawawi terhadap Shahih Muslim: 15/144, Fath Al-Bari: 1/218, dan Tuhfah Al-Ahwadzi Syarh Sunan At-Tirmizi: 9/328)
2. Dia mendoakan kedua orang tuanya ketika dia berdoa untuk dirinya sendiri.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra`: 24)
3. Mendoakan kaum mukminin dan mukminat tatkala mendoakan dirinya sendiri.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)

Ayat Penjagaan (Alloh SWT)



Jumat, 23 Januari 2009
Syeikh Mustafa Haqqani: Ayat Khirzi Penangkal Sihir dan Jin





Pada 29 Desember lalu, di zawiyah Hasbi, ba'da Maghrib, sh Mustafa memberikan pesan kepada kita semua mengenai pentingnya melazimkan ayatul hirz di zawiyah-zawiyah maupun di pribadi kita masing-masing. Apa manfaat dari ayatul hirz? Berikut salinan dari pesan yang disampaikan oleh Sh Mustafa:

Dulu ketika saya di Malaysia, saya begitu tercekam. Negara Islam tapi koq banyakan pemecahan masalah hubungan antar pribadi dengan sihir. Saya jadi agak.. punya catatan "...lho koq?".

Astaghfirullah al adzim, hari-hari ini di kultur kita, ternyata sihir, lebih dari yang pernah aku saksikan di Malaysia.

Oleh karena itu, saya terangsang untuk meng-introduce ayatul hirz (Ayat-ayat Penangkal - red). Kata Rasulullah “barang siapa setelah maghrib membaca al-fatihah berikut 11 ayat dari surat al-baqarah”; tetapi beliau tidak mengatakan begitu: "berikut alif lam mim sampai muflihun, ayat kursi dan 2 ayat sesudahnya, dan 3 ayat yang terakhir…". --Barangkali ini juga kebijakan yang diambil oleh kalangan tradisional, maka bahagian yang vital dari surat al-baqarah ini di introduce dalam kesehariannya. Ternyata sekarang kita lihat gunanya. Sebab itu di maghrib, di subuh, seyogyanya kita sisipkan (ayatul hirz – red)--. Sebab kata Rasul: “…dijamin aman dari aneka macam kejahatan manusia, jin dan setan sampai waktu subuh”. Berarti habis subuh harus dibaca lagi.

Saya banyak menjumpai kasus, telah mengadu kepada saya, merupakan fenomena interaktif tetapi pakai jinni power. Jadi barangkali lebih baik secara conditional di zawiyah-zawiyah kita atau di setiap pribadi kita, lazimkanlah ayatul hizr. Sehingga, karena itu, tadi, sesudah tahlil 10x, yang itu memang di-seyogyakan di waktu maghrib,dengan fadzilah, insyaAllah dijamin mantab aqidah dan husnul khotimah. Jadi sayang kalau tidak kita integrasikan: disambung dengan ayatul hizr, baru tasbih.

Sebenarnya, prinsipnya, patokannya, solat sunah ba'diyah itu disegerakan, dalam tradisi Naqshbandi, untuk mengelakkan kocar-kacir. Sebab Allah sendiri yang mengatakan, [arab] "the only way to aproach Me", kata Allah, "adalah kalau orang doyan dengan perfection. Sudah yang wajib, dilakukan yang sunah". Mekanismenya [arab] "sehingga dia semakin mencintai Aku dan Aku berlipat ganda kecintaannya kepada dia".[arab]. "kalau dia mencintai Aku, Aku jadi kuping dia, jadi mulut dia, jadi mata dia, jadi tangan dia, jadi kaki dia. apa yang tergerak di hati, Aku ya-kan. Barangsiapa kurangajar terhadap orang semacam itu, Aku sendiri yang mempermaklumkan perang!" (terhadap orang yang kurang ajar kepada orang semacam itu). Ini background; reference-nya.

Kenapa, semua solat kita yang 5 itu ada qobliyahnya? Kecuali subuh & ashar ada pula ba'diyahnya? Itu dibikin amat ketat. Artinya, mudah-mudahan tidak dengan karena kita menyisipkan ayatul hirz, solat sunahnya keteteran. Jadi setelah itu tetap untuk dilangsungkan amalan harian, yang di transformasikan dari Rasulullah melalui Sayyidina Abu Bakr dan yang terakhir kita terima dari sh Nazim. Jadi itu tetap untuk di-tradisikan. Itu belum selesai sampai solat ba'diyah tapi (ayatul hirz – red) ditaruh sesudah doa penutup solat.
Merenunglah kalian, wahai orang yang dikedalaman hatinya ada fungsi yang bergetar, yang hidup!

Adapun Ayat Khirzi adalah sbb :

Surah Al Fatehah

Surah Al Baqarah ayat 1 s.d 5

Ayat Kursi

Surah Al Baqarah ayat 256 s.d 257

Surah Al Baqarah ayat 284 s.d 286

Surah Al A'raaf ayat 54 s.d 56

Surah Al Isro' ayat 110 s.d 111

Surah As Shaffaat ayat 1 s.d 11

Surah Ar Rahman ayat 33 s.d 35

Surah Al Hasyr ayat 22 s.d 24

Surah Al Jin ayat 1 s.d 4

Wassalam,
Disarikan dari mailist : muhibbun_naqsybandi@yahoogroups.com
Diposkan oleh Energi Enlightment di 01.01 0 komentar
Self Healing ala Nabi SAW
(Di intisarikan oleh Jokotry dari hasil shohbet-Untaian Mutiara Hikmah Syaikh Mustafa)


Setiap orang dapat melakukan pengobatan sendiri dalam kondisi normal. Guru kami Syech Mustafa pernah mengajarkan cara Rosululullah dalam melakukan pengobatan, yaitu dengan mengusapkan tangan kanan kebagian yang sakit sebanyak tujuh kali, sambil mengucapkan doa berikut ini :

اَعُوْذُ بِعِزَّ ةِ اللهِ وَ قُدْر تِهِ وَ سُلْطَا نِهِ مِنْ شَرِّ مَا اَجِدُ وَاُخَدِرْ

A’udzu bi izzatillaahi wa qudratihi wa shulthanihi min syarri maa ajidu wa ukhodir. (Aku berlindung kepada keagungan Allah, kekuasaanNya dan kemuliaanNya dari rasa sakit yang aku rasakan dan sembuhkanlah ya Allah).

Catatan : Kalau untuk diri sendiri (AJIDU), Untuk orang lain perempuan (AJIDU diganti TAJIDU), kalau untuk orang lain laki-laki (AJIDU diganti YAJIDU).

Catatan :
Doa tersebut instruksi Nabi Muhammad ketika menjenguk Sayyidina Utsman yang sedang sakit. Nabi mengatakan kepada Utsman, untuk membaca doa tersebut diatas dan mengusapkan tangan kanannya sebanyak tujuh kali. Sayyidina Utsman melakukannya, dan akhirnya Allah berkenan menyembuhkan penyakitnya.

Disarikan dari mailist : muhibbun_naqsybandi@yahoogroups.com
Diposkan oleh Energi Enlightment di 00.56 0 komentar
Maqam Basyariyyah (Kemanusiaan) Nabi SAW

Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS

Khutbat al-Jumu'ah, 24 Oktober, 1997

Masjid at-Tawhiid, Mountain View, California

Bismillaah ir-Rahman ir-Rahiim

was-shalaat was-salaam ala Sayiddina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam

akan Saya baca terjemahan bahasa Inggrisnya. Dalam Surat al-Kahfi ayat 107, yang berbunyi, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal." 108, "Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya." 109, "Katakanlah: ‘Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).’" Dalam ayat 110 berbunyi, "Katakanlah: ’Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Ilah (Tuhan) kamu itu adalah Ilah (Tuhan) Yang Esa’". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhan-nya."

Dalam ayat-ayat ini, kita melihat bahwa Allah SWT telah berjanji bahwa barangsiapa berbuat baik, Ia pun akan memberikan pada mereka surga-surga. Mereka yang beriman, yang menerima Islam, yang tidak hanya menerimanya tanpa melakukan amal (perbuatan baik), karena kalian pun bisa menjadi Muslim tanpa amal—tetapi di sini Ia menekankan bahwa, "Wahai Muslim, Wahai Mu'min, kalian harus melakukan amal kebajikan." Dan Ia menekankan akan pentingnya melakukan perbuatan baik. Tidak hanya, "Aku percaya, aku seorang Muslim, dan aku berbuat kejahatan. Aku melakukan salatku tetapi aku berbuat kejahatan.” Tidak. Allah SWT menempatkan amal kebajikan bersama Iman, dus amal kebajikan adalah sejajar bersama Iman.

Kalian bisa saja beriman, kalian bisa mengatakan, “La Ilaaha Ill-Allah Muhammadun RasulAllah”, tetapi mungkin kalian tidak melakukan perbuatan-perbuatan baik. Persyaratannya adalah bahwa kalian harus menjadi seorang yang beriman dan kalian harus berbuat kebajikan. Siapa yang berbuat kebajikan, mereka akan memperoleh Surga Firdaus. Mereka akan tinggal di dalamnya selama-lamanya. Mereka tidak akan berada di tempat lain. Allah SWT akan membalas mereka atas Iman mereka dan atas amal mereka.

Tanpa amal, kalian tak akan memperoleh Surga Firdaus. Allah SWT mungkin akan mengirim kalian ke tempat lain. Tapi, dengan amal kebajikan, kalian akan mendapatkan Jannat al-Firdaus.Muslim harus bekerja keras untuk melakukan amal kebajikan—dan tidak sekedar memikirkannya, “Aku datang dan salat, dan aku percaya bahwa Allah SWT adalah Pencipta kita dan Sayyidina Muhammad SAW adalah Utusan-Nya,” melainkan “Aku harus bekerja keras untuk kebaikan masyarakat, untuk kebaikan ummat Muslim. Maka aku akan meraih Jannat al-Firdaus.”

Kita semua, alhamdulillah, adalah orang-orang yang beriman. Jika kita tidak beriman tentu kita tidak akan datang ke sini. Jadi, kita harus beriman pada Pesan dari Allah SWT. Apa yang Allah SWT telah turunkan bagi kita melalui Sayyidina Muhammad SAW, kita harus menerimanya. Kita tak boleh mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain. Kita harus mengambil seluruhnya bersama-sama dan berusaha untuk maju, atau pencapaian kita akan Surga tidak akan lengkap. Kita mungkin hanya akan memperoleh derajat yang lebih rendah dalam surga.

Dan kita tidak menginginkan hal itu. Setiap orang menginginkan lebih karena Allah SWT begitu Pemurah. Allah SWT adalah Sang Maha Pemurah Yang Mutlak. Kita ingin untuk berbuat lebih untuk mencapai lebih.Dan Allah SWT melanjutkan, “Katakanlah!”—“Qul Ya Muhammad SAW!” Hanya bagi Allah SWT-lah untuk mengatakan, “Katakan wahai Muhammad SAW! Jika seluruh lautan menjadi tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Tuhanku, lautan itu akan habis, habis seluruhnya, tinta akan habis, pena-pun akan patah dan habis, sekalipun jika kita tambahkan lautan atas lautan atas lautan, seluruh lautan dan samudra itu akan habis, tetapi Kalimat-Kalimat Allah SWT itu tak akan pernah habis.” Ayat itu dimulai dengan, “Wahai Muhammad SAW, katakan pada mereka...,“ karena Sayyidina Muhammad SAW telah mengetahui, hal itu bukanlah bagi beliau, tapi bagi kita untuk mengetahuinya. Karena beliau yang telah diundang untuk Isra' dan Mi'raj, mengetahui pentingnya, mengetahui Tawhid Allah SWT (Keesaan Allah SWT), mengetahui Keagungan Allah SWT. Allah SWT berfirman pada beliau, “Qul!” Katakan pada siapa? Katakan pada mereka, pada Ummah, pada hamba-hamba Allah SWT, pada seluruh manusia. Di sinilah kita harus melihat bahwa ada suatu perbedaan antara status Muhammad SAW dengan status dari seluruh manusia. Allah SWT berfirman pada beliau, “Qul Ya Muhammad SAW”—“Katakan pada mereka Wahai Muhammad SAW, karena engkau sudah tahu. Aku telah memanggilmu ke Hadirat-Ku karena dirimu adalah intan permata yang paling berharga dalam alam semesta ini. Engkau mengetahui Keagungan-Ku. Maka, katakanlah pada mereka apa yang kau tahu tentang Diri-Ku. Katakan pada mereka bahwa sekali pun seandainya lautan dan samudra adalah tinta...”

Beginilah pikiran kita bekerja, dengan imajinasi dan perumpamaan. Karena itulah Allah SWT memberikan pada kita suatu contoh dalam Quran Suci agar kita mengerti, perumpaan akan “samudra dan lautan sebagai tinta, untuk menulis Kalimat-kalimat Allah SWT.” Kemudian bayangkanlah bahwa lautan itu akan habis, sedangkan Kalimat-Kalimat Allah SWT tak akan pernah habis. Bahkan jika seandainya kalian menambahkan lagi samudra lalu lautan lalu samudra lalu lautan...” Jadi, artinya pengetahuan kita adalah apa? Pengetahuan kita bukan apa-apa, tidak ada apa-apanya. Seluruh ilmu dan pengetahuan yang kita banggakan hari ini, komputer, teknologi, rekayasa (engineering), fisika, kedokteran, semua nihil, bukan apa-apa, dibandingkan dengan Kalimat-Kalimat Allah SWT, dibandingkan dengan Ilmu dan Pengetahuan Allah SWT, dibandingkan dengan Ilmu dan Pengetahuan Nabi Muhammad SAW. Jika seluruh rekayasa dan teknologi ini, dan juga ilmu kedokteran ini, bukan apa-apa, itu berarti pengetahuan Sayyidina Muhammad SAW, yang telah Allah SWT berikan padanya, dapat melakukan mu'jizat dan keajaiban. Ilmu dan pengetahuan itu dapat mengubah apa pun di alam semesta ini. Pengetahuan dan Ilmu dari al-Quran Suci yang dapat kita pahami, dapat mengubah seluruh alam semesta ini. Di manakah pengetahuan itu? Di manakah ilmu dan sains itu? Karena Allah SWT telah melukiskan dalam al-Quran Suci bahwa pengetahuan iptek kita itu bukan apa-apa, maka ia tidak memiliki nilai apa pun.

Ayat itu bermakna, “Katakan pada mereka, Ya Muhammad SAW, tentang apa yang kau ketahui tentang Diri-Ku. Tentang Ilmu-Ku dan katakan pada mereka bahwa pengetahuan yang telah Kami berikan pada mereka tak berarti apa-apa dibandingkan Ilmu-Ku. Bahkan seandainya samudra dan lautan ditambahkan atas samudra dan lautan lalu ditambahkan atas samudra dan lautan, Kalimat-Kalimat-Ku, Ilmu-Ku tak akan pernah habis!” Jadi, kita sangatlah kecil, tak berarti apa-apa. Jadi, ilmu yang telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada kita melalui Quran Suci dapat melakukan kekuatan-kekuatan yang ajaib (mu'jizat). Di manakah ilmu itu? Kita harus mencari ilmu itu, kita harus melakukan riset dan penelitian atasnya. Bukan hanya riset untuk sains, bukan hanya riset untuk teknologi saja, karena sains teknologi tak bernilai apa-apa (dibandingkan ilmu dari Quran Suci).

Sains dan teknologi biasa tak akan mampu membawa kalian ke surga, tapi ilmu Allah SWT-lah yang akan membawa kalian ke surga. Dan karena ilmu manusia jika dibandingkan dengan ilmu Allah SWT adalah tak ada artinya, kita pun mesti menyadari betapa kurang dan lemahnya diri kita. Dan karena itu pulalah kita lalai dan bodoh akan ilmu dan pengetahuan tadi. Karena itulah mengapa Nabi SAW berkata kepada kita, dalam lanjutan ayat tadi, “Wahai Muslim, wahai manusia, Ilmu Allah SWT tak pernah habis. Bahkan setelah samudra di atas samudra...”

Apa yang difirmankan Allah SWT setelah itu? Ia berfirman, “Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia seperti dirimu, tapi telah diwahyukan kepadaku." Apakah maknanya di sini? Banyak orang sekarang berkata, “Ah, Muhammad SAW tidaklah seperti kami, tapi ia lebih baik daripada kami karena telah diwahyukan padanya.” Tetapi, ini bukanlah makna dari ayat tersebut. Ayat tersebut bermakna, “Aku adalah seorang manusia yang telah mengerti Kemuliaan dan Keagungan Allah SWT, dan tak seorang pun dapat memperoleh pengetahuan ini.” Seberapa pun tingginya maqam dan kedudukan yang mungkin kita raih, kita tetaplah memilik batasan-batasan. Makna dari, “Aku adalah seorang manusia seperti dirimu,” BUKANLAH “Aku adalah suatu badan, suatu tubuh fisik sehingga engkau tidaklah lebih baik dariku dan aku tidaklah lebih baik darimu kecuali bahwa aku menerima wahyu.” Bukan! Maknanya yang benar adalah, “Wahai Muslim, sekalipun dengan apa yang telah Allah SWT berikan padaku, akan keagungan dan kenabian (nubuwwah) dan wahyu, tetaplah aku tidak akan mampu mengetahui seluruh ilmu Allah SWT, tetaplah seluruh karunia itu memiliki batasannya, bahkan bagiku.” Ayat itu tidaklah bermakna bahwa kalian dapat meminimalkan peran dari Sayyidina Muhammad SAW, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama baru kontemporer Islam. Tidak!

Mayoritas Ulama dalam Islam menekankan pentingnya ayat ini, di mana Sayyidina Muhammad SAW tengah menunjukkan pada orang-orang, “Bahkan dengan kebesaranku, bahkan dengan kekuatan yang Allah SWT telah karuniakan padaku, bahkan dengan Isra' dan Mi'raj, bahkan dengan wahyu, tetaplah aku terbatas dalam mengetahui Ilmu Allah SWT. Tetapi kalian pun terbatas dalam mengetahui pengetahuanku.” Sayyidina Muhammad SAW tengah menekankan, “Kalian terbatas dibandingkan pengetahuanku dan aku pun terbatas dibandingkan Ilmu dan Pengetahuan Allah SWT.” Wahai Muslim, Allah SWT tidak menerima syiriik (sekutu) apa pun. Dan itulah mengapa Sayyidina Muhammad SAW bersabda dalam ayat ini, “Aku hanyalah seorang manusia,” ini bermakna, “Aku tidaklah mensekutukan diriku sendiri dengan Allah SWT. Karena itulah ilmuku tidaklah sama. Dan, sebagai Nabi Muhammad SAW, Penutup para Rasul, tak seorang pun dapat meraih tingkatanku. Kalian harus mengetahui batasan kalian, dan aku pun mengetahui batasanku terhadap Tuhanku.”

Zuhair ibn Jandab RA, salah seorang Sahabat, berkata, “Apakah yang menjadi alasan turunnya ayat yang mengatakan, "Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhan-nya." Ayat itu turun untuk menunjukkan perbedaan di antara kita dan Nabi SAW; dan antara Nabi SAW dengan Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Katakanlah, aku adalah seorang manusia seperti dirimu, tapi telah diwahyukan padaku,” bermakna, “Aku mengetahui batasanku, dan engkau pun mengetahui batasanmu, tetapi telah diwahyukan padaku bahwa jika seseorang ingin untuk melakukan amal, ingin untuk berada di Hadirat Tuhannya, namun karena dia tak mampu meraih pengetahuan Tuhannya, ia pun terbatas, maka hendaklah ia melakukan amal kebajikan, amal salih untuk Akhiratnya.” “Siapa yang ingin berada di Hadirat Allah SWT di Akhirat, hendaklah ia melakukan amal kebaikan. Dan hendaklah ia tidak menyekutukan seorang pun dalam ibadah kepada Allah SWT.”

Mengapakah ayat tersebut turun? Ayat itu bukanlah tentang syirik dalam menyembah seseorang bersama Allah SWT, ayat itu tidaklah bermakna demikian, sebagaimana mereka mengatakannya saat ini. Mereka melabeli mu'min dan muslim dengan menggunakan ayat-ayat Quran yang Allah SWT turunkan berkenaan dengan orang-orang Kafir, Yahudi, dan Kristen, mereka yang menyembah berhala, atau mensekutukan seseorang dengan Allah SWT. Ayat itu berkata, “Jangan sekutukan siapa pun.”Menurut Zuhair ibn Jandab RA, ia mendatangi Sayyidina Muhammad SAW dan berkata, “Ya RasulAllah SAW, terkadang aku melakukan sesuatu untuk Allah SWT, aku melakukan amal yang kulakukan untuk menyenangkan Tuhanku, dan aku akan melakukannya untuk ridha Allah SWT dan untuk cinta-Nya bagiku, tapi saat orang-orang tahu akan amal itu, aku akan senang jika orang-orang tahu akan apa yang telah kuperbuat.”

Kemudian Nabi SAW bersabda, “Ya Zuhair RA, jangan sekutukan siapa pun dalam ibadahmu.” Ini berarti jangan senang bahwa orang-orang tahu tentang apa yang telah kau perbuat, karena ini adalah kesyirikanmu. Kedudukanmu di hadapan Allah SWT seakan-akan dirimu bangga atas apa yang telah kau perbuat. Itu berarti kau ingin agar orang-orang menghormatimu dan mencintaimu karena engkau telah melakukan amal ini. Amal itu tidaklah murni bagi Allah SWT. Kini, kita menyaksikan orang-orang senang—saat mereka melakukan sesuatu, mereka ingin setiap orang tahu. Saat mereka melakukan pengumpulan dana, mereka ingin setiap orang untuk tahu berapa banyak yang telah mereka sumbangkan untuk masjid, atau untuk hal-hal Islami lainnya.

Kenapa? Karena mereka akan menjadi terkenal dalam masyarakat dan orang-orang akan menyebut mereka, “Oh, mereka adalah orang-orang yang amat baik.” Itu adalah syirik-mu atas amalmu di hadapan Allah SWT bersama seseorang lainnya. Kalian tak perlu itu. Itu tidaklah haram, tetapi itu tidaklah sempurna.

Dan beberapa 'ulama berkata, ada dua macam amal. Ada `amal al-mubtadi`iin dan `amal al-kamiliin, amal para pemula, dan amal orang-orang yang sempurna. Ini berarti bahwa mereka yang dalam Islamnya, berusaha untuk maju, senang untuk menunjukkan bahwa mereka tengah melakukan sesuatu. Mereka yang telah mencapai maqam kesempurnaan, suatu maqam dari tazkiyyatun-nafs, pensucian diri tak akan peduli apakah orang lain tahu atau tidak atas apa yang telah mereka perbuat, karena mereka melakukannya untuk Allah SWT. Wahai Muslim, amal kita mestilah hanya untuk Allah SWT, dan amal kita mestilah tersembunyi. Tak seorang pun mesti tahu apa yang telah kita lakukan. Maka, saat itulah, kita tak akan mengizinkan ego kita untuk bermain dengan kita.

Hal yang paling berbahaya, sebagaimana disabdakan Nabi SAW, “Hal yang paling kutakutkan bagi ummatku adalah syirik tersembunyi, yaitu penyekutuan tersembunyi dalam amalan-amalan ummatku, bahwa mereka akan bangga di hadapan masyarakat, dan berkata, ‘Kami telah melakukan ini.’” Itu adalah di mana kalian menempatkan diri kalian di hadapan Allah SWT. Kalian mesti menyembunyikan diri kalian. Jika kalian memberikan sesuatu dengan tangan kanan kalian, tangan kiri kalian tak boleh tahu. Saat kalian menulis cek, tak seorang pun boleh tahu kecuali dirimu sendiri. Wahai Muslim, Allah SWT adalah Maha Penyayang terhadap diri kita, dan Dia mengirimkan bagi kita, dalam Islam, begitu banyak kebahagiaan, begitu banyak keagungan, dan begitu banyak cinta, hingga jika kita benar-benar mengikuti jalan dari Sayyidina Muhammad SAW, kita akan beroleh kebahagiaan dan kita akan melihat bahwa anak-anak kita pun tak akan hilang tersesat, karena Allah SWT tak suka menjadi seorang tiran bagi hamba-hamba-Nya. Allah SWT adalah Maha Pemurah terhadap hamba-hamba-Nya. Jika kita baik, kita pun akan melihat kebaikan. Jika kita melakukan suatu kesalahan, kita pun akan melihat sesuatu sepertinya. Wahai Muslim, sucikan hatimu, dan sucikan hatimu, dan bukalah dirimu sendiri pada cinta Allah SWT. Allah SWT berfirman, "Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu." Semoga Allah SWT menaruh kita dalam rahmat itu.

Wa min Allah at tawfiq

©As-Sunnah Foundation of America (http://www.sunnah.org)