Krisis Ekonomi Itu Biasa
Minggu, 18/01/2009 23:01 WIB Cetak | Kirim | RSS
dari: mmnasution@eramuslim.com
Beberapa pekan yang lalu , di sebuah acara reuni “sekolah dasar” , beberapa teman lama berkumpul di sebuah cafĂ© di bilangan Jakarta , kami sangat surprise , karena kami masih bisa berkumpul walau lebih dari dua puluh lima tahun tak pernah bertemu sebelumnya, acaranya sangat hangat dan penuh canda, meskipun wajah dan penampilan kami sudah tidak semungil dan selucu dahulu. Di tengah gurauan dan canda, terselip pembicaraan serius seorang rekan mengenai kegelisahannya terhadap dampak krisis ekonomi yang tidak menentu ini, usahanya mengalami penurunan bahkan terancam ditutup dalam waktu yang segera mungkin, dia mengalami kebingungan yang amat sangat, saya berpendapat bahwa masalah krisis itu bukan saja berdampak kepada dirinya saja, tetapi juga menyita perhatian khususnya para praktisi usaha.
Beritanya sangat mudah ditemukan di media cetak, elektronik televisi, radio maupun berbagai situs internet, setiap hari, ya, hampir setiap hari tentunya, memberitakan krisis ekonomi yang kian merosot tajam, hal tersebut bukan saja di negeri yang kita cintai ini, bahkan krisis ini mendunia. Bukan saja perusahaan yang bergerak di perbankan yang terkena dampak langsung, juga perusahaan otomotif, manufaktur, tambang, real estate, dan lainnya yang berskala raksasa bisnis, sebutlah perusahaan besar seperti Citibank, general motor, ford, Volkswagen, lehmann brothers, dan lainnya.
Tak lepas juga , berdampak kepada perusahaan lokal di negeri yang kita cintai ini, dari perusahaan berskala kecil maupun besar, hal ini membuat gusar para direksi dan pemegang saham, dan juga memunculkan kekhawatiran ancaman PHK maupun dirumahkan bagi ribuan pegawai yang bernaung di perusahaan tersebut.
Begitu banyak analisa pakar ekonomi, ditinjau dari angka demi angka, asumsi demi asumsi, bahwa waktu pemulihannya memakan waktu satu hingga tiga tahun, waktu yang relatif lama untuk proses pemulihan, dan inipun menjadi kekawatiran para pekerja yang telah dan akan terancam di PHK, karena dana kompensasi yang mereka peroleh dari hasil PHK hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sekian bulan saja, dan bagaimana selanjutnya hidup mereka, ini menjadi beban kehidupan yang berat. Bila krisis ini tak terselesaikan dalam waktu dekat maka para analis memprediksikan bukan saja krisis ekonomi yang terjadi lebih dasyat, juga akan merambat kepada krisis politik maupun sosial, mengerikan sekali…
Begitulah krisis bila melanda…
Tahukah anda, bahwa kelapangan dan kesempitan akan selalu datang silih berganti dan selalu di jumpai oleh setiap generasi, ingatkah anda resesi yang terjadi di tahun 1998, krisis politik maupun ekonomi terjadi di negeri ini, betapa banyak perusahaan yang mengalami pailit ataupun resesi, berhasilkah mereka melewatinya? Apakah setelah itu dunia usaha mati dan tenggelam? Toh dunia usaha tetap berjalan paska krisis tersebut , pemulihannya ada yang mengalami hanya bilangan bulan saja, bahkan ada yang membutuhkan bilangan tahun dalam pemulihannya, tapi tetap saja setelah masa itu semua orang mendapati kadar rezekinya masing masing..
Selain era 1998 dinegeri ini, terjadi juga di waktu sebelumnya, yaitu pada tahun 1960-an, tak jarang pemandangan sehari hari, rakyat negeri ini antri beras, antri bahan pokok, bahkan terjadi pemotongan nilai mata uang, pada saat itu drastis terjadi perubahan peta bisnis di Indonesia, banyak perusahaan berskala besar rontok, tetapi tak sedikit beberapa perusahaan baru muncul menggantikan generasi sebelumnya sebagai motor penggerak perekonomian. Toh tetap saja setelah masa itu semua orang mendapati kadar rezekinya masing masing.
Di amerika pun selain di tahun 2008 ini, pernah mengalami permasalahan krisis ekonomi sekitar tahun 1930-an, begitupun di jepang, eslandia, jerman, dan berbagai negeri lainnya dengan tingkat pengaruh yang berbeda beda, bahkan krisis ini juga menimpa pula zaman para Rasul, lihatlah kisah Nabi Yusuf as dalam menghadapi tujuh tahun masa paceklik, zaman Nabi Musa , begitupun zaman Nabi Muhammad SAW, mereka para Rasul Allah pun tak terlepas menghadapi masa masa sulit di perjalanan hidupnya. Toh tetap saja setelah masa itu semua orang mendapati kadar rezekinya masing masing.
Begitulah dunia, silih berganti, lapang dan serba keterbatasan datang dan pergi…karena konsep hidup tidak pernah menjelaskan bahwa indikator sukses itu adalah kaya, dan hidup ini bukan untuk meraih dan menikmati kekayaan atau hidup pasrah dengan kemiskinan, hidup ini bukan hanya mencari makan dan minum, hidup ini punya arti yang lebih, berbahagialah anda sebagai muslim, karena konsep hidup dalam Islam sangat jelas, hidup itu adalah perjuangan , hidup itu merupakan sarana aktualisasi aqidahnya, hidup itu adalah berjuang untuk kepentingan aqidahnya dan bukan sebaliknya, hidup itu hanyalah wasilah atas implementasi konsep Ibadah kepadaNYA dalam arti yang total, senang dan susah semuanya ujian, dan sukses dari ujian tersebut adalah penghuni SurgaNYA.
Jadi bagi seorang muslim, yakinlah krisis ekonomi itu adalah hal yang BIASA. Dia akan hadir di tengah tengah kita. Dia akan menjadi bahagian episode kehidupan kita, dia akan menjadi ujian agar kita bisa meloncat dan berlari lebih cepat dari sebelumnya, ujian itu bisa membuat kita terjatuh, gagal, lalu bangkit kembali. Dan kita yakin bahwa sifatnya ujian itu hanyalah sesaat waktu, tidak akan selamanya badai itu berlangsung, dia akan normal kembali, ingatlah malam pun PASTI selalu berganti dengan siang hari.
Individu muslim harus menyadari dalam menghadapi ujian ini bahwa permasalahan bukanlah terletak pada posisi lapang maupun sempit , tetapi dia harus mempersiapkan kesabaran di kala susah, dan banyak bersyukur di kala lapang, dan di setiap waktunya dalam kondisi apapun selalu ada usaha untuk peningkatan keimanan dan amal sebagai aktualisasi keyakinan aqidahnya. Dan dia merasa bahagia karena dia yakin ujian ini terjadi juga karena kehendak Allah SWT, dan dia yakin pula bahwa hanya Allah lah tempat dia berharap agar membebaskan dirinya dari permasalahan ujian ini.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNYA kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS 57:22-23).
Begitulah Al Quran menjelaskan bagaimana seharusnya muslim bersikap, dan benarlah juga apa yang di sampaikan Umar bin Khattab, ‘’Demi allah, selama Aku masih menjadi muslim, aku tidak akan pernah peduli dengan keadaanku.’’
Dan juga teringatlah sebuah kisah sahabat Nabi bernama Abdurrahman bin Auf, dia adalah saudagar kaya raya di kota Mekah, beliau termasuk golongan awal yang tersentuh dengan dakwah yang di bawa oleh Rasul SAW. Pada saat di perintahkan untuk berhijrah menuju Madinah, beliau dengan bersegera meninggalkan seluruh hartanya di kota Mekah, beliau begitu militan dalam mengikuti intruksi keimanannya, tak ada rasa sayang dan khawatir terhadap perniagaannya yang telah di kelolanya sekian tahun. Akibat dari keyakinannya saat itu , dia pun mengalami jatuh pailit seketika , buat dia, harta yang melimpah tak ada artinya di banding nilai keimanan yang harus dia pertahankan, walau setelah hijrah tersebut dia tidak memiliki apapun walau seorang isteri pun (penulis tidak menemukan literatur kisahnya apakah beliau sudah beristeri atau tidak sewaktu di Mekah).
Setelah beberapa waktu di madinah, suatu hari, seorang sahabat Anshar bernama Said bin Rabi berkata kepadanya, “ Saudaraku, bagianmu setengah dari harta kekayaanku, aku memiliki dua rumah, engkau bebas memilihnya, aku juga memiliki dua isteri, engkau pun bebas memilih salah satu yang engkau suka.
Abdurrahman bin Auf tidak tertarik dengan tawaran itu, dia tidak ingin menjadi beban saudara seimannya, sambil berkata, “ Terima kasih, semoga Allah memberkati keluarga dan harta kekayaanmu. Aku hanya ingin engkau menunjukkan di mana letak pasar. Aku seorang pedagang.”
Benar saja, selang beberapa tahun kemudian, Abdurrahman bin Auf sudah menjadi orang terkaya di kota Madinah. Bahkan nilai kekayaannya lebih banyak dari harta yang ditinggalkan di Mekah, inilah hasil sebuah keyakinan, beginilah Allah mengganti apapun pengorbanan hambaNYA yang yakin. Dalam sejarah , terukir indah bahwa harta kekayaannya itu menjadi pendukung utama dalam perjuangan Islam masa itu, dan tak pernah habis hingga beliau wafat.
Begitulah rekanku , sejarah indah telah terabadikan, masa lapang dan sempit itu akan selalu berulang dengan berbagai sebab dan kadar pengaruhnya, dan kisah kisah tersebut selalu menjadi penguat keimanan dan pelajaran bagi yang berupaya memahaminya.
Saat ini, bila anda mengalami kebangkrutan, kefakiran, tertimpa paceklik, jatuh miskin, jangan terlalu lama bersedih. Segeralah bangkit, teruslah berikhtiar dan perkuat keyakinan, sekali lagi kehidupan ini bukan hanya untuk makan dan minum, ada tugas yang lebih mulia yang harus kita implementasikan. Hilang dan berkurangnya harta itu biasa, tapi janganlah hilang keyakinan dan kurangnya beramal soleh, justru keyakinan dan amal soleh tersebut harus di perkuat walau kondisi serba terbatas. Niscaya dan yakinlah siapa tahu Allah akan memberikan jalan keluar dan mengganti yang jauh lebih baik dari apa yang anda miliki sebelumnya.
mmnasution@eramuslim.com
Kamis, 26 Februari 2009
KRISIS EKONOMI ITU BIASA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar