OLEH : MAJELIS RASULLULLAH
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, [QS. Ali Imran (3): 133]
Syaikh Ibnu Atho`illah berkata, “Termasuk tanda-tanda bergantung/bersandar kepada amal ialah berkurangnya harapan (kepada Allah) ketika wujudnya dosa/kesalahan”
Sering manusia lebih bersandar kepada amalnya daripada bersandar kepada rahmat Allah. Hal ini dapat dibuktikan, antara lain, ketika ia berbuat satu kema’siatan, ia akan mengingat-ingat amal shalihnya yang dianggap dapat menghapus dosanya. Dan dia tidak begitu ingat akan rahmat Allah. Dia tidak memohon rahmat dan ampunan Allah karena yaqin bahwa amal shalih yang telah dikerjakannya lebih banyak dari dosa-dosanya. Atau mungkin sebaliknya, dia tidak memandang kepada rahmat Allah dengan berkata, “Allah tidak mungkin mengampuni saya, karena dosa saya terlalu banyak sedangkan amal saya terlalu sedikit.” Padahal, Allah mengampuni seseorang tanpa melihat amalnya, tetapi Allah mengampuni seseorang karena rahmat-Nya.
Memang benar bahwa kebaikan Allah selalu turun kepada kita, sedangkan keburukan kita selalu naik kepada Allah. Namun bukan berarti kita harus berputus harapan dari rahmat Allah. Justeru ketika kita menyadari bahwa tidak ada amal yang bisa kita andalkan, dan memang amal kita tidak bisa diandalkan, seharusnya muncul satu kesadaran pula bahwa hanya rahmat Allah saja yang bisa kita andalkan. Ya, hanya rahmat Allah saja satu-satunya harapan kita. Hanya Allah yang dapat menyelamatkan kita.
Terkadang manusia juga berfikir bahwa dia akan masuk surga karena amal shalihnya dan bukan karena rahmat Allah. Padahal Nabi menyatakan bahwa kita dapat masuk surga adalah karena rahmat Allah. Amal ibadah kita selama ratusan tahun tidak akan cukup untuk membayar ni’mat penglihatan kita. Bahkan sebagai tanda kesyukuran kita akan setetes ni’mat Allah pun belum cukup. Apalagi jika digunakan untuk membayar tiket ke surga. Jelaslah bahwa kita dapat beribadah karena rahmat Allah berupa iman, Islam, ilmu, kesehatan, dll. Kita dapat mensyukuri suatu ni’mat Allah dengan adanya ni’mat Allah yang lainnya. Bukankah kemampuan kita untuk beribadah dan bersyukur itu juga merupakan pemberian Allah?
Dalam mencari nafkah pun, terkadang kita merasa bahwa rizqi itu datang dari hasil usaha kita. Bagaikan Qarun kita berkata bahwa rizqi itu tergantung pada ilmu dan usaha kita. Padahal ilmu dan usaha hanyalah cara untuk menjadikan rizqi itu halal atau haram, bukan untuk menentukan datangnya rizqi. Rizqi itu datang dari Allah. Maka mintalah kepada-Nya. Ikhtiar adalah sesuatu yang menjadikan rizqi itu halal atau haram. Ikhtiar adalah kita memilih rizqi yang halal atau yang haram. Berusaha dengan cara yang dilarang Allah berarti kita memilih yang haram. Berusaha dengan cara yang tidak dilarang Allah berarti kita memilih yang halal. Rizqi itu telah disediakan bagi kita begitu luasnya. Tinggal kita pilih, yang halal atau yang haram.
Amal bukanlah sandaran yang kuat. Amal itu terbit dari makhluq. Sedangkan makhluq adalah fana. Amal itu sendiri adalah makhluq. Bagaimana mungkin kita akan bersandar kepada makhluq? Bersandarlah kepada Allah yang Kekal. Tidak akan kecewa mereka yang bersandar dan bergantung kepada Allah.
Silahkan Anda bergantung kepada orangtua Anda. Tetapi ingat, orangtua Anda akan mati. Silahkan Anda bergantung kepada perusahaan Anda. Tetapi ingat, perusahaan Anda juga dapat bangkrut. Silahkan bergantung kepada obat. Tetapi ingat, terkadang obat dapat menjadi racun. Dan memang bukan obat yang menyembuhkan penyakit. Banyak obat yang setelah diminum, ternyata tidak ada perubahan pada diri si penderita. Rizqi, kesembuhan, kesehatan, semua itu dari Allah. Begitu pula masuknya seseorang ke surga, itu merupakan rahmat dari Allah. Bukan disebabkan amal shalihnya. Tak ada manusia yang dapat menghindari ma’siat atau pun mampu berbuat tho’at, kecuali dengan rahmat Allah.
Amal shalih yang kita kerjakan setelah berbuat ma’siat bukanlah untuk menghapus dosa. Tetapi untuk mengemis rahmat Allah. Ketika kita berbuat salah kepada seseorang. Lalu kita ingin meminta maaf darinya. Lalu dia berkata, “Berbuatlah ini dan ini..” Maka kita mengerjakannya agar dia berkenan memaafkan kita.
Allah telah membuka lebar-lebar pintu-pintu rahmah dan maghfirah-Nya. Kita dapat memasukinya dari pintu-pintu itu. Sungguh Allah Mahapengampun, namun manusia terkadang suka menzholimi diri sendiri. Apa yang Allah katakan kepada bani Israil ketika mereka melakukan suatu kesalahan? Allah menyuruh mereka agar memasuki suatu gerbang seraya bersujud dan berkata, “Hiththoh.” Jika mereka melakukannya, niscaya Allah mengampuni mereka. Tetapi mereka menggantinya dengan ajaran yang tidak-tidak.
Dan (ingatlah), ketika Kami berfirman: “Masuklah kamu ke negeri ini (Baitulmakdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak di mana yang kamu sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa”, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu. Dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik”. Lalu orang-orang yang lalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang lalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. [QS. Al-Baqarah (2): 58-59]
Jika kita mau mendapatkan ampunan dari Allah, sebenarnya mudah saja. Banyak ayat-ayat Alqur’an dan Hadits yang mengajarkan bagaimana cara mengharapkan ampunan dan kasih-sayang Allah. Dengan membaca Al-Qur’an, dengan shalat, dengan istighfar, dengan tasbih. Semua amal shalih sebenarnya merupakan cara untuk mengemis rahmat Allah.
Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. [QS. An-Nuur (24): 31]
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. Al-Baqarah (2) : 218]
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, [QS. Fathir (35): 29]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Beliau mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: “Apa pendapat kamu sekiranya terdapat sebatang sungai di hadapan pintu rumah salah seorang dari kamu dan dia mandi di dalamnya setiap hari sebanyak lima kali. Apakah masih lagi terdapat kotoran pada badannya?” Para Sahabat menjawab: “Sudah pastinya tidak terdapat sedikit pun kotoran pada badannya.” Lalu baginda bersabda: “Begitulah perumpamaannya dengan sembahyang lima waktu. Allah menghapuskan segala kesalahan mereka.” [HR. Bukhori, Muslim, Tirmidzi]
Mengemis Kasih (oleh Raihan)
Tuhan, dulu pernah aku menagih simpati
Kepada manusia yang alpa jua buta
Kini terhiritlah aku di lorong gelisah
Luka hati yang berdarah
kini jadi kian parah
Semalam sudah sampai ke penghujungnya
Kisah seribu duka kuharap sudah berlalu
Tak ingin lagi ‘ku ulangi kembali
gerak dosa yang menghiris hati
Tuhan, dosaku menggunung tinggi
Namun rahmat-Mu melangit luas
Harga selautan syukurku
hanyalah setitis ni’mat-Mu di bumi
Tuhan, walau taubat sering ku pungkir
Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi
Bila selangkah ku rapat pada-Mu
Seribu langkah Kau rapat padaku
Rabu, 17 Desember 2008
MENGHARAP RAHMAT ALLAH SWT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar